Dari buku sejarah sekolah dan sebagian besar mulut-mulut pencerita, Jipang hanya imperium kecil. Keberadaan berikut manuvernya mengganggu Kesultanan Demak, Pajang, sampai Mataram. Siapa yang diuntungkan oleh narasi fiktif ini?
Kiranya tak perlu menjawab pertanyaan itu. Nyata terjadi, imperium berpusat di tepi Sungai Bengawan Solo Blora dan Bojonegoro itu kini tak diberi taji. Rival merontokkan imperium itu menggunakan cerita fiksi.
Puncaknya, ada pada cerita Arya Penangsang yang disebut sebagai pemimpin Jipang dikisahkan ingin meroyok tahta Demak sekaligus ingin membalas dendam atas kematian ayahnya, yakni Raden Kikin.
Arya Penangsang bermanuver. Dia mengirim duta untuk merenggut nyawa Raden Prawoto yang telah membunuh Raden Kikin. Di saat bersamaan, Raden Prawoto sedang berebut tahta Demak dengan Raden Trenggana.
Dalam aksi itu, duta Arya Penangsang berhasil. Raden Prawoto mati. Namun, aksi pembunuhan oleh duta bernama Rangkut itu ketahuan. Sekaligus, ketahuan pula bahwa duta itu dikirim oleh Arya Penangsang.
Penguak bahwa duta itu merupakan kiriman Arya Penangsang adalah si duta membunuh Raden Prawoto dengan Keris Setan Kober–senjata Arya Penangsang. Dengan terkuaknya itu, Arya Penangsang jadi sasaran tembak.
Dia didakwa secara brutal sebagai perongrong Demak. Namun, Arya Penangsang tak dijatuhi hukuman secara eksplisit. Berikutnya, Raden Trenggana melenggang naik tahta Demak. Raden Prawoto tinggal nama.
Sementara Arya Penangsang terus dihimpit. Kepemimpinannya di Jipang terus dibayang-bayangi. Sampai tahta Demak berganti ke tangan Joko Tingkir dan Demak beralih nama menjadi Pajang, kondisi Arya Penangsang konstan.
Dia tetap dicap sebagai borok. Saking tak kuatnya Arya Penangsang dengan cap itu, dia kemudian melawan secara terbuka. Dia menantang Joko Tingkir untuk tanding dalam sebuah gegeran bersenjata berlapis aji mantra.
Joko Tingkir menerima tantangan itu. Namun, dia mengirim wakil. Persisnya, dia menyorong Sutawijaya untuk menghadapi Arya Penangsang. Gegeran antara Sutawijaya versus Arya Penangsang ini terjadi di Bengawan Sore.
Dalam gegeran berlokasi tak jauh dari pusat Jipang ini, Arya Penangsang tumbang. Ketumbangan Arya Penangsang sekaligus keruntuhan Jipang. Berikutnya, Jipang dikerdilkan. Lokasi, peninggalan, dan peradaban Jipang dilenyapkan.
Sementara Sutawijaya yang mengalahkan Arya Penangsang, diberi kuasa Joko Tingkir membuka-membuat peradaban anyar di Hutan Mentaok (sekarang Kota Gede, Jogjakarta). Sutawaijaya sukses membuka-membuat peradaban baru ini.
Dengan semakin bergeriginya peradaban Hutan Mentaok serta memanfaatkan konflik internal di tubuh Kesultanan Pajang, Sutawijaya tanpa sungkan melumat Pajang. Dia mengganyang kerajaan yang pernah mengasuhnya tersebut.
Selain itu, Sutawijaya juga melucuti kekuasaan kecil yang dimiliki kerajaan-kerajaan gurem di bawah Pajang. Sutawijaya lantas memproklamirkan berdirinya Kerajaan Mataram Islam, berpusat di Hutan Mentaok.
Sutawijaya menjadi raja besar. Dia mendapuk diri sebagai ratu pinandita atau mahkluk yang merangkap bhatara sekaligus brahmana. Berotoritas memimpin kelangsungan pemerintahan-negara sekaligus agama.
Begitulah cerita yang merontokkan Nagari Jipang. Cerita itu sekaligus melambungkan Sutawajiya dan Mataram Islam. Dongeng itu ditulis di era Mataram Islam. Disadur orang Belanda bernama Meinsma dalam Babad Tanah Jawa.
Lantas, apakah benar cerita itu? Saya dan beberapa peneliti sejarah menyangsikan. Sayang, cerita itu kadung menancap di kepala masyarakat. Terutama masyarakat yang pernah sekolah dan sempat memperhatikan pelajaran sejarah.
Fakta yang Ditutupi Belanda dan Kroninya
Kenapa saat mempelajari Jipang harus berhenti di Arya Penangsang? Padahal faktanya, peradaban Nagari Jipang sudah ada sejak Medang Kamulan. Nagari Jipang dikagumi Medang Kahuripan. Dimuliakan Singashari. Dihormati Majapahit.
Fakta ilmiah menunjukan kejayaan Nagari Jipang sudah tercatat prasasti sejak abad 11 M. Kenapa selama ini yang didongengkan hanya trauma negatif abad 16 M? Ini tentu patut diluruskan melalui narasi ilmiah.
Baca Juga: Nagari Jipang, Cikal Bakal Blora dan Bojonegoro
Selain membuat Nagari Jipang terdiskreditkan, dongeng buatan Belanda itu secara implisit telah memercikkan api dendam sampai era ini. Strata budaya masyarakat eks Jipang harus di bawah masyarakat eks Mataram Islam, tak boleh seimbang apalagi lebih tinggi.
Sangat mungkin, percikan api dendam itu pula yang membuat bukti-bukti peradaban Jipang saat ini serba sedikit ditemukan. Sebab, pelenyapan peradaban Jipang di masa lalu mungkin masih terus dilanjutkan sampai kini.
Selama beberapa waktu terakhir sekelompok pemuda menamakan diri Blora-Bojonegoro Geo Historical Science (Blogoro Geohisci) coba menyibak peradaban Jipang yang diduga sengaja dilenyapkan itu.
Sejauh ini, hasil sibakan itu cukup mencengangkan. Beberapa bisa dibaca di sejumlah artikel Jurnaba.co baru-baru ini. Adapun, sebagai salah satu koresponden Blogoro Geohisci, saya merasa kelompok ini tak memiliki tujuan muluk-muluk.
Kelompok terdiri dari pemuda-pemuda lintas disiplin ilmu dan kecenderungan ini, menurut saya, pada intinya hanya ingin mengetahui marwah berikut peradaban Nagari Jipang sebagaimana haq-nya. Bukan berdasar cerita fiksi saduran Mataram-Belanda.
Kalau ke depan Blogoro Geoshici ini pada akhirnya diberi kemampuan melepas pengerdilan terhadap Jipang sekaligus memadamkan percikan api dendam antara Jipang dengan rivalnya, tentu itu adalah bonus. Namun, bonus yang sangat bernilai.
Pacul Permai, 18/2/2024
Yusab Alfa Ziqin