Legenda mengatakan bahwa ini adalah sebuah kuil atau musola kecil yang dibangun oleh Malik Ibrahim untuk menghormati Putri Dewi Swari, seorang putri Raja Chermin (yang biasa disebut Cerme, Beremin atau Kedah) yang datang ke Jawa untuk mencoba menyempurnakan ajaran lama, dan jika memungkinkan, akan memberikan putrinya ini kepada Raja Majapahit.
Bangunan “unik” dan satu-satunya di Jawa yang ada di Leran, sudah selayaknya memiliki pesan mendalam dalam riwayat Jawa. Thomas Raffles, pada History of Java (1817), memang yang pertama berbicara tentang legenda Raja Chermin di Leran dan bagaimana penulis tradisional mencari hubungan antara dia dan Maulana Malik Ibrahim, namun dia hanya berbicara tentang makam sang Putri dalam satu catatan; “Makamnya masih terpelihara.”
John Crawfurd (1820), tidak berbicara tentang legenda itu sama sekali, tentang sang Putri atau tempat pemakamannya, dan hanya mengatakan: “Sebuah upaya untuk menyebarkan Islam dilakukan pada tahun 1313 Saka, atau 1391 Masehi, oleh orang luar negeri bernama Raja Charmen, dan oleh orang Arab dengan nama Maulana Ibrahim.”
Cornets de Groot, seorang Residen Gersik (1822), dalam catatan resminya: “Terlihat di sini tahun kedatangan Pangeran Chermin ke Jawa: “tahun ngidul, bumi ngulon”, atau tahun Jawa 1313. Di atas batu nisan makam Putri Chermin adalah relief Bulan yang didalamnya terdapat kata sengkala; kaya wulan putri ika, atau angka 1313. Di bagian kepala ada batu miring yang terdapat angka tahun ditulis dengan huruf Arab.”
J. Knebel menggambarkan makam Leran pada tahun 1907, melihat adanya batu bergaris bertulis Arab, tinggi 0,82 m, lebar 0,45 m yang berada di luar “Mausoleum” Putri Suwari, dan memberi tanda baru, berdasarkan Babad Kubur Panjang, milik Haji Abdulgani, jurukunci Leran, dengan Candra Sengkala; Putri Rusak Nawang Wulan (1303).
Penelitian memang sering dilakukan justru oleh bangsa Eropa, akan tetapi masih saja belum terang bagaimana mengaitkannya dengan tokoh-tokoh Gresik lainnya, sebagaimana bangunan kuil ini mulai runtuh, begitu terlupakan selama ratusan tahun, menunggu pemugaran selayaknya.
Maka riwayatnya seakan hanya berputar pada mitologi, dengan faham awalnya adalah; makam Putri Dewi Swari merupakan makam tertua di bentang Muara Bengawan (Hujung Galuh/Jenggala) administratif Gresik, yang masih sangat dihormati oleh masyarakat sampai sekarang.
Para penulis kisah, yang baru muncul setelah era kedatangan Raffles, menceritakan bahwa Raja Chermin, yang seorang Muslim, ingin merestui putrinya bernama Putri Swari, yang ingin ia nikahkan dengan Raja Majapahit. Namun, karena Raja Majapahit adalah seorang Budha, Raja Chermin berencana tidak mengawinkan putrinya terlebih dahulu, sebelum Raja Majapahit menjadi seagama.
Seluruh tujuan pernikahan ini dikaitkan atas keinginan kuat dari Raja Chermin untuk melihat penguasa Majapait menjadi penganut agama Nabi Muhammad, karena dia pikir teladan Raja mungkin akan diikuti oleh seluruh rakyatnya.
Maka ia berangkat dengan tujuh kapal, enam di antaranya tiba di Jenggala, dan di sana ia turun ke darat bersama kerabat dan rombongannya. Sesampainya di Leran, setelah suasana tenang, sang Raja mengutus adiknya Sidik Muhammad untuk kehadiran seorang Pandita, yang tinggal di selatan Leran bernama Maulana Magfur, sepupu Raja Chermin, yang ayahnya adalah keturunan Jaenul Abidin, dan juga Maulana Malik Ibrahim.
Setelah kedatangan mereka, sang Raja menyatakan kepada Maulana Magfur dan Malik Ibrahim, bahwa ia bermaksud untuk menawarkan putrinya untuk dinikahkan dengan Raja Majapait; keduanya menyetujui niatnya, mereka bedua lalu diutus ke Majapahit, dan mengutarakan maksud tujuan kedatangan Raja Negeri Chermin itu. Usulan itu diterima dan Raja Majapahit memutuskan untuk segera menemui calon Ayah mertuanya.
Raja Chermin telah berada di Leran selama enam hari ketika saudaranya kembali dengan membawa kabar baik, kemudian dia bersama seluruh kerabat dan empat puluh Ulama Gresik, berangkat untuk melakukan perjalanan ke Majapahit.
Ketika dia telah sampai di perbatasan kerajaan, dia bertemu dengan Raja Majapahit; keduanya lalu pindah di “Pasanggrahan”; kemudian Raja Chermin meminta Raja Majapahit untuk memecahkan teka-teki isi “Kendaga”, sebuah kotak yang kemudian diisi buah delima dan diserahkan kepada Raja Majapahit untuk memecahkan maknanya.
Buah delima ini biasa disebut “Dalima”, kata yang sangat mirip dengan kata “lima”, yang artinya lima syarat utama agama Islam:
1. Bersaksi dalam agama Muhammad;
2. Sholat lima waktu dalam 24 jam;
3. Memberikan sedekah kepada para miskin;
4. Puasa;
5. Ziarah ke Mekkah.
Namun tidak hanya itu, kata delima juga dekat dengan “Dal Lima”, yang berarti Al-Ikhlas, yang bergetar dan bergema dengan 5 huruf “Dal”, untuk memurnikan ke -Tunggal-an Sang Pencipta.
Bahwa buah delima itu telah dimasukkan ke dalam kotak, yang berarti dia harus memperlakukan kelima hal tersebut tidak hanya secara hati-hati, tetapi dengan penuh perhatian dan rasa hormat.
Namun Raja Majapahir berpikir; “Menurutmu apakah buah delima tidak ada di Jawa?” tanpa berucap sepatah kata. Tetapi Raja Chermin tahu dengan jelas dengan mengira dari raut wajah Raja tentang apa yang sedang terjadi di dalam hatinya. Oleh karena itu, tanpa berdialog, Raja Chermin memulai perjalanannya kembali ke Leran menaiki kereta kencana yang indah.
Maulana Malik Ibrahim dan Mulana Maghfur telah memaklumi dengan baik apa yang dirasakan Pangeran Chermin, namun memilih untuk tetap bersama Raja Majapahit. Ketika Raja sedang mengunyah sirih, ia mendapati pinang yang dimakannya terlalu pahit, ia teringat dengan “Kendaga” dan ingin memakan buah delima yang telah dibukanya untuk menawarkan rasa pahit itu.
Sungguh tak disangka di dalam buah itu terdapat Batu Delima yang istimewa!
Terkejut dan tak menduga dengan apa yang dilihatnya, ia segera berkata kepada Patihnya: “Pangeran Chermin itu pasti seorang yang luar biasa bijaksana, kejar dia secepatnya dan mintalah dia untuk kembali, sebentar lagi aku akan menyusulmu!”
Pertanyaan muncul dalam benak Maulana Malik Ibrahim; “Andaikata dialog Raja-raja itu terjadi, akankah merah dan segar Delima Chermin itu sama dengan merah Batu Delima Jawa?”