Jurnaba
Jurnaba
No Result
View All Result
Jurnaba

Muslim Banjar di Kota Cethe

Ahmad Sholihin Sirojudin by Ahmad Sholihin Sirojudin
29/04/2025
in Cecurhatan
Muslim Banjar di Kota Cethe

Muslim Banjar Kota Cethe

Menjaga identitas dan merawat warisan. 

Tulungagung, atau yang secara kultural dikenal dengan Kota Cethe, merupakan sebuah kabupaten yang terletak di Provinsi Jawa Timur. Wilayah ini tidak hanya dikenal karena kekayaan sumber daya alamnya, tetapi juga karena keberagaman budaya dan tradisi keagamaan yang telah mengakar kuat dalam kehidupan masyarakatnya.

Julukan Kota Cethe sendiri mencerminkan dimensi lokal yang khas dan memperlihatkan identitas kultural yang terbangun dari interaksi sejarah dan sosial masyarakat setempat.

Sebagai bagian dari masyarakat Tulungagung, penulis melakukan observasi ringan terhadap dinamika sosial dan kultural yang berkembang, dengan harapan bahwa refleksi sederhana ini dapat memberi kontribusi positif, meskipun kecil, dalam memahami kompleksitas identitas lokal.

Muslim Banjar Kota Cethe

Salah satu aspek menarik dari sejarah migrasi di Tulungagung adalah kehadiran komunitas suku Banjar, yang melakukan transmigrasi dari wilayah selatan Pulau Kalimantan (Borneo) pada awal abad ke-20, tepatnya sekitar tahun 1900-an.

Kedatangan suku Banjar ini membawa warna baru dalam lanskap sosial budaya Tulungagung. Hingga kini, keturunan mereka telah mencapai generasi kelima, termasuk penulis sebagai salah satu anggota komunitas tersebut.

Yang menarik untuk dicatat adalah keteguhan komunitas Banjar dalam mempertahankan nilai-nilai spiritual yang diwariskan secara turun-temurun dari leluhur mereka.

Nilai-nilai ini terus dijaga dan diamalkan di tengah arus perubahan zaman, menunjukkan adanya kontinuitas budaya yang kuat dalam komunitas ini.

Pandangan mengenai keberadaan suku Banjar di Tulungagung bukanlah asumsi tanpa dasar. Penelitian yang dilakukan oleh Sholihin Sirojudin (2024) menunjukkan bahwa komunitas suku Banjar telah bermukim di wilayah Tulungagung sejak dekade 1920-an.

Temuan ini memperkuat narasi historis mengenai migrasi suku Banjar dari Kalimantan Selatan ke Jawa Timur, serta menegaskan bahwa proses pembentukan identitas budaya di daerah ini berlangsung dalam kurun waktu yang cukup panjang dan berkelanjutan.

Dalam konteks kajian budaya, tulisan ini berupaya memberikan kontribusi pengetahuan baru (new knowledge) mengenai dimensi “apa” dan “kapan” komunitas Muslim Banjar di Kota Tulungagung, atau yang secara lokal dikenal sebagai “Kota Cethe”, melaksanakan praktik-praktik tradisi yang diwariskan oleh leluhur mereka.

Penekanan terhadap waktu dan bentuk pelaksanaan tradisi ini menjadi penting sebagai bagian dari usaha pelacakan jejak historis serta keberlangsungan nilai-nilai spiritual yang menjadi ciri khas komunitas Banjar.

Di tengah masyarakat Tulungagung saat ini, identitas sebagai “Muslim Banjar” masih dikenal luas, terutama ketika individu berasal dari latar belakang darah campuran antara suku lokal Tulungagung dan suku Banjar dari Kalimantan Selatan.

Identitas ini bahkan semakin tampak dalam ruang-ruang sosial tertentu, seperti keberadaan gapura bertuliskan “Kampung Sholawat” di kawasan pemukiman yang didominasi oleh komunitas Banjar, yang sekaligus menjadi simbol eksistensi sekaligus spiritualitas mereka.

Menurut salah satu sumber literatur, yakni Refki Rusyadi (2023), pemukiman awal suku Banjar di Tulungagung terletak di daerah bernama Kampungdalem, sebuah kawasan strategis yang berdekatan dengan pusat kota.

Lokasi ini menjadi titik awal terjadinya akulturasi budaya antara komunitas Banjar dan masyarakat lokal Tulungagung. Salah satu bentuk nyata dari akulturasi tersebut tampak dalam aspek linguistik.

Pada generasi pertama, penggunaan bahasa Banjar masih sangat dominan sebagai alat komunikasi sehari-hari. Namun, seiring berjalannya waktu dan meningkatnya interaksi sosial lintas komunitas, terutama di kalangan generasi kelima, muncul praktik penggunaan bahasa campuran (mix language), yang menggabungkan unsur-unsur bahasa Banjar dengan bahasa Jawa atau bahasa Indonesia.

Fenomena ini mencerminkan adanya adaptasi budaya yang bersifat dinamis, tanpa sepenuhnya menghilangkan jejak identitas kultural asal-usul mereka.

Warisan Budaya Leluhur

Sejak awal kedatangannya di Kota Cethe (Tulungagung) hingga masa kini, komunitas Muslim Banjar secara konsisten mempertahankan dan menjalankan berbagai tradisi keagamaan yang diwariskan oleh leluhur mereka atau dalam istilah lokal dikenal dengan sebutan datuk.

Tradisi-tradisi ini bukan sekadar praktik ibadah, tetapi juga berfungsi sebagai mekanisme pelestarian nilai-nilai spiritual dan identitas kultural yang khas.

Dalam konteks ini, pelestarian tradisi oleh komunitas Muslim Banjar mencerminkan adanya kesinambungan budaya dan ketahanan spiritual di tengah dinamika sosial yang terus berkembang.

Salah satu tradisi utama yang dijalankan adalah dzikir Banasib, sebuah ritual dzikir yang dahulu dilaksanakan pada tengah malam hingga menjelang fajar.

Hal ini disampaikan oleh Walid, salah seorang tokoh dari komunitas Muslim Banjar. Pada masa lalu, dzikir ini dipimpin langsung oleh seorang mursyid tarekat Sammaniyah yang memiliki otoritas spiritual melalui sanad (rantai transmisi) yang sah.

Namun, seiring wafatnya mursyid tersebut dan tidak adanya pengganti yang mengambil sanad secara resmi, dzikir Banasib kini mengalami perubahan bentuk.

Akulturasi waktu terjadi dari praktik ritual malam menjadi bagian dari kegiatan tahlilan, yang dilaksanakan pada momen-momen tertentu.

Tradisi kedua adalah pembacaan Maulid Burdah dan Rotib Haddad, yang secara rutin dilaksanakan pada malam Kamis ba’da Maghrib di Masjid Darussalam masjid yang menjadi pusat keagamaan komunitas Muslim Banjar.

Kegiatan ini bersifat terbuka dan diikuti oleh masyarakat luas, mencerminkan keterbukaan komunitas Banjar dalam menjalin interaksi sosial-keagamaan dengan lingkungan sekitarnya.

Tradisi ketiga yaitu pembacaan Maulid Habsyi, yang digelar setiap Jumat sore pukul 16.00 di salah satu kediaman anggota komunitas Muslim Banjar.

Kegiatan ini turut dihadiri oleh masyarakat Tulungagung dan pernah dihadiri oleh tokoh penting, yakni almarhum al-Habib Muhammad bin Thohir bin Ali Ba’bud, seorang ulama masyhur yang menunjukkan komitmen spiritual luar biasa dengan menghadiri majelis ini secara rutin, meskipun hanya dengan sarana transportasi sederhana.

Selanjutnya adalah tradisi keempat, yakni pembacaan Maulid Diba’ yang dilaksanakan setiap malam Sabtu pukul 20.00 di Masjid Darussalam.

Majelis ini juga bersifat inklusif dan dihadiri oleh berbagai lapisan masyarakat, tidak terbatas hanya pada komunitas Muslim Banjar, tetapi juga warga sekitar.

Tradisi kelima dikenal sebagai Maulid Diba’ (Amalka), yang dilaksanakan pada malam Kamis, tepatnya hari Rabu Kliwon pukul 20.00, bertempat di rumah salah satu tokoh masyarakat Banjar, yaitu Arman Idris.

Tidak seperti tradisi sebelumnya, majelis ini bersifat internal dan hanya diikuti oleh kalangan Muslim Banjar saja, memperlihatkan aspek eksklusivitas dalam menjaga ruang spiritual komunitas.

Tradisi terakhir adalah dzikir kubro, yang secara khusus diadakan di pemakaman komunitas Muslim Banjar. Dzikir ini bersifat khusyuk dan sakral, merepresentasikan hubungan spiritual antara generasi sekarang dengan para pendahulu mereka yang telah wafat.

Secara keseluruhan, rangkaian tradisi ini tidak hanya menjadi simbol keteguhan komunitas dalam menjaga ajaran spiritual nenek moyang, tetapi juga memperlihatkan dinamika akulturasi dan adaptasi terhadap perubahan zaman.

Pelestarian yang berlangsung secara istiqamah ini menegaskan pentingnya nilai warisan budaya sebagai penanda identitas kolektif dan kesinambungan historis dalam kerangka masyarakat Islam lokal di Tulungagung.

 

**

Penulis merupakanmahasiswa pascasarjana Studi Islam di UIN Sunan Ampel Surabaya. 

Tags: Kota CetheMuslim Banjar
Previous Post

Ekspedisi Sotasrungga: Tafakuran Mata Air dan Ficus Raksasa

Next Post

PT Zam Zam Asyifa Nusantara Gelar Halal Bi Halal Diikuti 1100 Jamaah

BERITA MENARIK LAINNYA

Menabuh Bedug Pesantren
Cecurhatan

Menabuh Bedug Pesantren

14/10/2025
Raksasa yang Tidur di Bawah Pohon Kelapa
Cecurhatan

Raksasa yang Tidur di Bawah Pohon Kelapa

14/10/2025
Menulis Bebas, Panduan Praktis Merampungkan Tulisan
Cecurhatan

Menulis Bebas, Panduan Praktis Merampungkan Tulisan

13/10/2025

Anyar Nabs

PKB Bojonegoro Berang, Konten Trans7 Dianggap Rendahkan Pesantren

PKB Bojonegoro Berang, Konten Trans7 Dianggap Rendahkan Pesantren

14/10/2025
Menabuh Bedug Pesantren

Menabuh Bedug Pesantren

14/10/2025
Omar M. Yaghi: Anak Petani Palestina yang Menerima Hadiah Nobel Kimia 2025

Omar M. Yaghi: Anak Petani Palestina yang Menerima Hadiah Nobel Kimia 2025

14/10/2025
Raksasa yang Tidur di Bawah Pohon Kelapa

Raksasa yang Tidur di Bawah Pohon Kelapa

14/10/2025
  • Home
  • Tentang
  • Aturan Privasi
  • Kirim Konten
  • Kontak
No Result
View All Result
  • PERISTIWA
  • JURNAKULTURA
  • DESTINASI
  • FIGUR
  • CECURHATAN
  • MANUSKRIP
  • FIKSI AKHIR PEKAN
  • SAINSKLOPEDIA
  • JURNAKOLOGI
  • SUSTAINERGI
  • JURNABA PENERBIT

© Jurnaba.co All Rights Reserved

error: