Aktivitas membaca, menjadi lezat bila dinikmati. Kita tidak sekadar menyelami apa yang disampaikan oleh penulis. Lebih dari itu, akan bisa menilai kualitas kepakaran sang penulis buku.
Kala membaca buku Prof. Mastuhu (1999), berjudul “Memberdayakan Sistem Pendidikan Islam” yang saya pinjam dari Perpustakaan Unugiri. Kemudian buku Prof. Quraish Shihab (2017), berjudul “Islam yang Saya Pahami: Keragaman itu Rahmat” serta Prof. Abdul Munir Mulkhan (2007), berjudul “Manusia Alquran” yang kedua-duanya saya pinjam dari Perpusda Bojonegoro, niat kecil saya ingin membacanya secara pelan-pelan.
Maksud dari pelan-pelan tersebut semata-mata ingin menikmati, yang dalam KBBI daring diartikan dengan merasai –sesuatu yang nikmat atau lezat; mengecap; serta mengalami –sesuatu yang menyenangkan atau memuskan.
Berdasarkan makna di atas, jujur, saya ingin meresapi apa yang saya baca. Sembari, mencentelkannya di otak sebagai anugerah Allah Swt yang luar biasa. Melalui niatan inilah, semoga diberi-Nya keawetan terhadap bahan bacaan pasca saya baca.
Untuk bisa meresapi apa yang dibaca, waktu untuk membaca perlu kita alokasikan. Tujuan alokasi waktu tersebut, agar kita bisa menghabiskannya untuk banyak membaca. Alhasil, membaca menjadi tenang, dinikmati kata demi kata yang tercetak dibuku yang sedang dipegang.
Mungkin, bila perasaan menikmati aktivitas membaca belum hadir, akan terasa berat dan membosankan. Sehingga kala membaca selembar saja, kantuk hadir padahal tidak diundang. Atau berganti pegang gadget sehingga buku ganti diselehkan.
Tetapi, yakinlah, manakala cobaan awal pembaca itu terlewati –yakni pengalih agar kita tidak jadi membaca, bila diteruskan, maka kenikmatan sebagaimana saya gambarkan akan dirasa. Alhasil, suka membaca baik dengan membeli dan meminjam buku di perpustakaan akan dilakukan.
Sedikit berbagi, kala saya menikmati baca buku –dan suka terhadap deskripsi yang dibuat oleh penulis, serasa ada yang membisik di telinga “terus baca, baca, dan baca”. Hawane, ingin los menghabiskan waktu terus-menerus menghabiskan lembar demi lembar untuk membaca.
Tentu, rasa demikian asal muasalnya dari ketidaksukaan juga. Sedikit bercerita, saya jadi senang membaca, diawali dari membaca buku perihal how to –dalam hal ini saya ingin menjadi penulis. Kemudian setelah terbiasa, akhirnya merembet kepada buku apa saja yang saya senangi.
Karenanya, kepada buku, saya seperti tidak punya eman untuk membeli dan meminjam di perpustakaan. Sebab kala tidak memiliki buku baru, seperti ada yang kurang. Setelah diangan-angan dengan seksama, ternyata saya kekurangan bahan asupan untuk otak berupa buku baru untuk dibaca.
Lancar Berbicara
Mungkin banyak yang lupa, selain mendewasakan pribadi –oleh sebab kayanya pengetahuan yang dimiliki dari membaca; melalui membaca, ternyata juga punya manfaat untuk menghantarkan pribadi lancar berbicara. Istilah ngetrend sekadang adalah public speaking atau kemampuan berbicara di muka umum.
Secara sederhana, saya coba ilustrasikan. Bila kita punya dua teko, teko yang satu isi airnya sedikit, kemudian teko yang kedua airnya penuh.
Ketika teko yang pertama akan dituangkan di gelas –karena kita haus sebagai misal, tentu teko yang isinya sedikit tidak akan mampu mengusir rasa dahaga. Tetapi beda dengan teko kedua yang airnya terisi penuh, ia akan mampu menghilangkan dahaga secara sempurna dan masih sisa.
Ilustrasi sederhana ini bila kemudian saya bawa kepada diri kita –dalam hal ini otak, tentu yang memiliki input hasil membaca sedikit dan banyak akanlah beda. Bagi yang aktivitas membacanya sedikit, apa yang mau disampaikan –secara verbal juga sedikit.
Menjadi berbeda bila daya membaca seseorang –yang terinput di otak banyak; selain kemampuan untuk menyampaikan secara verbal akan lebih lama, juga akan kaya dengan kosakata, mudah dicerna, serta sistematis sebagaimana pokok bahasan disampaikan.
Mari kita nikmati kala membaca buku bolo!
*Penulis adalah Penikmat Buku Pendidikan Islam dan Dosen Prodi PAI Unugiri.