Di tangan Nadiem, kelak para pendidik profesional tak harus menjadi PNS untuk bisa hidup sejahtera. Mereka hanya butuh memiliki daya kreasi dan inovasi di bidang yang dia jalani.
Nadiem Anwar Makarim dipastikan menjadi menteri termuda di Kabinet Indonesia Maju (2019-2024), sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nasional. Di tangan Nadiem, sudah sepatutnya wajah pendidikan Indonesia berubah.
Lahir pada 4 April 1984 di Singapura, Nadiem anak ketiga pasangan Nono Anwar Makarim dan Atika Algadri. Ayah Nadiem merupakan aktivis sekaligus pengacara yang cukup punya nama di Indonesia.
Nadiem menghabiskan masa SD dan SMP di Indonesia. Lalu melanjutkan pendidikan SMA di Singapura. Jenjang S1 dia tempuh di Brown University, jurusan Hubungan Internasional.
Setelah mendapat gelar Bachelor of Arts, Nadiem melanjutkan S2 ke Harvard University hingga meraih gelar Master of Business Administration. Dia juga sempat ikut pertukaran pelajar di London School of Economics and Political Science di Inggris.
Dengan latar belakang pendidikan luar negeri cukup mumpuni, sudah selayaknya Nadiem mampu membawa perihal baik dari luar, untuk dibawa ke dalam. Ini penting. Karena, tanpa itu, pendidikan Indonesia hanya lompat-lompat seperti kodok di dalam tempurung.
Nadiem yang berusia sangat muda, juga pasti memiliki gebrakan inovatif berbasis digital. Mengingat, Nadiem identik dengan aplikasi transportasi Gojek. Kita tahu, sejak orde entah apa hingga saat ini, dunia pendidikan kita cenderung kurang efisien perkara administrasi. Nadiem harusnya bisa mengatasi soal mendasar ini.
Pasca kuliah di luar negeri, Nadiem bekerja di perusahaan konsultan bertaraf internasional, McKinsey & Company di Jakarta selama 3 tahun. Setelah itu, dia juga sempat menjadi Co-founder dan Managing Editor di Zalora Indonesia selama setahun.
Tak hanya itu, Nadiem sempat pindah kerja sebagai Chief Innovation Officer di perusahaan layanan pembayaran non-tunai KartuKu pada 2013-2014.
Nah, pada 2010, Nadiem mulai mendirikan startup Gojek yang kini menjadi PT. Aplikasi Karya Anak Bangsa. Gojek lahir dari insting bisnis Nadiem yang mengaku sering menggunakan ojek saat ke kantor. Dari sana, Nadiem mengawinkan teknologi dan ojek menjadi inovasi baru.
Kehadiran Gojek terbukti sangat memberi dampak pada masyarakat. Gojek menjadi alat transportasi umum “baru” yang cepat menarik perhatian masyarakat. Sebab, memberi kemudahan akses yang ditawarkan.
Sosok Nadiem yang hadir bukan dari orang birokrasi, tentu bakal membawa dampak pada mental para guru dan tokoh-tokoh pendidikan di Indonesia. Guru dan tokoh pendidikan yang selama ini cita-citanya mentok jadi PNS, harus diubah.
Guru dan tokoh pendidikan yang selama ini targetnya hanya menjadi PNS, di era Nadiem, harus berubah.
Para pendidik profesional tak harus menjadi PNS untuk bisa bertahan hidup. Mereka bisa sejahtera dari daya inovasi dan kreasi. Ini penting. Terutama bagi para pendidik generasi Milenial. Sehingga, mindset dan target hidupnya nggak mandeg di status PNS.
Lha gimana, menterinya aja orang kreatif, masak orang-orang di bawahnya tetap kaku dan berbasis cita-cita jadi PNS. Ini harus diubah.
Saya berharap Nadiem mampu menanam mindset pada para guru bahwa untuk bisa hidup sejahtera, tidak perlu jadi PNS. Yang diperlukan adalah kemampuan memiliki daya kreasi dan inovasi di dunia pendidikan.
Ya, di tangan Nadiem, para pendidik profesional tak harus menjadi PNS untuk bisa hidup sejahtera. Mereka hanya butuh memiliki daya kreasi dan inovasi di bidang yang dia jalani.
Ini sangat penting agar wajah pendidikan bisa berubah dari zaman-zaman sebelumnya.
Terlepas Nadiem akan mengawinkan administrasi pendidikan dengan teknologi — serupa apa yang dia lakukan dengan ojek dan teknologi: Gojek — atau tidak, yang penting mindset para pendidik harus diubah terlebih dahulu.