Pendididikan dan trotoar memiliki kemiripan semiotik. Trotoar yang baik mempercepat langkah menuju tujuan. Pendidikan yang baik mempercepat langkah menuju masa depan.
Bojonegoro termasuk kabupaten besar di Jawa Timur. Baik dari sisi ukuran Alun-alunnya, atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)-nya. Nilai APBD murni Bojonegoro pada 2020 sebesar Rp6,4 triliun, tahun 2021 sebesar Rp6,2 triliun, dan 2022 sebesar Rp6 triliun.
APBD Bojonegoro tahun 2020-2021, menempati urutan tertinggi ketiga se-Indonesia. Pada 2022, nilai APBD Bojonegoro turun peringkat ke-4 dari kabupaten se-Indonesia.
Jumlah itu, tentu menunjukan bahwa pendapatan Bojonegoro cukup besar, jika dibanding daerah lain di Indonesia. Saat ini, ada 514 kabupaten/kota yang terdiri dari 416 kabupaten dan 98 kota di Indonesia. Dan APBD Bojonegoro tertinggi ke-4 dari 514 kabupaten lain.
Itu masih belum, Nabs. Ingat, Kota Bojonegoro juga mendapat aliran dana bagi hasil minyak dan gas (DBH migas) dan menerima pendapatan dari penyertaan saham Participating Interest (PI) Blok Cepu yang jumlahnya tak bisa dihitung pakai jari manusia. Hehe
Bojonegoro kini juga amat gencar membangun trotoar dan gorong-gorong jalan. Tentu itu wajar. Banyaknya jumlah pendapatan daerah, tak baik jika tak digunakan untuk menggenjot pembangunan. Terlebih, trotoar jalan adalah etalase daerah.
Dalam konsep Titenologi (ilmu Titen), baik buruk tata kota, konon bisa dilihat dari kondisi trotoar dan gorong-gorongnya. Kalau gorong-gorongnya sering macet, investasi dan perputaran ekonomi di daerah tersebut juga bakal sering macet.
Jadi wajar kalau Ulil Amri saat ini lagi demen banget mbangun trotoar. Selain mudah dilihat dan mudah dikenang sepanjang zaman, membangun trotoar juga memudahkan para pejalan kaki untuk melangkah menuju masa depan.
Tapi yang unik dan aneh dan paradoks dan yah, begitulah… Anggaran pendidikan Bojonegoro justru terbilang sangat rendah. Padahal, pendidikan itu trotoar juga lho, Nabs. Trotoar sekaligus jalan setapak menuju masa depan dan kemajuan peradaban. Iya kan?
Pada tahun 2021, anggaran urusan pendidikan Kabupaten Bojonegoro hanya sebesar 13,77 persen, menempatkan anggaran urusan pendidikan Kabupaten Bojonegoro berada diurutan terbawah di Jawa Timur.
Nabs, sumber data ini bisa dilihat dari Neraca Pendidikan Daerah (NPD) yang dipublikasikan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) pada laman websitenya.
Social Enginer sekaligus Montir Fenomena Sosial dari Poverty Resource Center Initiative (PRCi) Bojonegoro, Aw Syaiful Huda menyebut, anggaran pendidikan Kabupaten Bojonegoro memang kecil. Padahal, kita tahu, pendapatan belanja daerah Bojonegoro amat besar.
Nabs, berdasar data NPD Kemdikbud, tercatat pada 2021, di Bojonegoro terdapat 51 anak putus sekolah dari berbagai jenjang pendidikan, dengan rincian sebanyak 19 anak di tingkat Sekolah Dasar (SD), 6 anak di tingkat SMP, 6 anak di tingkat SMA dan 20 anak di tingkat SMK.
Perlu dicatat, dalam UUD 1945 pasal 31 ayat 4, dinyatakan negara harus memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.
Ingat ya, Nabs. Anggaran pendidikan itu minimal 20 persen dari APBD. Dan, anggaran pendidikan Bojonegoro tahun 2021 cuma 13,77 persen. Hehe
Mandat konstitusi ini, kemudian diperkuat dengan UU Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003. Dinyatakan secara tegas dalam pasal 49 ayat 1 UU 20/2003, dana pendidikan, selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan, harus dialokasikan minimal 20 dari APBN dan minimal 20 persen dari APBD.
Mengacu pada UU 20/2003 ini, pemerintah daerah wajib mengalokasikan anggaran pendidikan 20 persen dari APBD murni mereka. Alokasi 20 persen ini tentu di luar dana transfer dari pemerintah pusat, dalam bentuk Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk sektor pendidikan.
Karena minimnya jumlah anggaran pendidikan, jangan heran kalau Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Bojonegoro sampai saat ini masih relatif rendah. Dari data Badan Pusat Statistik (BPS), pada 2021 lalu, nilai Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Bojonegoro sebesar 69.59. Menempati rangking ke-26 dari 38 kabupaten/kota di Jawa Timur.
Pemda sesekali memang harus memahami konsep semiotika. Bahwa pendidikan dan trotoar itu mirp. Keduanya sama-sama mempermudah individu untuk melangkah menuju masa depan.
Trotoar dan gorong-gorong yang baik mempercepat langkah menuju tujuan. Pendidikan yang baik juga mempercepat menyongsong masa depan.
Dengan memahami konsep semiotika itu, niscaya semangat memperbaiki pendidikan juga bakal sebesar semangat membangun trotoar dan gorong-gorong.