Kenangan masa kecil tak mungkin bisa diingat sebagai hal yang nyata. Tapi bagi orang tua, momen tumbuh kembang kita melekat abadi dalam memori mereka.
Saya ingin mengawali tulisan ini dengan pertanyaan, apakah kita bisa melihat udara? Jawabannya adalah tidak, tapi, apakah itu berarti udara tak ada? Tidak juga. Kita semua tahu udara itu ada, karena dari situ kita kemudian bisa bernafas. Ini berarti kita melihat dampak dari keberadaannya yang bisa kita rasakan.
Sama halnya dengan ketika kita kecil. Apakah kita mengingat ketika kita berusia 1 tahun? Tentu saja tidak.
Yang dapat kita ingat, paling banter, adalah masa balita. Momen berkesan yang samar-samar saja lewat di ingatan. Seperti kabut yang bisa lintas dan hilang pada waktu-waktu tertentu. Tapi apakah berarti kita tak pernah kecil?
Kita tak akan berada pada usia kita saat ini tanpa pernah melewati masa 1 tahun pertama dan masa-masa di dalam kandungan.
Mengapa kita tak mampu mengingat semua itu? Saya sendiri tidak tahu secara pasti mengapa, tapi kita bisa menalar bahwa di masa-masa itu, indera kita belum berfungsi sempurna, termasuk otak yang merangkum semua ingatan dan mengenali semua rangsangan yang terjadi di sekitar.
Hal yang bisa kita lakukan adalah meminjam tangan dari orang lain. Tangan yang lebih panjang untuk meraih hal-hal yang terletak di tempat yang dalam.
Kita mendengar banyak cerita tentang diri kita di masih kecil, terlebih pada momen perkumpulan keluarga, karena memang merekalah yang ada di sekitar dan menjadi saksi tumbuh kembang diri kita di masa kecil.
Cerita-cerita yang kita dengar itu mirip seperti dongeng, kita tak bisa mengingatnya secara pasti, tapi imajinasi mengantarkan kita menyusun gambaran, atau adegan, yang mirip sekali dengan fiksi.
Saya tak pernah ingat bahwa saya lahir dengan berat 2,2 kg, atau Bapak saya menggendong saya dengan alas bantal kecil kemana-mana, atau cerita bahwa ibu saya terjatuh saat mengandung saya. Sama sekali tak ada yang saya ingat. Dari mana saya tahu? Dari Bu Lik, Bu De, Pak De, Mbah, dan para tetangga.
Sama halnya ketika saya menyaksikan adik saya lahir dengan tubuh yang merah sekali. Tentu dia tak ingat, tapi saya tahu itu terjadi. Masa-masa yang tak kita ingat itu adalah masa-masa paling genting dan paling lemah dalam hidup.
Nabsky mungkin pernah mendengar kenakalan kita semasa batita dari orang-orang terdekat. Ada yang mendengar bahwa semasa kecil, ia sering menangis di tengah malam. Ada yang mendengar bahwa dirinya hanya mau tidur setelah digendong bapaknya.
Ada yang mendengar bahwa dirinya pernah menggigit anak tetangga saat berusia setahun. Ada yang mendengar bahwa dirinya pernah terjatuh di kolong tempat tidur. Dan semua yang kita dengar seperti fiksi yang sejujurnya tak pernah kita ingat karena tak terproses di otak saat itu, atau alasan lain.
Nabsky mungkin akan tersenyum malu mendengar tingkah-polah kita semasa kecil, mungkin juga merasa geli. Samar-samar, otak kita membayangkan kejadian itu, dan memvisualkan di dalam otak.
Dan, hal yang kadang luput dari setiap cerita itu adalah konsekuensinya. Dari kita yang mungkin sering terbangun dan menangis di tengah malam, keluar-masuk rumah sakit, melukai diri sendiri atau orang lain adalah kerepotan yang dialami orangtua.
Ada ibu dan ayah yang harus siap bangun di malam hari untuk Kembali menidurkan anak bayinya yang menangis. Ada ibu yang lecet putingnya kala menyusui bayinya yang sedang aktif menggigit akibat tumbuh gigi baru.
Ada ibu dan ayah yang panik membawa bayinya ke dokter lepas si bayi mengalami kejang. Ada ibu yang siap menerima omelan tetangga karena bayinya memukul atau menggigit bayi lain tanpa sengaja, atau kala membuat keributan di malam hari, dan lain sebagainya.
Cerita masa kecil kita amatlah menggemaskan untuk dikenang. Tapi bersamaan dengan itu, ada perjuangan ibu dan ayah yang membesarkan kita. Rasanya kita tak pernah selesai mengganggu orangtua kita.
Mulai dari ketika kita menghuni perut ibu, menyiksanya dengan rasa mual, rasa sakit, rasa harap-gembira, dan kecemasan. Dan menghadapi semua itu, seorang ibu harus tetap menjaga Kesehatan, menjaga pola makan dan pikiran.
Apa saja dan berapa saja makanan yang masuk ke diri ibu harus dibagi dua dengan bayi di dalam perutnya, kita. Sampai akhirnya kita lahir membawa kebahagiaan dan harapan bagi orangtua.
Sekali lagi, kenangan itu tak mungkin bisa kita ingat sebagai hal yang nyata, tapi bagi orangtua, momen kelahiran dan tumbuh kembang kita melekat dan membekas, karena otak mereka merekam itu dan menyimpannya sebagai memori yang penting. Meletakkannya pada klasifikasi arsip vital dari semua ingatan yang mereka simpan. Tak terlewatkan, tak terhapuskan.
Kelak, barangkali kita akan menjadi orangtua, atau beberapa di antara kalian telah menjadi orangtua. Pada masa itu, kita akan tahu mengapa momen itu tak terlupakan. Setelah ini, kalian bisa mengunjungi ibu kalian untuk mendengar Kembali kisah-kisah masa kecil itu.
Saya yakin, tak ada yang dilupakan, kecuali jika kemampuan otaknya sudah melemah akan usia. Seorang anak, sepanjang hidupnya tak pernah selesai “mengganggu” orangtua, dan itu sudah takdirnya.
Barangkali di antara kalian telah kehilangan ibu atau ayah, atau keduanya, lewat doa kalian bisa terus sambung mereka. Karena konon, dalam salah satu agama dikatakan bahwa amalan yang tak putus adalah doa anak yang soleh.