Mereka yang merasa benar akan sombong diri dan yang merasa tersiksa akan rendah diri. Dan sialnya, sombong diri dan rendah diri adalah penyakit yang amat mengganggu irisan Diagram Venn kehidupan sosial.
Genre sama dengan ragam. Warna. Atau apapun yang memicu garis beda terhadap orang lain. Hidup harus ada genre. Biar tidak cerah saja. Atau mendung saja. Tapi warna-warni. Genre, bisa dimaknai sebagai karakter.
Saat seorang manusia terlahir di muka bumi, dia langsung dihadapkan pada pilihan genre: laki-laki atau perempuan. Setelah itu, dia dihadapkan pada opsi genre keyakinan seperti Hindu, Budha, Kristen atau Islam.
Setelah memasuki masa remaja, dan tentu saja telah memeluk satu di antara genre-genre keyakinan itu, dia dihadapkan pada genre yang lain. Yakni, passion hidup: olahraga, musik, atau bermacam hobi lainnya, yang bedebahnya, masing-masing passion itu bisa diiris menjadi folder-folder dengan irisan yang lebih tipis.
Ada banyak macam genre dalam olahraga yang masing-masing nama, bisa digenrekan menjadi genre dan subgenre yang lebih kecil. Begitupun musik, banyak genre di dalamnya yang tiap nama bisa digenrekan menjadi genre dan subgenre lebih kecil.
Sampai di sini, genre terbentuk melalui sebuah konvensi: aturan tak tertulis yang dilakukan secara berulang-ulang, serta diterima sebagai suatu hukum. Ia membudaya dalam tiap individu pemeluknya.
Dalam hal apapun, setiap individu akan memeluk satu genre. Dan genre yang terpeluk, tentu punya potensi berbeda dari genre yang dipeluk oleh individu lain. Sehingga, perbedaan proses-memeluk-genre itu kian mewarnai ranah sosial.
Genre dan ruang sosial, memang serupa Diagram Venn. Ia terpisah sekaligus menyatu. Ia menyatu namun sesungguhnya terpisah. Tapi, meski terpisah-menyatu, ada bagian yang sambung: irisan.
Kita memeluk keyakinan berbeda tapi pakai pakaian yang sama. Kita menyukai jenis olahraga berbeda tapi pakai lapangan yang sama. Kita menyukai musik berbeda tapi pakai gitar yang sama. Bukankah itu seperti irisan Diagram Venn?
Tapi, tak semua individu paham jika cara kerja genre terhadap ruang sosial serupa penggambaran Diagram Venn. Butuh kedewasaan untuk memahaminya. Dan celakanya, bukan jenis kedewasaan yang prematur.
Ikan yang dipaksa hidup di kandang kambing, tentu akan cepat menemui ajal. Sebab, ia tak hidup dalam genre yang cocok. Kambing yang dipaksa hidup di dalam kolam lele, tentu bakal masuk angin dan mati. Sebab, tak sesuai dengan genre yang dipeluk.
Namun, jika menggunakan konsep irisan, kondisinya berbeda. Meski ikan dan kambing punya genre yang berbeda, mereka tetap bisa hidup bersama. Sebab, mereka diletakkan di sebuah kandang, yang di dalam kandang itu terdapat kandang kambing dan kolam ikan.
Sialnya, butuh kedewasaan untuk memahami konsep tersebut. Dan lebih sialnya lagi, bukan jenis kedewasaan prematur, yang berdinding lemah saat menerima sentuhan perbedaan.
Secara psikologis, ada dua sebab kenapa seseorang menjadi fanatik buta terhadap sebuah genre. Jika bukan merasa paling benar, ya merasa paling tersiksa (playing victim). Ini masalah yang sederhana sebenarnya. Sebab, merasa paling benar dan merasa paling tersiksa hanya terjadi pada mereka yang belum “selesai” pada dirinya sendiri.
Mereka yang benar akan merasa sombong diri dan mereka yang tersiksa akan merasa rendah diri. Dan sialnya, sombong diri dan rendah diri adalah penyakit yang amat mengganggu irisan Diagram Venn kehidupan sosial.
Karena itu, untuk menjaga kesehatan Diagram Venn kehidupan sosial, seorang individu harus memiliki kedewasaan yang matang. Bukan kedewasaan yang prematur. Kedewasaan yang sudah “selesai” dengan dirinya sendiri.