Beberapa waktu lalu, seseorang yang mengaku lulusan Universitas Indonesia (UI) menganggap gaji Rp 8 juta bukan standar yang layak untuk dia yang merupakan alumnus universitas terkemuka di Indonesia.
8 juta buat apa? 5 bulan saja belum pasti BEP dengan biaya pendidikan. Mungkin saja 8 juta cukup buat seminggu. Terlebih hidup di kulon sana. Plus lulusan universitas ternama.
Sekarang bukan universitas yang mendompleng nama, karena input mahasiswanya pintar-pintar. Tapi jadi kebalik, mahasiswa yang mendompleng nama universitas.
Obrolan gaji 8 juta sempat mencuat di lini massa. Kabarnya lulusan universitas ternama. Menolak kerja dengan tawaran nominal gaji 8 juta. Segeralah muncul netizen. Dengan berbagai cerita kisah terdahulunya.
Lemparan argumen terjadi antara satu netizen dengan netizen lainnya. Sampai banyak juga orang-orang sukses. Beserta cerita masa lalunya. Muncul juga cerita gaji pertama saat kerja.
Ada juga yang satu seragam dengan mahasiswa lulusan baru ini. Menyayangkan apa yang diperbuat oleh adik tingkatnya. Seakan sikap adik tingkatnya. Tidak mencerminkan lulusan dengan menyandang nama besar universitas.
Positifnya mahasiswa lulusan baru ini sangat percaya diri. Bisa membrandol harga jerih payahnya. Tidak mudah bagi semua orang. Untuk bisa menentukan harga jasa yang diberikan.
Pasti kamu bingung juga. Kalau ditanya berapa upah yang pantas buat kamu. Kalau si mahasiswa lulusan baru ini bisa membrandol harganya sendiri. Tentu itu sebuah kelebihan bukannya malah dicerca oleh berbagai kisah kamu yang terdahulu.
Jangan pernah menyamakan standar kamu dengan orang lain. Belum tentu mahalnya kamu sama dengan mahalnya orang itu. Yang perlu diingat jika bisa melabeli diri dengan nominal yang tinggi. Tentu juga harus diimbangi dengan skill yang kamu bawa.
Jangan asal membrandol nominal diri saja. Tapi tidak membawa skill. Yang bisa kamu tawarkan untuk sebuah kontribusi. Upgrade skill kamu sebaik mungkin. Sehingga kamu punya daya tawar yang tinggi.
Biar sama-sama enak antara diri kamu dengan perusahaan tempat kamu bekerja. Buat perusahaan juga jangan langgar hak karyawan. Udah lewat jam kerja masih saja karyawan dihubungi.
Belum lagi hak-hak karyawan lainnya. Seperti cuti haid dan sebagainya. Pernah kan kamu ditelpon atau chat atau menerima email dari client lewat jam kerja. Tidak salah juga jika mahasiswa lulusan baru ini meminta lebih nominal bulanannya.
Yang jadi pertanyaan dari fenomena ini, Si mahasiswa lulusan baru ini emang benaran atau hanya nge-troll saja ya? Kalaupun benar adanya, angkat topi buat si mahasiswa. Kalaupun hanya nge-troll berarti masih banyak orang baik dan peduli di negeri ini.
Buat si mahasiswa lulusan baru. Semoga bisa dapat kerja yang sesuai. Sesuai dengan harapannya. Tidak hanya nominal upah saja. Tapi juga dapat kesejahteraan karyawan yang sebenarnya.
Buat kamu yang masih cari-cari kerja. Selagi waktu senggang. Upgrade skill kamu. Banyak tutorial kalau kamu mau menyusuri dunia digital. Nek ape oleh jatah yo kudu obah. Begitu kata si Mbah.
Satu lagi pertanyaan besar. Di era sekarang apakah pernyataan dari kualifikasi syarat lamaran. “Memilik pengalaman” masih berlaku? Sedang untuk mendapat pengalaman, kamu harus bekerja dulu. Tapi bagaimana mau dapat pekerjaan. Jika kamu tidak memiliki pengalaman?
Hmmm alangkah membingungkannya tulisan ini.