Kekalahan Manchester United (MU) atas Villareal dalam UEFA European League (Piala Eropa) beberapa waktu lalu, tak hanya menyisakan kesedihan, tapi juga hikmah yang tak berkesudahan.
King Leonidas melakukan blokade jalur transportasi untuk memaksa tentara Persia yang dipimpin Xerxes melewati satu-satunya jalan berupa celah sempit di kaki gunung. Strategi King Leonidas didasari sebuah fakta penting: Pasukan Sparta yang dipimpinnya kalah jumlah dibandingkan pasukan Persia.
Strategi pasukan Sparta melawan Persia dalam Battle of Thermophylae di atas memaksa keuntungan jumlah pasukan yang dimiliki Persia tidak berarti saat melalui celah sempit di kaki gunung.
Hal ini menjelaskan salah satu prinsip dalam peperangan: Kemenangan dalam peperangan selain diukur dari kemampuan diri sendiri, juga sangat tergantung dengan keunggulan lawan. Mengoptimalkan kemampuan diri, di saat bersamaan, meminimalkan keunggulan lawan.
Kisah di atas, tampak sekali dalam laga final Piala Eropa (UEFA European League) antara Villareal melawan Manchester United. Skuat Villareal dilihat dari banyak aspek tentu kalah mentereng dari skuat Manchester United: Kemampuan teknis maupun gaji.
Unai Emery berhasil memaksimalkan keunggulan permainan atas Ole Gunnar Solskjaer, meski dengan penguasaan bola minimal. Bermain rapat dan dalam dengan dua bek sentral yang kokoh, Villareal sulit ditembus oleh Manchester United yang biasanya menembus lewat sisi sayap kiri. Rashford dan Shaw yang biasanya beroperasi di sisi kiri penyerangan MU sedang tidak dalam permainan terbaik dan kesulitas memasuki area pertahanan Villarreal.
Fakta lain adalah: Sosok kunci permainan MU adalah Bruno Fernandes. Unai Emery lagi-lagi berhasil mematikan permainan MU. Sosok Etienne Capoue layak memperoleh predikat Man of the Match setelah sepanjang laga berhasil mematikan Bruno Fernandes sepanjang laga. Emery menginstruksikan Capoue untuk berdiri statis di ruang antarlini (di depan bek di belakang gelandang), ruang yang menjadi area operasi Bruno Fernandes. Dan Capoue sukses. Emery sukses.
Faktor kunci lain keberhasilan Villareal adalah ini: Kelemahan MU sepanjang musim adalah kebobolan melalui skema set-piece dari bola mati: Tendangan bebas atau tandangan pojok. Villareal berhasil unggul gol di babak pertama melalui skema tendangan bebas. Villareal sukses memaksimalkan kemampuan diri, sekaligus memanfaatkan kelemahan lawan.
Kredit tentu layak diberikan kepada Unai Emery (berhasil memperoleh empat kali juara UEL dari lima kali kesempatan menjajal final). Felix qui potuit rerum cognoscere causas. Kalimat sakti dari Virgil, penyair Romawi Kuno, tepat untuk menggambarkan sosok Unai Emery dalam final UEL. Kalimat itu berarti: Beruntunglah ia yang memahami sebab dari segala sesuatu.
Unai Emery sangat detail dalam mempersiapkan laga final, dan tampaknya pengalaman empat kali final sebelumnya (dibandingkan nol pengalaman final pelatih MU), berbicara. Startegi bertahan rapat dengan sesekali memaksa MU melakukan pelanggaran di area bermain MU atau mencari tendangan pojok menjadi pilihan. Ditambah lagi dengan pergangian pemain yang memperkuat sektor sayap terbukti berhasil. Dan tentu saja, eksekusi penalti adalah puncaknya.
Lantas bagaimana dengan Manchester United? Kekalahan final tentu menyakitkan. Apalagi sudah empat musim tanpa memperoleh gelar adalah hal yang tidak bisa diterima oleh tim sekelas Manchester United.
Akan tetapi ada hal yang layak dijadikan pelajaran: Selepas laga, manajemen MU tetap memberikan dukungan kepada Ole Gunnar Sskjaer sebagai pelatih MU dan akan diduking dana untuk merekrut 3-4 pemain.
Banyak pihak menyepakati progres skuat Manchester United sekarang. Skuat yang ada sekarang ini telah menunjukkan kestabilan meskipin kepingan puzzle belum tertutup semuanya. Setidaknya, sebagaiamna dikatakan Ole, 3-4 pemain akan melengkapi skuat yang dimiliki MU sekarang ini.
Semoga kejadian kalah di final ini menjadi titik tolak sebagaimana yang dialami Jurgen Klopp di Liverpool. Setelah kalah di final UEL tahun 2016 oleh Sevilla yang juga dilatih Unai Emery, Klopp merekrut Mohammed Salah. Setahun kemudian merekrut Sadio Mane. Beres memperbaiki sektor penyerengan, Klopp merekrut Virgil van Dijk, lalu ujung kepingan puzzle-nya ada pada sosok kiper Alisson Becker. Hasilnya: Trofi UCL 2019 dan EPL 2020.
Tentu itu harapan pendukung MU. Jika sudah tidak memiliki harapan, apa lagi? Jadi fans Manchester City? No. BIG NO.