Teknologi memang bisa memperpendek jarak dan waktu. Namun, secanggih apapun teknologi, ia tak akan sanggup menunaikan rindu.
Manakah yang lebih tepat: “Adanya jarak menyebabkan hadirnya rindu?” atau “Hadirnya rindu menyebabkan munculnya jarak?” Masing-masing situasi bisa menghadirkan jawaban berbeda. Yang pasti, rindu dan jarak ada untuk saling mengisi.
Siang ini aku membawa kendaraan untuk diservis di sebuah bengkel Jalan Gajah Mada Bojonegoro. Kebetulan aku sangat kenal dengan kepala bengkel. Bisa jadi karena usia yang sepantaran. Kami sering bertukar cerita tentang banyak hal. Perihal keluarga, tak terkecuali. Termasuk siang tadi.
“Aku sudah enam bulan tidak pulang ketemu ibu,” ujarnya. Selama pandemi dia memilih tidak pernah pulang ke rumah orang tuanya di Kota M. “Rindu, tentu saja,” pungkasnya. “Oh, sama. Kami hampir tujuh bulan tidak ke rumah mertua di Yogya,” ujarku menimpali.
Betapa jarak bisa dimampatkan dengan teknologi. Kecepatan dan kerapatan hadir dari kemajuan. Zaman bisa memperpendek jarak. Namun rindu tetap tidak bisa diselesaikan dengan teknologi. Layar gawai yang memunculkan wajah dan suara, tetap tidak bisa mengobati rindu. Layar datar tidak bisa menyelesaikan rasa rindu yang tidak datar, alias kompleks.
Rindu itu serupa cinta. Sesuatu yang kompleks. Lebih dari sekadar definisi. Bahkan mungkin tidak memerlukan definisi. Yang dibutuhkan adalah perasaan yang hadir di jiwa, mekanisme kerjanya, dan penyalurannya. Rindu terasa ada dan hadir, namun bentuk fisiknya tak terungkap jelas.
Rindu adalah bagian dari kerja jiwa. Ia bisa melemahkan juga menguatkan. Rindu yang tidak terkelola dengan baik bisa menjadi sebab jiwa tak bergairah, akibatnya daya menjadi lemah dan goyah. Sebaliknya rindu yang terkelola dengan baik, serupa santapan jiwa yang mampu menghadirkan energi penggerak dahsyat.
Barangkali, rindu yang dimaksud oleh Bimbo adalah rindu yang menggerakkan; rindu yang benar-benar dirindukan. Rindu Rasul, tidak pernah bertemu, terpisah jarak juga waktu yang jauh. Rindu bertemu Rasul menjadi penyemangat jiwa untuk mengikuti dawuhnya. Rindu yang menggerakkan ini, lahir dari sebuah pemahaman dan kesadaran.
Sebaliknya, rindu yang penuh melankolia akan hadir sebagai sebuah pengutukan terhadap jarak. Jarak adalah ruang penjara yang menjadi sebab rindu tak tersampaikan. Rentang jarak yang tercipta serupa ruang yang penuh dengan cecurhatan. Ruang rindu menjadi penuh kata-kata manis dan puitis. Perilaku yang posesif dan nekat bisa jadi akan hadir. Jika ruang rindu yang ada semakin sesak.
Betapa begitu rindu, namun kondisi situasi pandemi tidak memungkinkan. Rindu yang diikuti kesadaran akan melahirkan sikap yang tetap terukur dan rasional. Rindu akan membawa kepada keselamatan jika dikelola dengan tepat.