Untuk menemui Minggu, Sabtu hanya butuh waktu sehari. Tapi untuk menemui Sabtu, Minggu butuh waktu berhari-hari. Akhir pekan mengajarkan pada kita tentang betapa menemui cinta memang tak pernah sederhana.
Sabtu dan Minggu jadi hari yang konon teramat penting bagi muda-mudi. Sepasang hari yang kerap disebut sebagai akhir pekan itu, dengan semena-mena, bahkan jadi simbol cinta sekaligus indikator waktu bahagia atau sedih seseorang.
Padahal, mereka yang sering mengejek para jomblo akan bersedih di akhir pekan, adalah orang-orang yang kurang merenung. Sebab, jika mereka merenung, tentu tahu betapa cinta dan jodoh memang rumit dan tidak sederhana.
Cinta tampak begitu mudah didapat bagi mereka yang sudah berpasangan. Tapi, bagi para jomblo, kadang cinta begitu sulit ditemui. Bukan karena tidak bisa menemui, tapi tidak semua yang ditemui cocok dengan hati.
Karena itu, menyiram para jomblo dengan kuah ejekan berbasis kesedihan di akhir pekan, adalah tindakan yang harusnya dijauhi. Sebab, akhir pekan sendiri telah mengajarkan betapa sulitnya jodoh dan cinta ditemui.
Kalau mau merenung lebih dalam, sebenarnya, akhir pekan sudah menjelaskan pada kita tentang betapa rumitnya proses cinta dan jodoh itu dipertemukan —- sebuah pertemuan yang bahkan nisbi butuh perjuangan.
Oke, anggap saja akhir pekan adalah simbol dari cinta ataupun jodoh. Untuk menemui Minggu, Sabtu hanya butuh waktu sehari. Namun untuk menemui Sabtu, Minggu butuh waktu berhari-hari. Itu menunjukkan betapa rumitnya cinta dan jodoh bertemu.
Tapi, apakah mereka tidak bisa bertemu? Tentu tidak. Semua pasti bisa bertemu. Buktinya, hari Sabtu tetap disebut sebagai malam Minggu. Di situlah letak misteri momentum pertemuan jodoh.
Cinta dan Jodoh tidak Datang Tiba-tiba
Sejujurnya, di dunia ini, tidak pernah ada cinta pada pandangan pertama. Sebab, jika cinta adalah simbol kecocokan, ia butuh waktu untuk mengamati, memastikan, sekaligus menampakkan rasa cocok.
Sebuah penelitian yang dipublikasikan dalam Journal of the International Associations for Relationship Research menemukan bahwa cinta pada pandangan pertama lebih mendekati nafsu belaka. Bukan cinta melainkan nafsu.
Caitlin Bergstein, salah seorang pakar psikologi hubungan, bahkan mendukung hasil penelitian itu. Dia mengaku bahwa cinta pada pandangan pertama hanyalah reaksi biologis dari nafsu dan ketertarikan semata. “Nafsu instan ini biasanya gagal dengan cepat,” katanya.
Jadi, Nabs, jika kamu mengaku merasakan cinta pada pandangan pertama, mungkin itu lebih pada ketertarikan semata. Ketertarikan itu bisa disebabkan dari fisik atau justru ilusi bersama. Sebab, kemunculan cinta memang butuh waktu.
Jodoh dan cinta, bisa saja lahir dan muncul dari kebiasaan. Terutama jika kebiasaan itu melahirkan rasa nyaman. Mereka yang semula tak menghadirkan rasa cinta, bisa langsung saling menjatuhkan rasa akibat kenyamanan bersama.
Jadi, jangan heran jika ada orang yang awalnya tidak memendam rasa apapun, ujug-ujug saling memunculkan percik cinta. Sebab, dalam kebersamaan ada proses mengamati, memastikan, sekaligus menampakkan rasa cocok.
Nabs, buat kamu yang akhir pekan ini masih sendiri, bersabarlah. Sebentar lagi jodohmu akan datang. Sebab, sesuai konsep Tauhid Rububiyah, sebenarnya dia sudah diciptakan jauh-jauh hari. Bahkan, bisa jadi, dia sudah sangat dekat denganmu.
Jodohmu, mungkin datang dari sosok yang sudah lama kamu kenal tapi belum pernah kamu sadari kehadirannya. Atau bahkan belum pernah kamu kenal dan ujug-ujug hadir begitu saja. Percayalah, Tuhan hanya menunggu momentum yang pas untuk mempertemukan kalian berdua.