Fariduddin Attar merupakan sosok sufi penyair legendaris. Ialah sosok yang memberikan buku kepada Jalaluddin Rumi sewaktu Rumi masih muda. Bahkan, Attar telah memprediksi jika kelak, Rumi akan menjadi sosok besar.
Pada awalnya, Attar hanya seorang penjual minyak wangi. Perjalanan hidupnya berubah tatkala suatu hari, di toko minyak wanginya yang teramat besar itu, didatangi seorang fakir miskin yang sudah tua renta.
Attar segera bangkit dari tempat duduknya dengan menghina dan mengusir orang tua miskin yang di sangkanya pengemis itu. Orang tua miskin itu pun menjawab dengan tenang.
“Jangankan meningkalkan tokomu, meninggalkan dunia dan kemegahan dunia ini bagiku tidak sukar! Tetapi bagaimana dengan kau? Dapatkah kau meninggalkan kekayaanmu, tokomu dan dunia ini?” Jawab si orang miskin tadi.
Attar pun tersentak. Lalu, dengan spontan pula, Attar menjawab lantang, “Bagiku juga tidak sukar meninggalkan duniaku yang penuh kemewahan ini!”
Sebelum Attar selesai menjawab, orang tua itu jatuh dan meninggal di tempat. Attar terkejut. Kemudian, besoknya ia menguburkan orang tua miskin itu. Dari kejadian itu, Attar kemudian menyerahkan toko miliknya kepada sanak saudaranya.
Attar pun pergi mengembara tanpa membawa bekal sedikitpun untuk belajar dan menemui para guru tasawuf. Attar kemudian belajar dengan Syekh Buknaddin.
Dan setelah itu, ia belajar dengan seorang sufi bernama Abu Sa’id bin Abil Khair. Mulailah ia menimba dan memperdalam pemikiran sufi, dalam teori maupun praktik.
Selam 39 tahun, ia mengembara ke berbagai negeri. Belajar di pemukiman para Waliyullah dan mengumpulkan tulisan-tulisan dari para sufi. Kemudian ia kembali ke Nisyapur dan menghabiskan sisa hidupnya di kota itu.
Attar diberi gelar para sufi pada masanya dengan sebutan Saitu al Salikin (cemeti orang-orang sufi), karena ia mampu memimpin sekaligus membakar cinta mereka dalam menuangkan kasih rindu ke dalam karya-karya puisi ketuhanan yang indah.
Buku-buku yang telah ditulis Attar antara lain: Thadzkiratul Auliya, Ilahi Namah, Musibat Namah dan yang paling terkenal sekaligus mempengaruhi banyak sufi dan penyair lainnya, Mantiqut Thair (Musyawarah Burung) — buku yang menginspirasi karya Jalaluddin Rumi.
Di masa tuanya ia dikunjungi oleh Jalaluddin Rumi yang waktu itu masih muda. Attar memberi hadiah sebuah buku berjudul Asrarname kepada Jalaluddin Rumi. Rumi pun menatap dirinya sembari berkata, “Attar telah melintasi tujuh kota cinta, sementara kami hanya sampai di sebuah jalan tunggal.”
Selain menghadiahi buku, Attar juga mengatakan sesuatu yang kelak tak pernah dilupakan oleh Rumi. Attar saat itu meramal, bahwa suatu saat nanti Rumi akan menjadi sosok besar nan dikenal dunia.
Dan benar saja, kini siapa yang tak mengenal Rumi. Bahkan, UNESCO menetapkan 2007 sebagai “Tahun Rumi”, bertepatan peringatan 800 tahun kelahiran Jalaluddin Rumi.
Attar meninggal dunia ketika sedang mengajar. Pada 1220, Attar ditangkap saat ia berusia 110 tahun oleh pasukan Barbar yang menyerang Persia dibawah pimpinan Jenghis Khan.
Fariduddin Abu Hamid bin Ibrahim atau Fariduddin Attar memang misterius dan tak banyak yang tahu perihal kehidupannya. Namun, ada yang mengatakan bahwa beliau lahir di Nisyapur, Persia Barat Laut circa 506 H/1119 M. Dan meninggal pada 607 H/1220 M. di Syaikhuhah dalam usia 110 tahun.
:::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::
Selama Ramadhan ini, redaksi Jurnaba.co berupaya menghadirkan kisah-kisah pendek bermuatan hikmah. Semoga bisa jadi kisah yang asyik dibaca sambil menunggu waktu berbuka.