“Belum kenyang kalau belum makan nasi sama Indomie,” tulis caption seseorang di Instagram beserta foto dirinya yang sedang fine dining dengan latar belakang Menara Eifel.
Itulah yang disebut dengan humble bragging atau humble brag. Sebuah teknik komunikasi di mana seseorang ingin pamer atau menunjukkan sesuatu kepada orang lain dengan cara yang terlihat rendah hati. Merendah untuk meninggi.
Seperti caption yang ditulis di awal. Penulis caption menyampaikan pesan ke khalayak bahwa dirinya ingin makan nasi dan Indomie. Padahal, pesan yang ingin disampaikan sebenarnya adalah “Hei, lihat semuanya! aku lagi fine dining di Paris nih! lagi di dekat Menara Eifel!”.
Di era tekonologi media sosial seperti sekarang ini, eksistensi memang jadi hal yang dikejar. Upaya untuk pamer mungkin tak sesulit 20 atau 30 tahun yang lalu. Kalau mau pamer tinggal login ke media sosial yang dipunyai. Mudah dan tak ribet sama sekali.
Media sosial pun menjadi wadah paling sempurna untuk menunjukkan eksistensi diri seseorang. Mau unjuk diri lewat foto, video bahkan teks sekalipun semuanya bisa disalurkan ke berbagai media sosial ternama.
Cara untuk menujukkan eksistensi pun bermacam – macam. Ada yang langsung pamer dengan menunjukkan kekayaan, kepintaran hingga paras cantik maupun tampannya. Namun ada pula yang menggunakan teknik pamer terselubung alias humble brag.
Fenomena humble brag memang sangat sering ditemui di era media sosial. Semua orang berlomba – lomba menunjukkan eksistensinya di medsos dengan caption, foto, video dan medium lainnya. Hal tersebut dilakukan demi dapatkan pengakuan, validasi maupun atensi.
Dalam konsep humble brag, seseorang ingin menunjukkan kesuksesan atau pencapaiannya tanpa terkesan mencolok atau sombong. Seperti mau menyampaikan prestasi atau pencapaian dalam hidupnya, namun tanpa mengatakannya secara langsung. Kalau kata Gen-Z: sombong dengan gaya.
Dalam konteks komunikasi interpersonal, humble brag ini juga digunakan untuk menarik perhatian dari orang yang disuka. Melakukan humble brag lewat cara yang tepat bisa menarik atensi atau perhatian gebetan yang sedang diincar.
Misalnya ada cowok yang baru membagikan foto dirinya bersepeda dengan data jarak tempuh hingga 50 kilometer. Dalam foto tersebut ada caption “cari keringat tipis – tipis”. Lewat foto tersebut, si cowok berharap gebetan yang diincar berpikir seperti “wah, cowok ini pasti hidupnya sehat dan badannya atletis”.
Di sisi lain, humble brag itu sangat lekat dengan privilege orang – orang tertentu. Mereka yang lahir dan besar dari keluarga berkecukupan kadang tak sadar bahwa apa yang dikatakan dan diucapkannya itu adalah sebuah humble brag.
Misal ada seorang anak konglomerat yang baru merayakan kelulusan dari Harvard University. Ia kemudian mengunggah foto kelulusannya di Harvard ke platform Instagram dengan caption “Resmi jadi pengangguran”. Orang yang tak ber-privilege tentu akan geleng – geleng kepala ketika baca unggahan tersebut.
Namun harus dipahami juga bahwa humble brag itu bisa dilakukan siapa saja tanpa mengenal kelas maupun strata. Syaratnya cuma satu: ada hal yang bisa dipamerkan. Mau pamer habis liburan bersama pasangan kek, pamer dapat hadiah sepeda dari jalan santai kek, pamer setelah dapat uang dari judi online kek, dan lain – lain.
Fenomena humble brag bakal terus muncul selama media sosial seperti Twitter, Instagram hingga Tiktok masih eksis. Lalu, bagaimana kita semua menyikapi humble brag? Kalau kata Mbah Socrates: To find yourself, you have to think for yourself.