Masa depan bangsa berada di tangan para pemudanya. Itu yang diyakini presiden pertama Indonesia, Soekarno. Cukup dengan sepuluh pemuda, dia percaya mampu mengguncang dunia. Semangat tersebut tidak hanya dimiliki Indonesia. Negara lain pun sama. Hong Kong, misalnya.
“Beri aku seribu orang tua, niscaya akan kucabut Semeru dari akarnya. Beri aku sepuluh pemuda niscaya akan kuguncangkan dunia.”
Bung Karno paham betul apa yang dia katakan. Kalimat tersebut tak hanya masuk ke lubang telinga. Bahkan, berhasil membakar semangat hati para pemuda Indonesia. Saat ini, kalimat tersebut masih terus bergema di atmosfer Indonesia.
Saat ini, Hong Kong mengalami gejolak politik. Gejolak tersebut merupakan buntut dari munculnya Rancangan Undang-Undang (RUU) Ekstradisi yang kontroversi pada Februari 2019.
Asal kau tahu, RUU tersebut mengusulkan perubahan perjanjian ekstradisi. Perjanjian tersebut memperbolehkan penjahat yang tertangkap di Hong Kong diekstradisi ke China.
Banyak masyarakat Hong Kong yang kontra terhadap RUU tersebut. Alasannya, RUU itu akan mengganggu citra Hong Kong sebagai negara yang aman dalam urusan bisnis.
Dari situ, ribuan warga Hong Kong melakukan aksi demonstrasi turun ke jalan. Aksi tersebut berlangsung terus-menerus. Setiap waktu, jumlah pendemo terus bertambah.
Berbagai elemen masyarakat pun turut bergabung ke dalam aksi. Tidak terkecuali para pelajar. Melansir Aljazeera, lebih dari seribu pelajar sekolah menengah bergabung dalam barisan demonstran.
Itu terjadi di jantung kota Hong Kong pada Senin (2/9/2019). Mereka beraksi sambil bertahan agar tetap kering di tengah gempuran air hujan.
“Aku bisa tidak mengerjakan Pekerjaan Rumah (PR) hari ini, tapi kalau saya kehilangan Hong Kong? Apa yang tersisa untuk saya? Itulah kenapa penting bagi kami untuk menyuarakan dukungan untuk demokrasi,” kata seorang pelajar bernama Pearl Wong, dikutip dari Aljazeera.
Pearl Wong memilih tidak mengerjakan PR dan meninggalkan sekolah. Alasannya demi masa depan Hong Kong yang demokratis. Adanya masa depan negara yang baik, ada pula masa depan generasinya yang baik.
Karena itu, peran pemuda sangat penting bagi bangsa dan negara. Pendidikan itu penting. Tidak terbatas pada pelajaran sekolah, mengerjakan PR atau nilai rapor.
Pelajar Indonesia memiliki semangat yang sama. Terlebih lagi, hasil pendidikan di Indonesia menghasilkan pelajar yang terlewat kreatif. Bahkan, sejak bangku sekolah dasar sudah punya kemampuan tersebut.
Misalnya, seorang pelajar SD asal Kabupaten Lumajang. Sebut saja dia RAF. Dia duduk di bangku kelas 4 SD. Pada Hari Senin (26/8/2019) dia mengaku sempat diculik.
Melansir Merdeka, penculikan tersebut dilakukan tiga orang lelaki dewasa. Itu terjadi saat dia berangkat sekolah. Tepatnya di dekat sawah Batalyon Infantri 527 BY.
Dia bercerita bahwa sebelum dibawa penculik, dia berhasil kabur. Dia berlari dan bersembunyi di semak-semak. Heroik bukan? Ibunya melapor ke sekolah. Kemudian, kejadian itu segera ditangani Mapolres Lumajang. Setelah ditelurusi, nyatanya anak tersebut mengarang cerita ~
RAF mengarang cerita fiksi tersebut karena ingin bolos sekolah. Dia melakukannya karena tidak mengerjakan PR matematika. Anak tersebut takut jika masuk sekolah akan dimarahi gurunya.
Tidak mengerjakan PR merupakan tindakan yang tidak bertanggung jawab. Namun, cara yang dilakukan RAF cukup kreatif. Di usia yang masih sangat muda, dia mampu mengarang cerita yang terkesan ekstrem. Akibatnya, orang tuanya merasa malu. Pasalnya, berita tersebut sudah tersebar di seluruh pelosok Lumajang.
“Jika hal ini dibiarkan, bisa saja anak tersebut akan terus suka berbohong sampai dewasa nanti. Sangat dibutuhkan peran orang tua dan guru sebagai pendidik untuk mengajarkan budi pekerti tentang kejujuran kepada anak didiknya,” tutur Kapolres Lumajang, AKBP Muhammad Arsal Sahban.
Pendidikan moral penting diajarkan disamping pelajaran reguler. Tugas orang tua dan guru adalah mendidik, bukan hanya mengajar. Namun, kejadian tersebut membuktikan bahwa RAF memiliki kemampuan lebih. Dia mampu membuat cerita fiksi dan percaya diri untuk menceritakan.
Ini merupakan potensi anak. Hanya saja, perlu adanya wadah yang tepat. Melihat kejadian tersebut, hendaknya orang tua dan guru mampu mengarahkan anak. Sebagai generasi penerus bangsa, keberanian seperti yang dilakukan RAF dibutuhkan.
Siapa bilang anak kecil selalu jujur? Buktinya, anak asal Lumajang tersebut telah berbohong. Latar belakangnya pun terbilang sepele. Tetapi dampaknya cukup besar. Pasalnya, masyarakat sempat resah karena peristiwa tersebut.
Melihat kejadian seperti itu, kita harus mendidik dengan cara yang benar. Bukannya menyalahkan, tetapi perlu adanya arahan. Sejak dini, anak harus diberikan informasi yang benar. Mana yang harus dibela dan mana yang harus dilawan.
Jika pemuda Hong Kong meninggalkan PR demi masa depan bangsa, mengapa pemuda Lumajang meninggalkan PR demi diri sendiri yang ketakutan? Jelas perlu adanya orientasi pemahaman yang benar. Jika dibandingkan, mungkin tingkat keberaniannya sudah setara.
Dengan kecerdasan berpikir yang benar dan tepat, serta keberanian besar, pemuda yang dibutuhkan Soekarno akan muncul. Jadi, bukan tidak mungkin sepuluh pemuda Indonesia benar-benar mampu mengguncang dunia.