Gara-gara cuitan dari akun twitter @misskittypryde perihal sepatu lari (running shoes) dan sandal gunung, timeline twitter menuai keriuhan. Bahkan, memicu perkara tentang sepakat dan tidak sepakat.
Bagus juga sih mbak ini membuat netizen bermunculan dengan berbagai macam sudut pandang. Tentang pilihan menggunakan sepatu atau tidak, sebagai first impression di saat kencan pertama.
“Gregetan sama cowo yang ngedate pakai running shoes. Mungkin belum paham fungsi + estetika. Cewe sudah capek-capek dandan milih baju + heels, eh malah ketemu cowo yang urusan sepatu masih asal-asalan.” Begitu bunyi cuitan akun @misskittypryde.
Sekejap netizen terpicu untuk segera memuntahkan sepakat dan tidak sepakat. Atas apa yang ditulis sama mbaknya ini. Namanya saja juga isi dunia, pasti ada yang sepakat dan tidak sepakat. Kalau tidak seperti ini, dunia tidak akan bisa ramai.
Beramai-ramai, mbak ini dihujam penghakiman netizen. Mulai dari yang memuntahkan pendapat ribet hingga berbagi kisah yang dialami sendiri. Kalau kamu lihat kembali cuitan mbak ini, tidak ada yang salah dengan cuitannya lho.
Mbaknya hanya memuntahkan pendapat. Tentang penggunaan busana sesuai situasi dan kondisi. Atau bisa juga mbak ini bosan dengan apa yang dilihat setiap hari. Di mana running shoes mulai berseliweran di kota dan di desa. Laah kenapa jadi kayak bulutangkis ya?
Beberapa tahun terakhir, kredibilitas running shoes sedang naik. Mungkin dampak adanya pemimpin negara yang suka menggunakan running shoes dalam keseharian. Tampil sederhana ala kadarnya, santai bisa, resmi bisa. Hmmm seperti tagline sarung yha, Nabs.
Setuju juga sih sama apa yang dilakukan pemimpin negara ini. Perlahan meredupkan peninggalan lama. Yang dulunya di manapun kapanpun selalu menggunakan sepatu pantofel.
Kembali lagi ke cuitan mbak ini. Kalau kamu lihat lagi, mbak ini hanya ingin menumbuhkan rasa saling menghargai. Di mana, saling menghargai kini sudah sulit ditemui pasca kericuhan Pilpres.
Mbaknya kan bilang seperti ini, Cewe sudah capek-capek dandan milih baju dan heels, eh malah ketemu cowo yang urusan sepatu masih asal-asalan. Nah ini urusan sepatu masih asal-asalan. Mungkin netizen lebih terfokus oleh kalimat terakhir.
Kalau saya melihat, cuitan mbaknya lebih untuk mengajak saling menghargai satu sama lain. Sepatah kalimatnya, cewe sudah capek dandan malah ketemu cowo yang urusan sepatu masih asal-asalan.
Dari kalimat itulah, mbak ini sebenanrnya juga mengajak kita untuk saling menghargai satu sama lain. Agar persatuan ini semakin terjalin satu dengan lainnya. Jangan hanya kepancing gara-gara running shoes.
Saling menghargai satu dengan lainnya. Juga merupakan bentuk apresiasi terhadap orang lain di sekitar kita. Setidaknya, hargailah orang lain terlebih dahulu. Sebelum kamu minta dihargai oleh orang.
Terkait ini menyangkut first impression saat first date atau apalah itu, terserah kamu. Saya pun tidak mempermasalahkan perihal yang menyangkut first impression saat first date. Tapi saya lebih melihat dari sisi adanya rasa saling menghargai satu sama lain.
Mungkin para kolektor running shoes terpicu gegara cuitan mbak ini. Hingga menyajikan seberapa mahal running shoes yang dimilikinya. Daripada pantofel imitasi yang bikin kaki lecet kalau tidak pakai kaos kaki.
Belum lagi yang memuntahkan pendapat sederhana. Lebih memilih dan bergabung dalam tim sandal jepit. Tampil sederhana ala kadarnya dengan sedikit beranggapan kalau tampilannya paling simple dan gak ribet.
Bersyukurlah kamu yang pernah mengalami kejadian seperti ini. Yang meribetkan first date dan running shoes. Masih mending first date dengan running shoes. Belum pernah kan dikejutkan dengan first impression saat first date dengan kesendirian? Eh