Katakan pada dia, bahwa saat ini aku sedang tak ingin dijajah rantai peraturan-peraturan yang mengikat kebebasan hidupku.
Paragraf tersebut, mewakili perasaan kawan saya yang selama ini kebebasanya dirampas kekasihnya. Setelah sekian lama menjalin hubungan; dari menit ke menit, dari tahun ke tahun hubungan mereka terasa berat sebelah seperti penjajah dan terjajah.
Dengan adanya hubungan ini, kemerdekaan kawan saya sudah tidak lagi mencapai merdeka 100% seperti ucapan Tan Malaka, karena telah ditundukkan secara perlahan.
Tentu pasti, banyak ketimpangan kelas antara mereka berdua. Feri, selalu mengeluhkan perlakuan semena-mena yang di lakukan terhadapanya sampai-sampai ketika melakukan ritual nyruput kopi bersama pun, tidak satu dua kali bahkan berjam-jam ngecek, memegang, dan menjarah apa saja yang berada di dalam handphone, khususnya yang maha watshap.
Feri juga berkata, bahwa dia memberikan kabar kepadanya, bahwa tidak ada kuota untuk selalu memberikan kabar setiap hari. Feri disuruh beli kartu N4. Tapi tidak punya uang. Selang beberapa hari, dia chat sembari marah-marah menyalahkannya.
Perempuan memang seakan-akan halus dan manis di depan, tetapi imperialis dan menikam untuk menguasai tubuh dan kehidupan laki-laki.
Selang beberapa hari kemudian, terdengar kabar berita tentang mereka. Terlihat dari instastory, secara bersamaan berubah menjadi kalimat puitis yang seolah mengalahkan ayat-ayat Tuhan.
Mereka sepakat untuk mengakhiri hubungan, entah karena apa dan kenapa mereka berani memutuskan sebuah ikatan yang dirangkai selama empat tahun itu.
Tepatnya, pada hari wisuda kami, angkatan 2015 yang dilakukan tahun kemarin bulan Oktober. Sungguh itu peristiwa yang sangat menyakitkan bagi Feri sekaligus hal membahagiakan untuk Meita yang telah menyandang gelar.
Mengingat kisah Tan Malaka juga berhasil menyadang gelar jomblo revolusioner semasa hidupnya, tetapi berbeda terbalik dengan Feri dia telah gagal menyadang ke dua-duanya yaitu meraih gelar di hati Meita untuk hubungan ke depanya, dan meraih gelar di kampusnya.
Ketika itu, saya sempat bertemu dengan Meita di sebuah warung kopi. Dia berkata, bahwa tidak akan kembali menjalin hubungan lagi dengan si Feri, dia bersumpah dan membawa nama Tuhan secara terang-terangan. Entah siapa yang salah dan entah siapa yang benar, keduanya terlihat sama-sama menjadi korban.
Lebih baik diasingkan daripada tunduk pada kemunafikan. Kutipan kalimat dari Soe Hoek Gie yang sangat termasyhur ini, bukti betapa indahnya kesendirian tanpa ada penguasaan menindas dari perempuan.
Joko Kuncoro atau Jokun adalah mahasiswa dan aktivis progresif, pernah disengat luka karena cinta, tapi baik-baik saja.