Jurnaba
Jurnaba
No Result
View All Result
Jurnaba
Home Cecurhatan

Keberadaan PTN di Bojonegoro Memang Tak Seberapa, Tapi Intelektual Organik Harus Berlipat Ganda

Yogi Abdul Gofur by Yogi Abdul Gofur
12/11/2021
in Cecurhatan
Keberadaan PTN di Bojonegoro Memang Tak Seberapa, Tapi Intelektual Organik Harus Berlipat Ganda
Bagikan ke FacebookBagikan ke TwitterBagikan Ke WA

Bojonegoro menurut beberapa orang merupakan kabupaten yang adem ayem dan konon sebagai lumbung pangan dan energi. Namun pernahkah terbesit dalam pikiran bagaimana pengaruh PTN dengan kondisi sosial, budaya, dan perekonomian di daerah PTN berdiri?

Masa kecil hingga remaja, saya habiskan waktu di Bojonegoro kota. Saya ingat, ketika bulan Ramadan (ngabuburit) diajak bersepeda bersama bapak menuju Jembatan Glendeng. Hanya sekadar menikmati riak gelombang sungai Bengawan Solo. Dan juga sembari menunggu azan maghrib berkumandang.

Dalam perjalanan, melintasi kampus kuning atau Universitas Bojonegoro (Unigoro). Saya berpikir, “Itu benar, perguruan tinggi?”. Karena, dulu gedung Unigoro apabila dibanding dengan gedung-gedung SMA di Bojonegoro kota jauh berbeda. Dulu, benar-benar seperti sekolah alam plus mepet sawah (mewah).

Sekarang, seiring berjalannya waktu, kampus yang berdiri di Desa Kalirejo itu, menjulang tinggi gedung rektoratnya. Semakin bagus bentuk bangunannya, juga semoga semakin bagus kualitas pendidikannya. Bukan malah menjadi menara gading.

Di Jalan Ahmad Yani, yang dekat dengan rel kereta api. Ada kampus hijau, sekarang bernama UNU Sunan Giri. Kampus-kampus hijau yang tersebar di berbagai penjuru negeri, memiliki karakteristik. Ya, ihwal nuansa kampus.

Baca juga: Peringkat Perguruan Tinggi Bojonegoro Berdasar Webometrics dan Kritik dari Mahasiswa yang Gemar Rebahan

Dari kantin yang artistik, saking artistiknya membuat lebih betah berdialektika di kantin dari pada di ruang kelas. Dan ditemukan beberapa spot, yang mirip dengan markas gengster, keren bukan?

Sekarang, UNU Sunan Giri juga semakin tumbuh tinggi plus lebar gedungnya dan mengalami perkembangan dalam kualitas pendidikan dari masa ke masa.

Selain UNU Sunan Giri dan Unigoro, di Bojonegoro kota ada IPB. Hah, IPB? Ya, IKIP PGRI Bojonegoro (IPB). Karena perkataan adalah do’a, tak ada salahnya kalau mendoakan IKIP PGRI Bojonegoro semoga kedepan kualitasnya sama dengan IPB University yang ada di Bogor. Semoga, sekali lagi, kualitas the real IPB bisa nular di IPB versi Bojonegoro alias IKIP PGRI Bojonegoro (IPB).

Selain Unigoro, UNU Sunan Giri, IKIP PGRI Bojonegoro, ada kampus yang benar-benar negeri yaitu Universitas Terbuka (UT) Bojonegoro. Mungkin, ada yang masih bertanya-tanya ihwal PTN di Bojonegoro, UT. Memang wajar kalau ada yang masih belum tahu. Karena apabila mahasiswa UT Bojonegoro kurang melebur di masyarakat atau tidak terlibat dalam gerakan rakyat, membuat namanya Universitas Terbuka (UT) menjadi Universitas Tertutup (UT), wqwqwq.

Ya, minimal melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi yaitu pendidikan (bukan hanya sekadar kuliah pulang-kuliah pulang), penelitian (bukan hanya sekadar melakukan tugas akhir), dan pengabdian kepada masyarakat yang bukan hanya sekadar dimaknai ngecat balai desa, ngecat jalan, alias Kuliah Kerja Ngopi Nyata (KKN).

Keberadaan PTN di Bojonegoro hingga sekarang, pengaruhnya tak seberapa. Dikutip dari Catatan Refleksi Akhir Tahun 2020 dari Proverty Resource Center (PRC) Initiative, Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Bojonegoro tertinggi nomor tiga di Indonesia.

Namun berbanding terbalik dengan kualitas hidup layak masyarakat Bojonegoro yang hanya menempati peringkat 27 di Jatim, angka kemiskinan dan pengangguran di Bojonegoro meningkat dari tahun sebelumnya (2019), dan anggaran sektor pertanian Kab.Bojonegoro hanya sekitar 2,30% dari total belanja daerah pada tahun 2020.

Hingga di tahun 2021, keberadaan perguruan tinggi, baik yang negeri maupun swasta keberadaannya tak begitu memberikan pengaruh terhadap kesejahteraan warga negara di Bojonegoro.

Namun, jangan khawatir, Nabs. Perguruan Tinggi (PT) semoga tidak menjadi PT alias Perseroan Terbatas. Namun bukan menjadi rahasia lagi, kalau sistem pendidikan di Indonesia bergaya pabrik. Karena efek dari komersialisasi pendidikan.

Namun, tetap tenang, Nabs. Perguruan Tinggi di Bojonegoro berpotensi menjadi PTN. Semacam UGM, IPB, dan lain sebagainya. Loh, kok bisa? Masa’ iya? Iya…., bisa dong.

Berdasar analisis tutak tututk gatuk, ala-ala pegiat warung kopi, dua kampus yang berpotensi menjadi negeri adalah Unigoro dan pastinya IPB, dimana lagi kalau bukan IKIP PGRI Bojonegoro (IPB).

Karena dari segi singkatan, IKIP PGRI Bojonegoro berpotensi menjadi kampus negeri, wqwq. Eits, jangan bangga dulu, sebelum jadi kampus negeri, harus tahu dulu siapa nama patung yang berada di depan IKIP PGRI Bojonegoro? Hayo…, pasti langsung garuk-garuk kepala. Padahal beliau merupakan orang yang memiliki kontribusi penting terhadap dunia pendidikan di Bojonegoro.

Ya udah, kalau tidak tahu, tidak apa-apa, kok. Karena tidak akan berpengaruh terhadap nilai mata kuliah, Indeks Prestasi Kumulatif (IPK), dan kelulusan.

Selain IKIP PGRI Bojonegoro, ada Universitas Bojonegoro. Loh, kok bisa? Ya, bisa dong. Karena dari segi singkatan Universitas Bojonegoro memper atau mirip bahkan plek ketek dengan UB. Universitas Bojonegoro (UB) plus UGM atau UniGoro Mawon.

Namun semua kampus yang ada di kabupaten yang konon sebagai lumbung pangan dan energi plus adem ayem, berpotensi menjadi kampus negeri.

Oh…,ya…lupa…, satu lagi…., kalau keberadaan kampus negeri itu, biasanya ada danaunya. Kalau Universitas Indonesia (UI) punya Danau Kenanga, Universitas Airlangga (Unair) ada danau di kampus C, dan Universitas Bojonegoro (UB) atau UniGoro Mawon (UGM) berpotensi besar karena ada kolam yang luasnya tak seberapa yang biasanya bisa digunakan untuk mancing atau sekadar selebrasi kelulusan maupun ulang tahun, diceburkan ke kolam, wqwqwq.

Itulah, kawan-kawan, ihwal keberadaan PTN di Bojonegoro belum seberapa dampaknya wabilkhusus terhadap kesejahteraan rakyat. Namun tidak menutup kemungkinan, jika semakin banyak kampus negeri di Bojonegoro, juga berbanding lurus dengan bertambahnya jumlah kos-kosan, wqwq.

Dan tentunya semoga juga memberikan dampak positif terhadap Bojonegoro, dan sekitarnya.

Nah, sebenarnya, yang lebih penting dari keberadaan PTN di Bojonegoro yaitu adanya sosok intelektual publik (organik) harus ada dan semoga berlipat ganda. Bukan intelektual publik yang tunduk dan patuh pada tongkat penguasa.

Karena menjadi intelektual itu tidak ada yang netral, entah disadari maupun tidak,  intelektual itu berpihak. Entah berpihak kepada penindas atau berjuang bersama warga negara yang tertindas.

Mari, menggaruk-garuk kepala, kira-kira apa yang menyebabkan dinamika pendidikan di Bojonegoro dari masa ke masa kurang bisa maju, kalau dibanding dengan Surabaya? Banyak faktor, salah satu di antaranya feodalisme.

Ingat, kawan. Kampus itu merupakan mimbar bebas, mimbar bebas namun penuh dengan tanggung jawab. Misalnya, memiliki pemikiran yang anomali atau berbeda dari yang lain, itu merupakan keistimewaan. Bukan berarti, pendapat mayoritas ihwal suatu hal, itu benar. Jika menemukan anggapan dalam ke-kurang benar-an dalam kebenaran yang diyakini mayoritas, berarti entah sadar atau tidak, anda telah mensyukuri nikmat Tuhan berupa akal yang digunakan untuk berpikir.

Selain feodalisme, yakni ketakutan. Takut ketika akan menuangkan pemikiran, takut kepada orang yang lebih dahulu berproses, takut ketika akan bersuara (mengutarakan gagasan), dan takut kepada dosen? Ingat, dosen bukan monster, tak ada yang perlu ditakutkan dari dosen. Selama rasa takut masih membelenggu, disitulah terasa berat dan mustahil untuk maju.

Karena Perguruan Tinggi (PT) bukan pondok pesantren. PT ada yang berbebentuk akademi, sekolah tinggi, politeknik, institut, dan universitas. Peluang besar menjadi filsuf yang memikirkan plus bergerak bersama kaum mustadh’afin adalah berdinamika di universitas.

Karena secara harfiah (kata), universitas itu universal (umum). Bebas mengutarakan pemikiran, mendebat dosen, berdialektika bersama kawan-kawan, dan membuat berbagai macam jenis seni dan pertunjukan.

Kurang benar, kalau di sebuah universitas, ada dosen yang tidak mau didebat. Karena universitas bukan tempat indoktrinasi. Karena menurut Noam Chomsky, “Tujuan pendidikan adalah menolong masyarakat untuk belajar mengenai dirinya sendiri. Kamu adalah pelajar bagaimana mencapai ilmu di pendidikan dan terserah kamu menentukan bagaimana kamu memahami dan menggunakannya.”

Tags: AkademisiKultur AkademikPerguruan Tinggi Bojonegoro

BERITA MENARIK LAINNYA

Stop! Perempuan Bukan Objek Kekerasan
Cecurhatan

Stop! Perempuan Bukan Objek Kekerasan

16/05/2022
Bukan Tutorial Move On Bagi Yang Patah
Cecurhatan

Bukan Tutorial Move On Bagi Yang Patah

15/05/2022
Cegah Pungli dan Gratifikasi, Bapenda Bojonegoro mulai Terapkan Cashless
Cecurhatan

Cegah Pungli dan Gratifikasi, Bapenda Bojonegoro mulai Terapkan Cashless

14/05/2022

REKOMENDASI

Politik Hukum Kebangkitan Nasional

Politik Hukum Kebangkitan Nasional

21/05/2022
Semangat Al-Birru: Pelajaran Kesepuluh dari Kiai Ahmad Dahlan

Semangat Al-Birru: Pelajaran Kesepuluh dari Kiai Ahmad Dahlan

20/05/2022
Kisah Para Penggerak Dunia Pendidikan dari Bumi Wali

Kisah Para Penggerak Dunia Pendidikan dari Bumi Wali

19/05/2022
Milad Aisyiyah dan Semangat al-‘Ashr

Milad Aisyiyah dan Semangat al-‘Ashr

18/05/2022
Hiperrealitas Norma dalam Film KKN Desa Penari

Hiperrealitas Norma dalam Film KKN Desa Penari

17/05/2022
Stop! Perempuan Bukan Objek Kekerasan

Stop! Perempuan Bukan Objek Kekerasan

16/05/2022

Tentang Jurnaba - Kontak - Squad - Aturan Privasi - Kirim Konten
© Jurnaba.co All Rights Reserved

No Result
View All Result
  • HOME
  • PERISTIWA
  • KULTURA
  • DESTINASI
  • FIGUR
  • CECURHATAN
  • ALTERTAINMENT
  • FIKSI AKHIR PEKAN
  • SAINSKLOPEDIA
  • TENTANG
  • KONTAK

© Jurnaba.co All Rights Reserved