“Nomer sandal milik Mas berapa?”
Demikian tanya istri tercinta tadi sore. Ya, tadi sore, ketika istri sedang menuju tempat praktek dia. Istri tampaknya sudah lupa ukuran dan nomer sepatu dan sepatu sandal yang saya pakai. Tentu saja lupa, karena sudah bertahun-tahun saya gak pernah ganti sepatu sandal. Apalagi sepatu. Mungkin lebih dari 10 tahun saya gak pernah beli sepatu.
“No. 42. Ada apa, Neng?” jawab saya. Santai.
“Pak Yus minta ukuran nomer sepatu Mas. Mau dibikinkan sepatu sandal baru. Mutia kayaknya lapor sama Pak Yus. Keterlaluan Mutia!” ucap istri sambil ngedumel.
“Waduh!” gumam bibir saya.
Segera, hape saya pun saya buka. Benar saja, Bu Mutia, kirim pesan, “Pak! Berapa ukuran sendal Bapak? Pak Yus mau bikinkan sendal untuk Bapak!”
“Bu Mutia lapor Pak Yus di KL, ya?”
“Iya, Pak!”
Duh! Segera, benak saya teringat kisah Pak Yus. Beberapa tahun yang lalu, mungkin sekitar tahun 2017, ketika istri dan Tim bermaksud mendalami diabetes mellitus dan membuat Diabetic Center di RSUD Al Ihsan ke sebuah rumah sakit di Thailand, ia mengajak seorang pengusaha sepatu asal Baleendah ikut serta ke sana.
Ternyata, pengusaha yang tinggal di Malaysia itu tertarik untuk ikut. Di sana, ia diajari membuat sepatu dan sepatu sandal anti-diabetes.
Ketika Pak Yus kembali ke Malaysia, ide sepatu dan sepatu sandal anti-diabetes itu ia kembangkan. Dan, berhasil dan usahanya berkembang luas!
Sebagai ucapan terima kasih kepada istri dan Bu Mutia, yang mengajaknya ke Thailand, bulan depan mereka berdua diundang Pak Yus ke Malaysia. Sedangkan saya mendapatkan hadiah sepatu sandal anti-diabetes baru. Alhamdulillah.
“Hatur nuhun, Pak Yus! Sepatu sandal buatan Pak Yus nyaman sekali dipakai. Jazakumullah ahsanal jaza”!”
