Jurnaba
Jurnaba
No Result
View All Result
Jurnaba

Kyai dan Perempuan Penghibur

Ahmad Rofi' Usmani by Ahmad Rofi' Usmani
05/05/2025
in Cecurhatan
Kyai dan Perempuan Penghibur

Ilustrasi

Kisah sarat hikmah dari pantura.

KH Ali Yahya Lasem terkenal tampan, berbadan tegap dan atletis. Bila sarung, sorban, dan kopiahnya dibuka, ia mirip bule Eropa, Amerika atau Australia. Tak heran kalau banyak wanita yang terpesona dengan ketampanannya.

Suatu hari, ia mendapat undangan, untuk mengisi pengajian di Jepara.
Saat di perjalanan, mobil yang ia tumpangi berhenti di sebuah lampu merah.

Saat itu, ia duduk di samping sopir dengan melepas sorban dan kopiah yang dipakainya. Tiba-tiba seorang perempuan menor dan seksi menghampirinya.

Perempuan penghibur itu mengira lelaki gagah dalam mobil itu adalah turis banyak duit yang sedang mencari kesenangan di Indonesia.

“Malam, Om.”
“Malam.”
“Ikut dong, Om. Boleh, ya?”
“Oh, boleh, boleh. Silakan masuk.”
Perempuan cantik itu bergegas masuk ke dalam mobil. Pintu pun ditutup dan mobil mulai jalan.
“Mau ke mana, Om? Butuh aku, gak? Aku temenin sampai pagi ya, Om?”

Sambil memakai lagi kopiah dan sorban, Kiyai Ali santai menjawab, “Oo, ini lo mau ngaji di Jepara. Ndak apa-apa, silakan ikut aja.”
Perempuan itu kaget dan salah tingkah, “Oh, jadi Bapak ini Kiyai, ya?”
“Tadi panggil om sekarang panggil pak kiyai. Lucu, ya? Kiyai Ali tersenyum geli.
“Maaf, Kiyai. Saya benar-benar tidak tahu. Sekali lagi maaf.”

Perempuan itu kian tegang dan raut wajahnya pucat ketakutan. Tapi, Kiyai Ali dengan santai berkata, “Oo, ndak apa-apa. Santai saja, Mbak. Sekali-kali ikut pengajian. Bagus itu.”
“Ndak usah Kiyai. Saya turun di sini aja.”
“Enggak bisa. Pokoknya harus ikut. Tadi kan sampean bilang mau ikut, ya harus ikut.”
“Tapi, saya kan gak pakai jilbab, Kiyai?”
“Gampang. Nanti tak pinjemkan kepada jamaah.”
“Tapi saya malu, Kiyai?”
“Lo, sampean jadi PSK ndak malu, kok pengajian malah malu. Piye to?”
“Bagaimana ini, Kiyai?”

Perempuan itu makin salah tingkah, “Saya takut, Kiyai?”
Dengan bijak Kiyai Ali menenangkan, “Sudahlah, santai aja.”

Mobil pun terus berjalan hingga akhirnya sampai ke tempat tujuan. Jepara. Suasana tempat diselenggarakannya acara pengajian sudah ramai. Para jamaah laki-laki dan perempuan memadati area tempat acara. Gegap gempita para panitia menanti kedatangan Kiyai Ali.

Begitu turun dari mobil, Kiyai Ali langsung menghampiri jamaah ibu-ibu, “Maaf Bu. Bisa pinjam jilbabnya. Ini lo, Bu Nyai lupa membawa jilbab.”
Bu Nyai adalah panggilan kehormatan yang biasanya disematkan pada istri kiyai. Masa iya istri kiyai lupa berjilbab.
Dengan sedikit bingung, ibu itu menjawab tergesa-gesa, “Oh, bisa Kiyai. Sebentar saya ambilkan.”

Dengan bergegas, ibu itu pergi dan tak lama sudah kembali. Jilbab yang dibawanya kemudian ia sodorkan ke dalam mobil dan langsung dipakai oleh sang cewek. Setelah rapi, perempuan itu turun dari mobil, dan, masyaAllah, langsung diserbu rombongan ibu-ibu untuk mencium tangannya. “Ngalap berkah,” kata mereka.

Mendapat sambutan kehormatan seperti itu, wajah perempuan yang kini disulap menjadi Bu Nyai itu langsung pucat. Segera, ia dipersilakan masuk, dijamu, dan dilayani bagaikan seorang ratu. Ada haru campur malu menyelinap di hatinya.

Pengajian pun digelar dengan seksama. Kiyai Ali menjadi pembicara yang luar biasa: penyampaiannya ringan tapi dalam makna kandungannya.

Usai acara, Bu Nyai Dadakan dipersilakan menikmati jamuan rupa-rupa makanan. Lalu makan berat.
Tapi, sebelum makan, rombongan ibu-ibu mohon didoakan keberkahan dari Bu Nyai Dadakan.

Sontak saja ia kaget setengah mati. Sudah lama ia tak berdoa. Juga, ia sudah lupa doa yang dulu ia hafal waktu kecil mengaji di kampung. Untungnya, ia masih ingat doa “Rabbana Atina Fi Dunya Hasanah, Wa Fil Akhirati Hasanah“.

Pun demikian sebelum pulang, jamaah ibu-ibu bergantian mencium tangannya dan mengantarnya dengan hormat sampai masuk mobil.

Selama di perjalanan, di dalam mobil, perempuan penghibur itu menangis sedu sedan. Sesenggukan dengan air mata bercucuran. Kiyai Ali dan sopir membiarkannya hingga tangisnya reda. Setelah suasana agak tenang, Kiyai Ali menasihatinya, “Apakah sampean tidak melihat dan berpikir tentang bagaimana orang-orang tadi memperlakukanmu, menghormatimu, mengerumunimu, mengantarkanmu, dan mereka juga rela mengantri hanya untuk dapat mencium tanganmu, satu demi satu. Bahkan, mereka meminta berkah doa darimu. Padahal, tahu sendiri kamu itu siapa?”

Kembali si perempuan menangis, merasa hina, miris, dan sedih mengingat perbuatan penuh dosa yang selama ini ia lakukan. Tapi, Allah menutup aibnya, Allah sangat menyayanginya.
“Hari ini,” lanjut Kiyai Ali, “sampean mendapatkan nasihat yang mungkin nasihat paling berharga selama hidupmu. Maka, segeralah bertobat dan memohon ampun kepada Allah. Jangan sampai nyawamu terenggut sebelum kamu bertobat.”

Tangis perempuan itu pun kian deras. Sambil terisak, perempuan itu kemudian berkata, “Terimakasih Kiyai atas nasihatnya, dan kejadian ini menjadi berkah bagi saya. Mulai hari ini saya akan bertobat dan berhenti dari pekerjaan salah ini. Sekali lagi terimakasih, Kiyai.”

Menyeksamai kisah ini, berarti kita belajar bijak. Para ulama, pendahulu, dan guru kita berdakwah dengan baik dan bijak, mengajak tanpa menginjak, menasihati tanpa menyakiti, dan menunjukkan kebenaran tanpa merendahkan derajat kemanusiaan.

Inilah salah satu telaga indah dan menyejukkan yang menjadikan banyak orang tertarik dengan Islam. Semoga menjadi pelajaran bagi kita semua.

Tags: Catatan Rofi' UsmaniKisah HikmahMakin Tahu Indonesia
Previous Post

Suluk Ekologi: Ekspedisi dan Berdiskusi

Next Post

Diskusi Multipihak: Membentuk Kemitraan dalam Penanggulangan Kemiskinan di Bojonegoro

BERITA MENARIK LAINNYA

Membudayakan Menghadiahi Buku
Cecurhatan

Membudayakan Menghadiahi Buku

24/05/2025
Serabi, Perhatian Pembangkit Kenangan
Cecurhatan

Serabi, Perhatian Pembangkit Kenangan

21/05/2025
Ekoteologi: Saatnya Belajar dari Pohon
Cecurhatan

Ekoteologi: Saatnya Belajar dari Pohon

20/05/2025

Anyar Nabs

Membudayakan Menghadiahi Buku

Membudayakan Menghadiahi Buku

24/05/2025
KOPRI PC PMII Bojonegoro Ajak Generasi Muda Lindungi Anak Dari Penikahan Dini

KOPRI PC PMII Bojonegoro Ajak Generasi Muda Lindungi Anak Dari Penikahan Dini

23/05/2025
Suluk Geobiculta: Kearifan Lokal sebagai Pilar Pendidikan

Suluk Geobiculta: Kearifan Lokal sebagai Pilar Pendidikan

22/05/2025
Serabi, Perhatian Pembangkit Kenangan

Serabi, Perhatian Pembangkit Kenangan

21/05/2025
  • Home
  • Tentang
  • Aturan Privasi
  • Kirim Konten
  • Penerbit Jurnaba
  • Kontak
No Result
View All Result
  • PERISTIWA
  • JURNAKULTURA
  • DESTINASI
  • FIGUR
  • CECURHATAN
  • MANUSKRIP
  • FIKSI AKHIR PEKAN
  • SAINSKLOPEDIA
  • PUBLIKASI
  • JURNAKOLOGI

© Jurnaba.co All Rights Reserved

error: