Kabar tulisan, luaran (output) hasil pelatihan menulis artikel UKM Griya Cendekia yang telah ter-publish di media online jurnaba.co dan benar-benar menyejukkan sekali.
Sebagai mentor, jujur saya senang sekali. Kenapa? Saya telah memperkenalkan kepada para mahasiswa bila menulis itu mudah. Menulis itu dekat. Dan menulis itu ya “kerja menulis” berwujud karya tulis. Selanjutnya, baru setelah karya tulis selesai, tahap editing dilakukan. Lalu, dikirimkan ke media.
Keberhasilan tulisan demi tulisan mahasiswa yang terpublis, tidak lepas dari penggawa UKM GC yang solid membagi tugas sebagaimana arahan kecil saya sebagai mentor. Karena, secara praktis, yang terlibat di dalamnya adalah mahasiswa yang semangat ingin jadi penulis.
Saya mengamati, langkahnya dimulai dari persiapan membuat googleform yang digunakan untuk mengumpulkan karya-karya tulis mahasiswa yang ikut pelatihan. Sehingga setelah selesai, karya tulis tersebut menjalani pemilahan mana yang sudah sesuai dengan sistematika kepenulisan, dan mana yang belum.
Terhadap yang sudah sesuai, pengurus di UKM GC membentuk tim kecil editing naskah. Gunanya, untuk melakukan editing bahasa bila masih ada kesalahan penulisan (typo).
Selian itu, juga dipertegas mana yang perlu ditebalkan, dimiringkan, hingga melengkapi bila ada identitas penulis yang belum ada cantolannya dengan UKM, kejelasan prodi mahasiswa, fakultas hingga universitas sebagai almamaternya.
Langkah tersebut dilakukan, agar tulisan yang dikirim ke media, minim kesalahan pengetikan. Di sinilah reputasi penulis pemula diuji. Yakni, seberapa besar kebenaran bahasa diperhatikan para penulis, agar kala melahirkan karya tulis berikutnya, perilaku tersebut menjadi perhatian utama, pedoman baku setiap kali menulis yang tidak perlu diingatkan kala menulis.
Banyak kasus terjadi, penulis pemula gagal diterima tulisannya oleh redaktur, karena tata tulis yang masih amburadul. Dikira, jenis tulisan apapun bisa diterbitakan oleh redaktur. Padahal, tulisan yang terlseleksilah yang akan ditayangkan.
Tulisan yang minim kesalahanlah yang akan dipublis. Hingga tulisan original yang dia buat sendirilah, yang akan menyakinkan redaktur bila pengirim adalah penulis beneran. Bukan coba-coba menjadi penulis.
Siapapun orangnya, yang semangat belajar menulis, akanlah jadi penulis. Begitupun sebaliknya, siapa yang hanya berangan-angan ingin jadi penulis, predikat penulis akan sekadar ilusi dan semu belaka. Monggo dibuktikan bila tidak percaya!
Untuk Persma
Perlu diingat, sudah semestinya mahasiswa yang berkecimpung dikepenulisan, atau bekennya pers mahasiswa (persma), keahlian menulis kudu menjadi kelebihan. Apapun jenis tulisannya.
Agak aneh bila ada mahasiswa yang ikut persma, tetapi keahlian menulis tidak kunjung dipelajari. Bahkan ogah tidak mau melahirkan tulisan.
Secara person, mahasiswa tersebut memang bernaung dikebesaran persma di manapun (universitas atau kampus). Tetapi, itu hanya dilingkup terbatas. Lalu, siapa yang memperkenalkan dirinya kepada publik jika dia persma? Lagi-lagi, jawabannya adalah dirinya sendiri.
Dengan cara apa? Tentu aktivis persma kudu cakap menulis. Mari dinalar bersama. Kok ada aktivis persma, lalu cakap menulis, tentu ia akan terkenal. Terkenal karena apa? Karya tulis yang selalu dihasilkan.
Isu-isu kekinian internal, lokal, nasional, international selalu dikunyah habis berbentuk karya tulis.
Jika persma sadar, tentu nama UKM, lembaga, prodi, universitas dan kampus yang menaunginya, akan selalu tergeret bila aktivis kemahasiswaan yang berkualitas wujud adanya. Indikatornya, produktivitas anggota yang gemar menulis tinggi dan semangat menulisnya tidak pernah padam.
Jika demikian adanya, inilah hakikat luaran sesungguhnya menjadi bagian aktivis persma. Ia tidak hanya secara berjemaah hadir dalam kegiatan saja. Melainkan juga secara individu sadar, bila dia sebagai aktivis punya tanggung jawab diri bila menulis adalah wujud pengamalan teori kepenulisan yang didapat.
So, secuil nalar kritis ini monggo dijadikan renungan bersama. Mari menulis para aktivis persma, di manapun panjenengan ngintip tulisan receh ini kala muncul di media.
Jika tidak berkenan atau kurang setuju, tulislah sangkalan dengan baik sebagai penawar mujarab, agar selanjutnya tersimpul jelas, bahwa menulis menjadi muara yang sama untuk dikampanyekan kepada sesama. Bukan sekadar mengampanyekan siapa the next presiden berikutnya. Ha..ha..!
Penulis adalah Dosen Prodi PAI dan Pembina LPM Spektrum Unugiri.