Nama Pesantren Bringan sebagai punjer peradaban islam abad ke-19, tak lepas dari sosok ulama kharismatik bernama Kiai Abdul Qodir Munada.
Simbah Abdul Qodir Munada atau Mbah Qodir Bringan merupakan ulama yang berdakwah di Padangan wilayah timur, tepatnya di Dusun Bringan Kawedanan Padangan (saat ini masuk wilayah Gayam, Bojonegoro). Ini alasan beliau dikenal dengan nama Mbah Qodir Bringan.
Mbah Qodir hidup sekitar periode (1815 – 1910 M). Beliau figur penyebar islam dan pendiri Pesantren Bringan. Pesantren Bringan adalah cikal bakal keberadaan Pesantren Al Basyiriah Pethak. Mbah Qodir adalah ayah dari KH Ahmad Basyir Pethak dan Syekh Sulaiman Kurdi Makkah.
Nasab Mbah Qodir Bringan
Mbah Qodir lahir di Dusun Mrayun, Rembang. Dari jalur ayah, nasabnya: Abdul Qodir bin Munada bin Mizan bin Abdul Qohar hingga Sultan Hadiwijaya. Dari jalur ibunya, ibu Mbah Qodir adalah putri Syekh Syahiddin Oro-oro Bogo (ayah Syekh Abdurrohman Klotok) yang berada di Mrayun Rembang.
Mbah Qodir lahir dan tumbuh dari keluarga ulama di Mrayun Rembang. Beliau pertamakali belajar pada ayahnya, Kiai Munada Mrayun. Setelah belajar dari keluarga Mrayun, beliau hijrah ke Padangan, tepatnya di Pesantren Klotok, untuk bertabaruk dan belajar lagi pada Syekh Abdurrohman Klotok.
Santri Pesantren Klotok
Pada awal abad ke-19 (1800 M), Pesantren Klotok jadi pusat peradaban islam di Padangan. Di antara santri-santri Pesantren Klotok, adalah putra-putra dari Syekh Syihabuddin Padangan. Mereka adalah Kiai Abdul Latif Syihabuddin, Kiai Abdulloh Syihabuddin, Kiai Murtadho Syihabuddin, Kiai Tohir Syihabuddin, dan Kiai Syahid Syihabuddin.
Mbah Qodir menjadi santri di Pesantren Klotok seangkatan dengan Sayyid Abdurrohman Basyaiban (Sayyid Abdurrohman Stren). Mbah Qodir dan Sayyid Abdurrohman Stren adalah dua santri kinasih Syekh Abdurrohman Klotok. Kelak, kedua santri itu melanjutkan dakwah sang guru di dua wilayah berbeda.
Mbah Qodir membangun peradaban islam dengan mendirikan pesantren di Dusun Bringan Kawedanan Padangan. Sementara Sayyid Abdurrohman Stren membangun peradaban islam dengan mendirikan pesantren di Dusun Stren, Purworejo Padangan. Sayyid Abdurrohman Stren adalah guru utama dari KH Hasyim Jala’an (penulis Kitab Tashrifan Padangan).
Mbah Qodir cukup lama belajar dan berkhidmah di Pesantren Klotok. Selain sebagai santri, Mbah Qodir masih terhitung saudara Syekh Abdurrohman Klotok. Dari jalur keluarga Mrayun, Mbah Qodir masih keponakan Syekh Abdurrohman Klotok. Mbah Qodir juga diangkat sebagai putra angkat Syekh Abdurrohman Klotok.
Menjadi Bagian Bani Syihabuddin
Atas petunjuk dan bimbingan dari Syekh Abdurrohman Klotok, Mbah Qodir menikah dengan Nyai Sulbiah binti Syamsuddin. Istri Mbah Qodir adalah cucu Mbah Syihabuddin, nasabnya: Nyai Sulbiah binti Nyai Syamsuddin binti Mbah Syihabuddin. Nyai Sulbiah adalah cucu Mbah Syihabuddin, sekaligus cucu keponakan dari Mbah Abdurrohman Klotok.
Syekh Abdurrohman Klotok juga meminta Mbah Qodir untuk membuka lahan dan berdakwah di sebuah wilayah bantaran sungai Bengawan Solo, yang kelak dikenal dengan Dusun Bringan. Lokasinya sekitar 3 km arah timur dari Pesantren Klotok. Di pedusunan inilah, Mbah Qodir berdakwah dan menyebarkan agama islam bersama sang istri, Nyai Sulbiah.

Di Dusun Bringan, Mbah Qodir mendirikan pesantren yang kelak dikenal dengan Pesantren Bringan. Hal ini menjadikan Dusun Bringan masyhur sebagai salah satu pusat peradaban islam abad 19, pasca peradaban Pesantren Klotok. Pesantren Bringan jadi representasi Pesantren Klotok, pasca wafatnya Syekh Abdurrohman Klotok.
Sejak berdakwah di Dusun Bringan, Mbah Abdul Qodir Munada dikenal dengan Mbah Qodir Bringan. Bersama sang istri, Mbah Qodir dikaruniai sebanyak 11 keturunan.
Di antaranya; Nyai Khodijah, Nyai Asiyah, Nyai Aminah, Kiai Mustahal, Kiai Ahmad Basyir (1871-1967), Kiai Abdullah, Kiai Abdul Alim, Kiai Abdul Rohman, Kiai Abdul Malik, Kiai Ilyas, dan Kiai Sulaiman Kurdi (1904-1952).
Putra-putri Mbah Qodir, kelak banyak yang dikenal menjadi para ulama penyebar islam. Yang paling terkenal, tentu saja Kiai Ahmad Basyir (muasis Pesantren Pethak / Ponpes Al Basyiriah Pethak), dan Syekh Sulaiman Kurdi (ulama yang mengajar di Makkah pada abad 20 M).