Nama Setyo Wahono cukup populer selama tiga tahun belakangan. Namun, belum banyak yang tahu jika sosok “Pemuda Desa” itu memiliki kisah motivasional dalam menapaki jalan profesional.
Pria yang akrab disapa Mas Wahono itu, lahir di Desa Dolokgede, Tambakrejo, Bojonegoro pada 8 Mei 1972. Sebuah desa di pedalaman Bojonegoro Barat yang berdampingan hutan jati Perhutani. Desa Dolokgede berjarak 40 km dari Kota Bojonegoro (Jawa Timur), dan 25 km dari Kota Cepu (Jawa Tengah).
Bermula dari Cahaya Listrik
Lahir dan tumbuh di titik terpencil simpang peradaban, membuat Mas Wahono banyak belajar menyiasati minimnya fasilitas penghidupan. Ya, Mas Wahono baru melihat “cahaya” listrik masuk di desanya, tepat setelah ia berusia 24 tahun.
Saat Kota Bojonegoro dan Kota Cepu dikenal kota gemerlap lampu, Desa Dolokgede masih gelap. Listrik baru masuk Dolokgede pada 1996, tepat di saat Mas Wahono berusia 24 tahun. Inilah momen yang membuatnya ingin membawa bermacam “cahaya” masuk ke desanya. Ia tak ingin melihat desanya selalu tertinggal dari tempat lain.
Berbekal dukungan orang tuanya yang seorang guru, Mas Wahono bertekad melanjutkan sekolah ke SMP yang berada di Kota Bojonegoro. Ia juga mengadu nasib ke Jogjakarta, untuk melanjutkan jenjang sekolah SMA. Dengan semangat “membawa cahaya” ke desanya, ia pun menyelesaikan kuliah Ilmu Ekonomi di Universitas Islam Indonesia (UII) Jogjakarta.
Sepasca berkuliah, Mas Wahono sempat bekerja di bidang Perbankan. Inilah masa ketika ia mempertajam keahlian di bidang literasi finansial. Di saat sama, ia gunakan untuk memperkuat kepekaan dalam membaca potensi UMKM dan usaha kecil berbasis kemasyarakatan.
Semangat “membawa cahaya” membuatnya terus menapaki fase hidup yang lebih menantang. Ya, Mas Wahono berhasil menduduki Wakil Komisaris Utama di PT Samator Gas Indonesia Tbk. Sebuah perusahaan gas terkemuka, dengan jaringan terbesar dan terluas di Indonesia.
Pelan tapi pasti, cita-cita Mas Wahono untuk “membawa cahaya” ke desanya pun mulai terealisasi. Ia membangun sebuah lembaga pemberdayaan masyarakat berbasis inovasi desa. Melalui lembaganya itu, berbagai macam program perubahan mampu ia implementasikan.
Wasilah Cahaya
Seperti namanya yang Wahono, dia menjadi “WAHANA” bagi bermacam kemajuan di Dolokgede. Dia juga medium dan sarana, pilar aspirasi, sekaligus wasilah “cahaya” untuk menerangi gelap di desanya. Kini, semangat “membawa cahaya” itu mulai merambah ke level kabupaten.
Kota Bojonegoro yang dikenal sebagai Bumi Energi, tentu menyimpan potensi “cahaya” di tiap jengkal tanahnya. Dan tentu, tidak sembarang orang bisa memunculkannya. Penanganan yang salah hanya menjadikan potensi energi itu sekadar menjadi asap flare yang panas dan berbahaya.
Mas Wahono ingin Bojonegoro tak sekadar menjadi Bumi Energi, tapi juga bumi energi yang mampu memberi “cahaya kemakmuran” bagi masyarakatnya. Sebuah cita-cita untuk menjadikan Bojonegoro sebagai kota sejahtera dan berkemakmuran.