Jurnaba
Jurnaba
No Result
View All Result
Jurnaba

Hakekat Lomba Agustusan dalam Kehidupan Sehari-hari

Branda Lokamaya by Branda Lokamaya
17/08/2024
in Headline
Hakekat Lomba Agustusan dalam Kehidupan Sehari-hari

Lomba Agustusan menunjukan pada kita bahwa hasil tak selalu menjadi penentuan,  menang kalah dari pertarungan.

Dari bermacam literatur, tradisi lomba Agustusan mulai marak pada 1950-an, beberapa tahun pasca proklamasi kemerdekaan. Waktu itu, rakjat Indonesia masih kental terbawa dampak euforia bebas dari dekap penjajahan. Tentunya, sangat bahagia.

Merasakan kemerdekaan ibarat jatuh cinta. Lalu, cintanya direstui calon mertua. Saat seseorang sedang jatuh cinta, ada 12 area di dalam otak saling terhubung, melepas senyawa kimia pemicu rasa bahagia seperti oksitosin, dopamin dan adrenalin.

Nah, pasca merdeka dari penjajahan, kombinasi tiga hormon ini menghasilkan euforia pada bagian yang berhubungan dengan fungsi kognitif otak. Dan, ya, fungsi kognitif inilah yang memicu efek kreatif muncul.

Karena itu, saat merasakan bahagia, kreativitas berlebih biasanya mulai bermunculan. Menurut saya, keberlebihan kreativitas itulah yang memunculkan berbagai macam tradisi lomba agustusan.

Tapi ada yang aneh. Jika lomba adalah berjuang dan bersaing, bukankah perlombaan menjadi simbol dari berperang itu sendiri? Berperang untuk saling mengalahkan lawan dalam lomba makan kerupuk, misalnya.

Nah, lomba-lomba itu menunjukan bahwa setelah perang usai, kita justru ingin “berperang” lagi dan lagi, bukan? Hanya, bedanya, ada perang yang ini ada unsur guyonnya.

Dan, unsur guyon lah, yang menjadi kunci dan esensi berbagai lomba Agustusan diadakan saat ini. Dalam proses berperang melawan pesaing pada lomba Agustusan, ada satu rasa yang tidak pernah tertinggal: bahagia.

Kalah ataupun menang dalam proses perlombaan, kita jarang sekali merasa kecewa. Setelah perlombaan selesai digelar, misalnya, yang ada justru tertawa dan saling memaafkan. Entah menertawakan kekalahan ataupun memaafkan kemanangan orang lain.

Memaafkan kemenangan orang lain inilah yang sangat jarang kita temui akhir-akhir ini. Barangkali, kita disuruh mencontoh tradisi Agustusan agar mudah menerima dan memaafkan, saat musuh kita mendapat anugerah berupa kemenangan.

Jika hidup adalah perkelahian atau perjuangan atau perlombaan atau persaingan atau apapun yang kerap dikatakan para motivator itu, harusnya bisa dimasuki unsur guyonan seperti lomba Agustusan. Sehingga tak ada kecewa bagi yang kalah dan tak ada jumawa bagi yang menang.

Di dalam lomba Agustusan, yang menjadi pusat kenikmatan adalah proses perlombaan, bukan hasil dari apa yang telah dilombakan. Sebab, siapapun yang menang, toh semuanya akan tertawa karena merasakan nikmatnya proses perlombaan. Lomba Agustusan menunjukkan pada kita bahwa hasil tidak selalu menjadi penentuan menang kalah dari pertarungan.

Jika kita mampu memaknai dan membaca tanda dari kehadiran lomba Agustusan; tidak ada lagi suporter sepakbola yang marah-marah dan merusak fasilitas umum hanya gara-gara klub kebanggaannya kalah bertanding, tidak ada lagi seseorang yang kecewa hanya karena cintanya tidak direstui takdir.

Dan tidak ada lagi tim sukses yang menyimpan dendam hanya karena jagoannya akan/sudah kalah saat mencalonkan diri menjadi pemimpin.

Tags: AgustusanKemerdekaanKemerdekaan IndonesiaLomba Agustusan
Previous Post

Jipang Padangan, Benteng Kesultanan Pajang

Next Post

Mas Wahono, Pijar Cahaya untuk Bojonegoro

BERITA MENARIK LAINNYA

Islam Indonesia dan 7 Strata Masyarakat Nusantara
Headline

Islam Indonesia dan 7 Strata Masyarakat Nusantara

12/07/2024
5 Kuliner Bojonegoro Tempo Dulu yang Harus Kamu Tahu
Destinasi

5 Kuliner Bojonegoro Tempo Dulu yang Harus Kamu Tahu

07/05/2024
Kelelawar, Hewan Antagonis yang Punya Banyak Jasa Ekologis bagi Manusia
Headline

Kelelawar, Hewan Antagonis yang Punya Banyak Jasa Ekologis bagi Manusia

24/04/2024

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Anyar Nabs

KOPRI PC PMII Bojonegoro Ajak Generasi Muda Lindungi Anak Dari Penikahan Dini

KOPRI PC PMII Bojonegoro Ajak Generasi Muda Lindungi Anak Dari Penikahan Dini

23/05/2025
Suluk Geobiculta: Kearifan Lokal sebagai Pilar Pendidikan

Suluk Geobiculta: Kearifan Lokal sebagai Pilar Pendidikan

22/05/2025
Serabi, Perhatian Pembangkit Kenangan

Serabi, Perhatian Pembangkit Kenangan

21/05/2025
Ekoteologi: Saatnya Belajar dari Pohon

Ekoteologi: Saatnya Belajar dari Pohon

20/05/2025
  • Home
  • Tentang
  • Aturan Privasi
  • Kirim Konten
  • Penerbit Jurnaba
  • Kontak
No Result
View All Result
  • PERISTIWA
  • JURNAKULTURA
  • DESTINASI
  • FIGUR
  • CECURHATAN
  • MANUSKRIP
  • FIKSI AKHIR PEKAN
  • SAINSKLOPEDIA
  • PUBLIKASI
  • JURNAKOLOGI

© Jurnaba.co All Rights Reserved

error: