Wan Khaji Syihabuddin merupakan ulama penyebar islam di Jipang Padangan. Namanya ibarat batang pohon yang melahirkan percabangan genealogis pesantren sepuh di Jawa Timur.
Bukan sebuah kebetulan lokasi makam Mbah Syihabuddin Padangan terdapat pohon besar yang ikonik. Satu di antara sedikit pohon besar yang tersisa di Padangan. Dan tepat di bawah pohon itulah, figur ulama penyebar islam periode 1700 – 1800 M itu disemayamkan.
Serupa kata “syajarah” yang bermakna pohon, Wan Khaji Syihabuddin juga terbukti empiris menjadi batang pohon genealogis sejumlah pesantren sepuh di Jawa Timur. Namanya tercatat manuskrip sebagai figur yang menurunkan sejumlah tokoh pembesar pesantren di Jawa Timur.
Sejumlah pesantren sepuh seperti Mojosari Nganjuk, Gedongsari Nganjuk, Betet Bojonegoro, Petak Bojonegoro, Rengel Tuban, Sampurnan Gresik, Tanggir Tuban, Kembangan Bojonegoro, Dungkebo Senori, Rengel Tuban, hingga Mruwut Bojonegoro tercatat bersimpul keluarga pada Mbah Syihabuddin Padangan. Tak semua nama pesantren di atas masih ada. Tapi setidaknya, terbukti melahirkan banyak jejak berupa tokoh ulama.
Nama Wan Khaji Syihabuddin cukup banyak tercatat di manuskrip, utamanya Manuskrip Padangan. Beliau adalah pendiri Pesantren Betet Bojonegoro. Ini alasan beliau dikenal dengan Mbah Syihabuddin Betet. Sebuah pesantren pinggir bengawan yang kelak dilanjutkan menantunya yang bernama Mbah Syamsuddin Betet.
Pada era Perang Diponegoro (1825-1830), Pesantren Betet masyhur sebagai lokasi gemblengan para santri. Terbukti, banyak Kaum Sentono Mangkunegaran belajar agama dan nyantri pada Mbah Syihabuddin di Pesantren Betet. Mayoritas santri Mbah Syihabuddin membawa misi “Moroastro” yang berarti mendatangi bintang.
Kemasyhuran Mbah Syihabuddin sebagai Wali Lor Nggawan, menunjukan kecenderungan beliau sebagai ulama maritim sungai. Pesantren yang beliau dirikan berada di sisi utara kesyahbandaran bengawan Jipang Padangan. Dan bukan kebetulan pada abad 19 M, mayoritas polisi kapal Bengawan Solo rata-rata berasal dari Mangkunegaran.
Kelak di era kepengasuhan Pesantren Betet yang kedua, yaitu era Mbah Syamsuddin Betet, banyak Sentono Mangkunegaran nyantri dan belajar agama di Pesantren Betet. Yang paling terkenal tentu saja Raden Soedjono Madiun (1875-1961). Guru spiritual Bung Karno itu belajar di Pesantren Betet selama bertahun-tahun sejak 1883 M, yaitu saat masih usia remaja.
Wan Khaji Syihabuddin lahir di Bancar Tuban. Ia memiliki nama kecil Abizar. Di sejumlah kitab yang beliau tinggalkan, ia menyemat nama pena Abizar al Bansari, Abizar dari Bancar. Di antara kitab yang beliau tinggalkan adalah Hidayatul Insan fi Syarhil Hikam, Takriran Minhajul Abiddin, Tafsir Quran, dan sepaket Mushaf Al Quran.
Leluhur Wan Khaji Syihabuddin tercatat membangun peradaban di Jipang Padangan. Maka bukan kebetulan jika kelak, ia juga berdakwah dan menghabiskan usia di Jipang Padangan. Serupa Wan Khaji Abdurrohman Klotok, Wan Khaji Syihabuddin adalah keturunan jalur lelaki Mbah Jimatdil Kubro.
Nasab Wan Khaji Syihabuddin tercatat di sejumlah manuskrip dengan urutan: Syihabuddin bin Istad bin Juraij bin Anam bin Abdul Jabbar bin Abdullah Silarung bin Abdul Halim Tsani bin Abdul Halim Awal bin Abdurrohman Pajang bin Abdul Aziz bin Abdul Fattah bin Ishak Pandoyo bin Sayyid Kebungsuwan bin Sayyid Jamaluddin (Mbah Jimatdil Kubro).
Jejak Ilmiah Mbah Jimatdil Kubro di Jipang Padangan pada periode 1300 M
Mbah Syihabuddin adalah saudara sebuyut Mbah Abdurrohman Klotok. Keduanya tercatat sebagai cucu buyut Kiai Anam Abdul Jabbar. Mbah Syihabuddin juga saudara ipar Mbah Abdurrohman Klotok. Sebab, ia menikah dengan Nyai Syibti yang tak lain adalah adik kandung dari Mbah Abdurrohman Klotok. Secara usia, Mbah Syihabuddin lebih sepuh dari Mbah Abdurrohman. Namun secara status, ia adik ipar dari Mbah Abdurrohman.
Dari pernikahannya dengan Nyai Syibti, Mbah Syihabuddin dikaruniai 7 orang keturunan. 5 putra dan 2 putri. Di antaranya; Kiai Abdul Latif, Nyai Wajiroh Betet, Kiai Abdullah Padangan, Kiai Muhammad Tohir Betet, Kiai Murtadlo Kuncen, Nyai Jono Kerek, dan Kiai Muhammad Syahid Kembangan.
Masa kecil ketujuh putra-putri Mbah Syihabuddin diasuh sang paman, yaitu Mbah Abdurrohman Klotok, dengan didikan tarbiyah Pesantren Klotok. Dari tujuh putra-putri Mbah Syihabuddin itulah, kelak melahirkan banyak tokoh pendakwah di sejumlah titik di Jawa Timur.
KH Zainuddin Mojosari Nganjuk merupakan cicit Mbah Syihabuddin. Urutannya: Mbah Zainuddin bin Nyai Mukmin binti Abdullah bin Syihabuddin.
KH Mustajab Gedongsari Nganjuk merupakan cicit Mbah Syihabuddin. Urutannya: Mbah Mustajab bin Nyai Zarkasyi binti Abdullah bin Syihabuddin.
KH Ahmad Basyir Petak Bojonegoro merupakan cicit Mbah Syihabuddin. Urutannya; Mbah Ahmad Basyir bin Nyai Sulbiah Qodir binti Nyai Wajiroh binti Syihabuddin.
KH Madyani Ishaq Rengel merupakan cucu Mbah Syihabuddin. Urutannya: Mbah Madyani Ishaq bin Nyai Jono binti Syihabuddin.
KH Sholeh Tsani Sampurnan Gresik merupakan cicit Mbah Syihabuddin. Urutannya: Mbah Sholeh Tsani bin Madyani Ishaq binti Nyai Jono binti Syihabuddin.
KH Muslih Shoim Tanggir merupakan cicit Mbah Syihabuddin. Urutannya: Mbah Muslih Shoim bin Nyai Mu’isyah binti Murtadlo bin Syihabuddin.
KH Syarif Dungkebo Senori Tuban merupakan cucu Mbah Syihabuddin. Urutannya: Mbah Syarif bin Syahid Kembangan bin Syihabuddin.
KH Yasin Mruwut Kanor Bojonegoro merupakan cucu Mbah Syihabuddin. Urutannya: Mbah Yasin Mruwut bin Nyai Wajiroh binti Syihabuddin.
Pesantren Darusholeh Rengel Tuban merupakan cucu Mbah Syihabuddin. KH Zakaria Rengel (ayah Mbah Sholeh Rengel), adalah cucu Mbah Syihabuddin. Urutannya: Zakaria bin Nyai Wajiroh Syamsuddin binti Syihabuddin.
Pesantren Al Munir Sugihwaras merupakan keluarga Mbah Syihabuddin. Urutannya: KH Ahmad Taufiq bin Nyai Sa’diyah Munir binti Abdul Malik bin Nyai Sulbiyah Qodir binti Nyai Wajirah Syamsuddin binti Syihabuddin.
Para dzuriyah (keturunan) Wan Khaji Syihabuddin di atas, berdakwah di sejumlah wilayah dengan semangat yang sama. Yaitu semangat juang yang pernah diukir leluhurnya sebagai dakwah damai bilhikmah wa mauidhotul khasanah.