Memarkir kendaraan serupa memarkir perasaan. Kalau pemilik lahan nggak membolehkan, ya cari hati yang lain lah. Hehe
Pemkab Bojonegoro baru saja merilis pengumuman. Masyarakat pengunjung alun-alun dilarang memarkir kendaraan di Jalan Mastumampel. Alasannya, tentu demi lancarnya lalu lintas.
Dalam pengumuman yang disampaikan akun Twitter resmi Pemkab Bojonegoro tersebut, pemerintah mengumumkan jika per 1 Juli, pengendara dilarang memarkir kendaraan di jalan tepat di depan pendapa Pemkab tersebut, kecuali sedang ada kegiatan Pemkab.
Nabs, pengaturan parkir memang penting. Sebab, disadari atau tidak, penyebab utama kemacetan adalah parkir sembarangan. Terlebih, lokasi jalan adalah jalan khusus. Dalam arti, jalur menuju kantor pemerintahan.
Pengumuman
Mulai tanggal 1 Juli 2019 dilarang parkir di sepanjang jl. P. Mastumapel kecuali ada kegiatan Pemda Bojonegoro pic.twitter.com/kJ5P0okeng— PEMKAB BOJONEGORO (@pemkab_bjn) June 29, 2019
Sejumlah netizen pun berkomentar. Selain mempertanyakan ada tidaknya alternatif parkir lain, mereka juga menanyakan ini aturan selamanya atau tidak.
Akun @Iqballkautsar menanyakan, Oke, lalu apa ada tempat parkir lain sebagai gantinya? Sedang akun @dni705 menanyakan, Ada acara opo selamanya iki min?
Nabs, sebenarnya, memarkir kendaraan itu serupa memarkir hidup. Memarkir kehidupan. Kita di dunia ini, sedang memarkir hidup. Memarkir peran sebagai makhluk hidup.
Kita, sebagai masyarakat biasa, tentu tak bisa memarkir (memerankan) hidup sebagai pemilik kebijakan yang apa-apa mau kita harus dituruti banyak orang.
Hal serupa juga sama bagi pemerintah. Sebagai pengambil kebijakan, tugasnya memang mengatur-atur. Asal aturannya demi kemaslahatan masyarakat, tentu tidak masalah. Sebab, yang namanya aturan, kadang memang berat.
Nah, dalam hidup, ada banyak aturan tuh yang harus ditaati. Terlepas kadang dengan berat hati, aturan memang niat awalnya demi memudahkan. Atau setidaknya, demi kepentingan kita sendiri.
Memarkir kendaraan juga serupa memarkir perasaan (hati). Kita kan sering tuh jatuh rasa sama seseorang. Anggap saja itu sebagai proses memarkir perasaan. Nah, kalau hati yang ditempati tak membolehkan, mau apa coba?
Ya cari tempat parkir lainnya kan ya. Toh, siapa tahu, dengan memarkir kendaraan (perasaan) di tempat lain, kita justru memperoleh kedamaian dan kenyamanan. Lebih aman. Dan lebih melegakan. Hehe