Olahraga sejatinya laku meragakan rasa sekaligus merasakan raga dari dalam tubuh kita. Olahraga, bahkan jadi cara merespon patah hati secara elegan.
Raga dan rasa. Dua unsur milik manusia yang menempati tahtanya masing-masing. Raga, sebentuk fisik yang berwujud dan bisa disentuh. Sedangkan rasa, gejolak di dalam tubuh yang tak bisa disentuh.
Demi menjalankan hak dan kewajiban. Yakni untuk menjaga kehidupan yang diberikan secara cuma-cuma oleh maha pencipta. Manusia disarankan mengolah dua tahta dalam dirinya. Olahraga sekaligus olahrasa.
Olahraga banyak jenisnya. Ada yang berbasis fisik (physical sports) hingga otak (mind sports). Ada yang menuntut kerjasama dengan tim. Ada pula yang mempererat relasi dengan alam. Ada yang menyulut adrenalin. Namun ada pula yang menawarkan ketenangan.
Sedangkan olahrasa adalah aktivitas yang kadang tak menentu wujudnya. Kadang muncul dari sesapan kopi pertama di pagi yang mendung. Sebaris narasi dari buku yang menyentuh pirasamu. Atau bahkan muncul dari satu langkah dalam momentum naik gunung pertamamu.
Raga dan rasa memang berdiri sendiri. Tapi, kadang mereka saling memengaruhi. Laiknya ketika bahagia menyeruak. Demi menikmati euforianya. Hingga malam kehabisan petang. Kau masih bisa terbangun dengan semangat yang tidak ada habisnya.
Atau seperti momentum menuju sepertiga malam, ketika kau mendadak terbangun karena sesaknya luka patah hati. Kau memaksa ragamu menanti pagi, kemudian pergi berlari.
Entah dari mana timbul energi. Tapi ternyata kau mampu mengubah air mata jadi keringat yang menumbuhkan semangat. Dari situ, aku tarik kesimpulan. Ketika raga yang terluka, rasa yang menguatkannya.
Pirasa mampu menumbuhkan imaji tentang kekuatan. Sedangkan ketika rasa yang terluka. Raga mampu mengaktifkan senyawa misterius dari milyaran selnya. Termasuk serotonin, hormon yang mampu menyampaikan pesan kebahagiaan dalam otak.
Kabar baiknya adalah, serotonin dapat meningkat kala manusia mengolah raganya. Jadi, bukan hanya bualan belaka jika ada yang menyarankanmu untuk beraktivitas fisik lebih banyak kala patah hati— kog patah hati sih contohnya? Hmm
Tidak hanya mitos, bahwa air mata bisa kita ubah salurannya. Lalu bertransformasi menjadi keringat yang keluar melalui pori-pori kulit. Ini yang membuat metode menangismu terasa lebih elegan. Menangis-lebih-elegan, Nabs.
Hal ini pula yang saya (dan beberapa teman saya) lakukan. Merayakan patah hati secara elegan. Dengan memulai hidup yang bersinggungan dengan olahraga. Memaksa serotonin mengubah imaji hidup menjadi lebih bahagia.
Begitulah aku mengenal kegiatan fisik laiknya bergumul dengan besi-besi penempa otot. Roda-roda yang memaksa jantung memompa lebih keras. Tali temali yang memeras keringat.
Dan sesekali menceburkan diri dalam kolam. Untuk menantang raga agar sanggup bertahan tanpa tenggelam. Seperti menceburkan diri dalam kisah sedih tak berkesudahan. Namun sekaligus menantang diri untuk kuat dan meningkatkan kekebalan.
Kegiatan olahraga yang paling sederhana namun menawarkan one-stop activities adalah gym. Di sana, kita bisa bebas mengatur ingin mengolah raga ini dengan metode cardio atau strength training.
Dalam cardio, denyut jantung dan pompaan darah dalam tubuhmu akan dipaksa bergerak lebih kencang. Kegiatan ini kemudian terasa seperti membakar dada.
Namun, jika dilakukan dengan porsi yang tepat, akan meningkatkan kesehatan jantung, paru-paru, dan ototmu.
Berbeda dengan strength training, alias latihan kekuatan. Gacoanmu bukan jantung, namun otot. Meskipun tetap saja, olahraga ini juga akan membuat jantungmu memompa lebih cepat.
Dalam latihan kekuatan, ada besi-besi yang siap kau angkat. Ada berbagai macam alat yang mengaktivasi otot yang berbeda pula.Dari kesemuanya, tak ada yang salah untuk dicoba.
Terutama jika tujuan utamanya adalah untuk merangsang serotonin agar aktif meracuni rasa. Meracuni dengan bakteri baik, sehingga tidak ada lagi duka yang terlampau berharga.
Sebab sejatinya, yang lebih penting adalah menjadi kuat dalam raga dan rasa.