Teruntuk diriku, aku rasa tidak perlu membikin surat formal untuk menulis pesan waktu padamu.
Waktu terus berjalan menandakan kehidupan tidak akan pernah berhenti begitu saja. Siang ini saya masih di tempat yang sama namun dengan keadaan dan perasaan yang berbeda. Perasaan saya yang gelisah tatkala terlintas tugas menulis, apa yang terjadi 10 tahun mendatang?
Saya mulai menyeduh kopi sembari membakar sebatang rokok. Kedua benda tersebut seolah menjadi pemacu imajinasi saya yang liar dan semakin menjadi. Mungkin saya bisa menulis diri saya 10 tahun mendatang menjadi seorang yang sukses menggapai semua impiannya. Lantas apa yang saya impikan ?
Cukup lama saya terdiam sambil menghebuskan kepulan penyesalan. Bukannya tidak punya impian ataupun cita-cita. Tapi terkadang takdir menjadi penghalang semua apa yang kita impikan. Seolah itu menjadi bayang-bayang yang menghambat.
Takdir memang tidak bisa menjadi suatu alasan saya untuk bermimpi. Karena saya juga tidak punya hak untuk meminta hidup seperti apa, dilahirkan dan dibesarkan oleh siapa. Sehingga tidak ada manusia yang sama persis di dunia ini.
Namun, ini semua tentang nasib. Nasib seseorang bisa berubah asalkan dirinya mau berusaha mewujudkan mimpinya. Selayaknya lagu Perjuangan dan Doa dari Bang H. Rhoma irama, sebuah mimpi tidak akan terwujud tanpa adanya perjuangan dan doa.
Mungkin aku butuh sebuah pesan waktu untuk diriku di sepuluh tahun mendatang. Sebuah coretan yang mungkin bisa menjadi doa. Tidak berfikir panjang lalu aku mencoba memulai menulis sebuah pesan itu.
Teruntuk diriku, saya rasa tidak perlu penulisan formal untuk menulis pesan waktu ini. Karena saya yakin kamu sekarang sudah menjadi seorang yang sederhana.
Saya membayangkan kamu sekarang sedang duduk di teras rumah. Rumah yang sederhana penuh dihiasi oleh ukiran kayu. Tidak lupa ditemani oleh rokok dan kopi, Kamu menikmati sisa-sisa udara yang masih asri disudut kota sambil membaca Informasi terbaru menjadi rutinitasmu setiap pagi.
Mungkin kamarmu sekarang dihiasi oleh buku yang tersusun tidak terlalu rapi. Tidak lupa kamu pasti menempatkan beberapa buku karyamu di atas susunan koleksi bukumu. Karena aku yakin kamu selalu memberi tempat sendiri untuk sesuatu yang berharga untukmu.
Sebelum saya tutup pesan waktu ini. Semoga pesan waktu ini kamu baca sepuluh tahun yang akan datang dan saya minta maaf jika apa yang saya bayangkan sedikit berbeda dengan realita yang kau alami. Namun, setidaknya aku sudah sedikit mengikuti jejak dari Mbah Haruki.
“Jadilah penghayal yang bebal dan sebarkan mimpi-mimpimu ke semua orang”. Salah satu kata-kata beliau yang sedikit menyakinkan aku menulis sebuah pesan waktu ini.