Jika nasib adalah kesunyian masing-masing, biarkan waktu menjadi kemungkinan masing-masing.
Kurang dari 24 jam, angka penting di kalender berganti. Tahun 2019 berakhir. Waktu bergerak memasuki tahun 2020. Sejalan dengan rotasi bumi, perlahan tetapi pasti. Membawa manusia ke akhir dekade pertama milenium.
Nabs, perayaan tahun baru segera dimulai. Rencana-rencana anyar segera dilaksanakan. Namun, bagaimana dengan resolusi awal tahun 2019 lalu? Apakah yang kamu lalui selama 365 hari sebelum ini sudah berjalan baik? Tentu ini perlu direnungkan sejenak.
Seperti satu pertanyaan dari akun instagram @kinand.home. Banyak kalimat motivasi dan mutiara. Bukan hanya untuk menyemangati. Namun, menarik pula untuk dicermati. Terkait soal nasib, apa yang membedakan nasib seseorang? Lha wong manusia memiliki waktu yang sama kok.
“Setiap orang memiliki 24 jam yang sama setiap hari, tapi tidak semua orang hidup yang hidup memanfaatkan dengan baik waktu mereka masing-masing, mengapa mereka sukses dan mengapa kamu tidak. Coba perhatikan kembali apa yang mereka lakukan dan apa yang kamu lakukan,” dikutip dari akun instagram @kinand.home.
Namanya juga hidup, tantangan selalu ada. Senang dan bahagia bisa kamu rasakan saat melewatinya. Terkadang, ada yang merasakan menderita untuk melaluinya. Itu hal lumrah kok, bisa dimaklumi. Tapi, pengalaman seperti itu harus dipelajari.
Seperti halnya tokoh nasional di negara ini. Siapa tidak kenal dengan Pahlawan Revolusi Jenderal Soedirman dan cerita-cerita yang membesarkan namanya? Nama Soedirman menjadi harum tentu bukan hal mudah. Banyak hal yang dia lalui ketika masih muda.
Soedirman adalah seorang Panglima Besar Tentara Nasional Indonesia (TNI). Sebelumnya, dia adalah sosok yang giat belajar. Melansir Wikipedia, Soedirman sempat menjadi seorang guru dan kepala sekolah. Itu sebelum dia bergabung dengan Tentara Pembela Tanah Air (PETA). Setelah melakukan pemberontakan, dia pun diasingkan.
Namun, ada satu hal penting yang menjadi kunci perjuangan Soedirman. Belajar. Iya, dia adalah sosok yang mau dan terus belajar. Tentunya belajar dari pengalaman yang dia lalui. Penderitaan bisa dilepas hanya jika kamu belajar.
“Banyak orang menyebut penderitaan mereka sebagai nasib. Namun, sesungguhnya penderitaan adalah akibat kebodohan mereka sendiri,” dikutip dari quote Jenderal Soedirman.
Penderitaan yang kamu rasakan adalah sebuah nasib. Nasib itu bisa diubah dengan sebuah usaha. Banyak cara untuk melakukannya. Salah satunya adalah belajar.
Belajar akan memberikan cara baru menghadapi tantangan baru Dan kamu harus tahu cara mana yang sesuai untukmu. Belajarlah dari pengalaman. Baik pengalaman sendiri maupun dari orang lain.
Pengalaman yang kamu pelajari menjadi modal untuk satu tahun ke depan. Satu tahun untuk mengubah nasib. Belajar lagi, mengubah nasib lagi. Menjadi baik dan semakin baik. Karena saat ini, penderitaan perang dan kelaparan sudah usai. Manusia memasuki era mencari kebahagiaan.
Kontemplasi atau merenung adalah kebutuhan yang sifatnya alternatif. Misalnya meditasi. Cukup sejenak berdiam diri. Ini membantu kamu untuk rileks. Atur nafas kamu secara perlahan dan penuh ketenangan. Masuklah ke dalam diri kamu sendiri, Nabs.
Lalu, pikirkan dan perhatikan apa yang kamu rasakan. Fokuskan pada apa yang sudah kamu lakukan dalam waktu satu tahun ini. Apakah rencana dan resolusi setahun lalu sudah tercapai semua? Bagaimana dengan satu tahun ke depan? Perubahan apa yang hendak kamu capai?
Bergantinya tahun adalah waktu yang tepat bagi kamu yang ingin mengubah nasib. Nasib buruk harus diubah. Penderitaan harus segera diakhiri karena manusia butuh kebahagiaan. Sambat boleh, asal harus realistis.
Jika nasib adalah kesunyian masing-masing, biarkan waktu menjadi kemungkinan masing-masing. Selama masih punya waktu, ia yang pergi masih mungkin kembali. Ia yang pernah datang, masih mungkin kembali pulang. Meski tentu saja, wujudnya berbeda.