Entah reinkarnasi entah karma. Yang baru bakal selalu gantikan yang lama. Terus begitu selamanya. Karena tak ada yang namanya setia. Yang ada, lebih menguntungkan yang mana.
Berpisah setelah sekian lama bersama itu rasanya kayak entah apa yang merasukimu. Banyak kenangan indah. Banyak kebiasaan yang harus berubah. Lha gimana lagi, susah senang bersama, je.
Tapi, perpisahan memang harus terjadi. Saat dia tak lagi setia. Saat setia tak lagi membersamainya. Saat semua yang diberi telah disia-siakan, hanya karena ada penawaran yang, ehem, lebih baik.
Inisialnya WA. Sebut saja begitu. Karena memang dia lebih dikenal dengan inisial itu. Hingga nama WA bisa jadi kata kerja aktif: nge-WA. Atau kata kerja pasif: di-WA. Atau bisa juga adverbia: WA-nan.
Hufft. Kini aku harus berpisah dengan WA. Setidaknya secara pelan-pelan. Secara cepat-cepat pun, aku siap. Agar tidak terlalu menyakitkan. Perlahan tapi yakin, kami harus berpisah. Sudah.
Dulu dia menggantikan mantanku. Inisialnya BBM. Sama kayak dulu. Persaan untuk berpisah ini berat. Seakan tidak mungkin. Tapi tetap saja harus berpisah. Harus ada jalan untuk pisah.
Entah reinkarnasi entah karma. Yang baru bakal selalu menggantikan sesuatu yang lama. Terus begitu selamanya. Bahkan hingga diujung usia. Karena tak ada yang namanya setia. Yang ada, lebih menguntungkan yang mana.
Selalu ada alasan untuk sebuah perpisahan. Seperti baru-baru ini aku dikasih tahu. Katanya WA sudah terjangkit virus. Sejenis virus trojan yang sangat berbahaya. Ini mengerikan. Jangan-jangan aku yang selama ini berhubungan dengannya, juga kena virus. Oh Noo!!
Kegalauan ini makin menggila saat terbakar kompornya pendiri Telegram, Pavel Durov. Dia bilang, WA bukan saja gagal melindungi, namun juga seringkali diperalat oleh program jahat untuk mengintaiku.
Program jahat itu, kata Durov, mengintip dan mencuri koleksi foto, video, dan file yang tersimpan di dalam hapeku.
“Tinggalin aja WA, kecuali kamu nggak keberatan foto-foto dan pesan kamu dipublikasikan suatu saat nanti,” kata Durov.
Bagiku, kata-kata Durov itu terdengar sangat provokatif. Tapi cukup beralasan. Apalagi beberapa tahun terakhir, WA sering dituding sebagai sahabatnya para penyebar fitnah dan hoax.
Mungkin bukan tudingan juga sih. Toh yang bilang gitu Pemerintah juga, Kementerian Kominfo. Ah, au ah. Mungkin itu urusan politik.
Eh tapi aku dengar, Brian Acton dan Jon Koum yang sudah membesarkannya, juga sudah melepaskan dia. Kelihatannya di dalam keluarganya pun kurang harmonis. Katanya akibat kebijakan orangtuanya yang baru, inisialnya FB, kehidupannya mulai goyah. Bahkan pengasuhnya, Neeraj Arora juga ikutan pergi.
Awal tahun ini Forbes pernah wawancara Acton soal kasus ini. Acton bilang, dia tidak suka dengan kebijakan baru buat pasang iklan di status. Menurut dia, WA itu istimewa karena tidak dikomersilkan. Dia indah dengan kepolosannya.
Acton ngomong begini,”Iklan bertarget bikin aku nggak seneng. Kau bikin itu sekali, itu berjalan di mana-mana di setiap negara. Kau nggak perlu tenaga penjualan yang canggih. Ini bisnis yang sangat sederhana. FB mewakili serangkaian praktik bisnis, prinsip, etika, dan kebijakan yang aku belum tentu setuju.”
Retorik sekali dia bicara. Mungkin dia ngomong begitu karena masih sayang sama WA.
** **
Keyakinanku mempertahankan hubungan dengan WA kian goyah saat baca tulisan dia di website resminya, Kamis pekan lalu (12/12/2019). Di situ dia tulis, bahwa dirinya mau menjauhi kawan-kawan lamanya. Dia cuma mau sama android dan iOS yang baru.
Sayang banget ya. Padahal temennya sampai sekarang ini sudah sampai 1,6 miliar setiap bulan. Dan setiap hari ada 450 juta akun pasang status WA. Artinya, dia menjadi teman terfavorit semua orang. Termasuk aku.
Bulan Juni lalu, paling jelas, perusahaan pemasok suku cadang kendaraan asal Jerman, Continental AG memerintahkan 2.500 karyawannya menghempaskan WA. Perusahaan tersebut menganggap WA berbahaya bagi bisnis mereka.
“WA dan Snapchat, telah mengalami kemunduran terutama dalam kaitannya soal perlindungan data. Kedua layanan mengakses data pribadi pengguna dan berpotensi mengumpulkan kontak hingga informasi dari pihak ketiga,” katanya.
Nah terus, kalau harus berpisah dengan WA, bagaimana dengan kenangan-kenanganku? Centang satu, centang dua, centang biru?? Semua sudah menjadi bagian dari hidupku. Apalagi akhir-akhir ini lagi hobi-hobinya bikin sticker dari foto-foto kakek-nenekku. Hiks.
Ah, rasanya hati ini akan lebih tegar. Toh, selama ini aku diam-diam sudah sering komunikasi dengan Telegram, LINE, dan kawan lamaku: SMS. Apalagi LINE sering bikin aku betah di rumahnya. Godaan-godaan LINE TODAY, LINE JOBS, dan LINE EVENT, rasanya aku berada di dunia sendiri.
Telegram mungkin aman. Meski dulu pernah diblokir Pak Menteri Kominfo kan ya. Tapi kayanya dia sudah tobat. Gaya-gaya Telegram juga hampir sama dengan WA. Ada sticker sih, tapi belum tahu cara buatnya.
Satu keyakinanku yang makin kuat dari keadaan ini. Keyakinan bahwa dia akan selalu tergantikan. Dulu pakai SMS, lalu MMS. Muncul YM, terus BBM. Setelah itu WA. Telegram, LINE, Wechat, KakaoTalk, BeeTalk, Hangouts, FB Messenger, Skype, dan masih banyak lagi.
Semua berubah. Satu hal yang tidak berubah, perubahan itu sendiri.