Agar membaca jadi kebutuhan, keberadaannya harus terus dikampanyekan.
Sore, Rabu (15/1/25), kala saya berada di Dinas Perpustakaan dan Kearsipan (Dis Perpus Sip) Bojonegoro, ada hal kontributif yang diminta pustakawan kepada saya pasca memilih buku untuk dipinjam.
Ketika akan turun, pustakawan yang berada di Lantai 2 meminta saya untuk menuliskan masukan (saran) untuk Dis Perpus Sip pada kertas yang telah disiapkan.
“Mas, boleh minta sarannya untuk Dis Perpus Sip lebih baik,” begitu pesan ramah yang disampaikan pustakawan kepada saya, sambil menunjukkan lembar saran yang berada di atas meja.
Saya sempat berpikir sejenak, apa saran yang pas untuk Dis Perpus Sip Bojonegoro?
Sambil mengamati saran-saran yang dibubuhkan pengunjung sebelum saya, muncullah masukan, agar Dis Perpus Sip tidak sekadar menjadi sarana peminjaman (sirkulasi) dari koleksi buku yang dimiliki.
Tetapi juga mengagendakan kegiatan literasi seperti bedah buku, kemudian bincang-bincang memperingati hari buku, hingga refleksi ulang tahun lahirnya Dis Perpus Sip Bojonegoro sendiri entah berbentuk focus group discussion (FGD) dan lainnya dengan pegiat literasi yang di Bojonegoro.
Mengapa masukan itu saya berikan?
Pertama, bila Dis Perpus Sip sekadar mengandalkan layanan peminjaman (sirkulasi), tentu keberadaan Dis Perpus Sip mohon maaf akan terasa “sepi”. Yang datang hanya segelintir dan itu-itu saja.
Tetapi, coba bila Dis Perpus Sip mengadakan bedah buku –dan semacamnya yang tempatnya di kantor tersebut, kehadirannya tentu akan banyak menyedot perhatian pegiat literasi yang masih cerai-berai, untuk guyub menyatu dalam rangka ikut menguatkan literasi di Bojonegoro.
Apalagi bila kemudian dalam forum tersebut, Dis Perpus Sip banyak menggandeng pegiat literasi dari berbagai sektor. Mulai penerbit buku lokal Bojonegoro, taman baca masyarakat (TBM), media, kampus dan sekolah, tentu daya kejut budaya membaca “punya titik terang” perhatian yang lebih.
Sampel kegiatan yang saya sampaikan di atas, hakikatnya agar membaca meminjam bahasa Nanang Fahrudin dalam bukunya “Membaca untuk Bojonegoro” (2019:9), tidak dimaknai sekadar mengisi waktu luang. Tetapi, menjadi kebutuhan dan budaya di daerah penghasil migas ini.
Sehingga, forum-forum dialog, diskusi, mencari pengetahuan (dalam bentuk meneliti) melalui upaya interpretasi pikiran, hingga melakukan uji coba pikiran kita dengan pikiran-pikiran yang tersurat dan tersirat, akan menggerakkan koleksi buku yang tersusun rapi di rak dan berdiri manis sembari tertutup, kemudian dibuka banyak tangan pembaca budiman.
Kedua, masukan di atas saya berikan agar ada perhatian lebih dari pemimpin yang kini terpilih. Hal itu seiring dengan kehadiran pemimpin baru Bojonegoro mas Setyo Wahono dan ibu Nurul Azizah, yang secara pribadi saya berharap agar literasi –dalam hal membaca-menulis, di Bojonegoro mendapat perhatian lebih.
Sudah saatnya Bojonegoro yang dalam bahasa Nanang Fahrudin (ix) bergeliat secara cepat pada aspek ekonomi dan politik, juga akan lebih baik bila gerakan membaca di Bojonegoro juga menyala agar tidak berada di ruang redup.
Terlebih, budaya membaca adalah gerak nyata menuju transformasi masyarakat Bojonegoro lebih baik dan berkualitas. Membaca dengan demikian, adalah sebuah tangga menuju masyarakat yang cerdas.
Sekelumit pendapat ini hakikatnya harapan besar saya –yang bukan siapa-siapa. Saya hanya butiran kecil masyarakat Bojonegoro yang ingin mengawali dari diri sendiri untuk cinta membaca-menulis.
Terhadap masukan tadi, itu sekadar sumbang saran saya sembari berperasangka baik (husnudzon) kepada Dis Perpus Sip dan pemimpin yang kini terpilih, bila membaca di Bojonegoro akan betul-betul diperhatikan.
Oh iya, perihal meminjam buku di Dis Perpus Sip, saya menjatuhkan pilihan pada dua koleksi. Yakni, karya Profesor Abdurrahman Mas’ud berjudul “Antologi Studi Agama dan Pendidikan” (2004) yang dulu kala S1 di IAIN –sekarang UIN Walisongo Semarang, menjadi dosen favorit saya; kemudian karya Syahrul berjudul “Jatuh Sekali, Bangkit Berkali-kali” (2021).
Akhirnya, selamat membaca, salam semangat untuk Dis Perpus Sip Bojonegoro tercinta.
*Dosen Prodi PAI Fakultas Tarbiyah, Penulis Buku “Langkah Itu Kehidupan”; “Menjadi Guru: Sehimpun Catatan Guru Menulis”; “50 Status Inspiratif”; “Falsafah Menulis: Esai-esai Kontemplatif Menjadi Penulis Produktif”, dan Pembina LMP Arusgiri dan UKM Penalaran dan Penulisan Griya Cendekia Unugiri.