Menir adalah puing terkecil dari beras. Menir yang dijadikan sayur, bukti bahwa tak ada puing-puing yang sia-sia. Sepuing-puingnya hatimu karena cinta, ia tetap punya makna bagi prosesmu menjadi manusia.
Kates, begitu masyarkat desa menyebutnya. Buah berbentuk lucu dengan nama populer pepaya ini, memiliki banyak manfaat. Buah yang sudah matang bisa dijadikan banyak makanan olahan. Sedang buah mudanya, bisa jadi sayur.
Pepaya yang masih muda, Nabsky, bisa disulap jadi masakan enak banget. Yaps, apalagi kalau bukan sayur menir. Sayur sakral. Sayur ini, sangat fenomenal di daerah pedesaan.
Sebagai pengamat masakan tradisional yang hidup di era digital, kali ini, saya mau sedikit membahas soal sayur menir nih, Nabs.
Sayur menir yang sering dijumpai, umumnya berbahan dari bayam, waluh muda, labu, atau blutru. Beberapa menggunakan pepaya muda sebagai pelengkapnya.
Sayur menir identik dengan menir pastinya, menir adalah semacam beras kecil-kecil dan agak hancur. Sebelum dijadikan bumbu memasak sayur, menir harus direndam dulu selama sejam. Tujuannya agar menir mudah diulek.
Di zaman yang semakin cantik ini, tentu menir juga radak-radak tergeser dengan hadirnya jagung manis. Ibu-ibu, kaum remaja atau siapapun yang pernah memasak sayur menir, pasti tahu itu deh.
Untuk mengganti menir, orang-orang memilih jagung sebagai alternatif pilihan pengganti. Jagung yang dikupas satu biji, diulek dan dicampuri bumbu sayur menir. Meski tak memakai menir beras, orang-orang menyebutnya sayur menir.
Nabs, membikin sayur menir tentu perihal mudah, terutama bagi yang tahu resepnya. Bagi yang tidak tahu, bakal kikuk memasaknya. Sebab memasak adalah kegiatan yang rekoso jika tidak terbiasa, apalagi bagi pemula. Hal ini terasa sangat berat bagi sebagian orang.
Bukan keluhan proses memasaknya saja. Rasa dan hasil dari masakan terkadang juga menjengkelkan jika tidak sesuai harapan. Ya kayak pas lagi sayang-sayangnya, terus ditinggalin gitu. Apasihhhh ~
Apalagi sayur menir yang rasanya asin, tentu akan mendatangkan banyak cuapan bagi mereka yang mencicipinya. Bisa-bisa dikira kebelet dan ngebut pengen nikah. Sebab presepsi semacam ini sudah sangat mengental sekali di seantero negeri.
Memasak memang bukan sebuah aktivitas yang gampang ya, Nabs. Dibenturkan dengan panas-panas dapur, yang pasti membikin keringat mengucur. Jika tidak mencoba atau telaten, sulit dilakukan.
Selain itu, memasak harus dengan cinta kasih. Cinta kasih dalam memasak, sangat mempengaruhi cita rasa yang dihasilkan. Mengapa begitu? Iya dong, jika kita memasak saja penuh dengan cinta dan ketulusan, tentu peluang cita rasa enak kian besar.
Berbeda jika dalam memasak, kita lagi marah atau dalam keterpaksaan. Bagi kaleun-kaleun yang sudah halal, saat terpaksa memasak apalagi saat sedang tidak diberi uang oleh suami, menabur bumbu rasanya kayak menabur kebencian. Rasa yang didapat pun, pasti kurang sedap, kan?
Rasa dalam masakan, sangat melambangkan kondisi hati kala proses memasaknya. Apalagi, sayur menir pepaya adalah menu yang sakral sekali. Selain lembut, manis, dan gurih, ia juga amat filosofis.
Menir adalah puing terkecil dari beras. Menir yang dijadikan sayur, bukti bahwa tak ada puing-puing yang sia-sia. Sepuing-puingnya hatimu karena cinta, ia tetap punya makna bagi prosesmu menjadi manusia.
Sedang kates atau pepaya, yang tua selalu berada di bawah yang muda. Yang matang selalu berada di bawah yang mentah. Tentu bukti bahwa manusia yang matang ilmunya, harus bisa berada di bawah (tawadhu) terhadap mereka yang mentah ilmu.
Nabs, jika kalian belum pernah mencoba sayur menir pepaya, segera mencoba ya. Untuk kamu, kamu laki-laki yang beralasan tidak bisa memasak, maka sudah saatnya kamu mencari tukang memasak ya, alias sisri, eh istri.
Hei kamu, kamu yang (semoga) membaca tulisan ini, ga pengen apa aku masakin sayur menir?