Mencari sesuatu yang khas di Bojonegoro memang susah-susah gampang. Susah karena hampir semua yang dianggap khas, bisa ditemukan di kota lain. Gampang karena jumlah kekhasan (terutama kuliner) di Bojonegoro cukup banyak.
Warung Ireng dan wedang tape ketan hitamnya, tentu menjadi satu kuliner khas Bojonegoro yang, mungkin bakal sulit dicari di kawasan lain selain Bojonegoro. Selain ekslusif, ia juga tergolong klasik karena bertahan sejak tahun 1950-an.
Kebanyakan wedang tape, biasanya pakai tape singkong ataupun tape ketan yang warnanya bukan hitam: putih kehijau-hijauan. Tapi di warung yang terletak di Jalan KH. Mas Mansyur Ledok Wetan Bojonegoro itu, tape yang dipakai adalah tape ketan hitam — ketan yang biasanya dikenal karena bubur ketan hitam.
Sri Wilujeng Natalia Rosita, pengelola Warung Ireng generasi ke-3 bercerita, Warung Ireng awalnya didirikan oleh Mbah Kutik pada medio 1950, atau 5 tahun pasca kemerdekaan.
Pada 1996, Mbah Kutik Wafat dan digantikan oleh anaknya, Mbah Karti. Mbah Karti mengelola Warung Ireng hingga tahun 2005. Dan kini, Warung Ireng dikelola oleh putri mantu dari Mbah Karti, yakni Bu Rosita.
“Ibu wafat pada 2005, sejak itu saya yang disuruh melanjutkan mengurus Warung Ireng,” kata Rosalia.
Praktis, kini Warung Ireng dikelola oleh generasi ke 3. Mengelola warung hingga melintasi generasi ke generasi tentu bukan masalah gampang. Sebab, jarang ada yang mampu meneruskan. Namun, Rosalia membuktikan jika dia mampu.
“Sejak dulu sampai sekarang ya begini. Rasanya sama, namanya juga tidak berganti,” ungkapnya.
Wedang Tape Ketan khas Bojonegoro.
Rosalia mengatakan jika wedang tape memang bisa ditemui di banyak tempat. Tapi, wedang tape yang tapenya berasal dari ketan ireng, belum banyak atau bahkan sulit dicari. Yang menjadikan wedang tape ini khas, ia bertahan melampaui berbagai zaman.
Wedang tape ketan ireng memang berbahan sederhana. Yakni gula, tape ketan ireng, santan, dan air panas. Untuk ketan irengnya, kata Rosalia, bikin sendiri. Sebab, itu bahan utama yang tak bisa digantikan.
Warung Ireng hampir setiap hari buka. Liburnya sewaktu-waktu. Waktu lebaran atau hari besar liburan, misalnya, banyak pengunjung dari luar daerah. Kebanyakan orang Bojonegoro yang melancong ke negara lain. Atau orang dari negara lain yang main ke Bojonegoro.
“Karena melanjutkan Mbah mertua, tempatnya gak pernah ganti. Sejak dulu di sini,” ucap Rosalia.
Muasal Nama Warung Ireng
Ibu satu anak itu menceritakan, dulu sempat mau ganti nama tempat. Tapi banyak yang protes. Sehingga diganti kembali dengan nama Warung Ireng. Menurutnya, nama Warung Ireng tercetus karena tembok warung dulu warnanya hitam terkena langes atau asap pembakaran.
Jadi, bukan karena pakai bahan ketan hitam. Tapi karena dulu, warna tembok warungnya hitam.
Sampai saat ini, mayoritas pengunjung justru dari luar daerah. Kebanyakan dari Bali dan Jakarta. Bahkan, sering pula tamu dari luar negeri diajak ke tempat tersebut. Bahkan, menurut keterangannya, beberapakali tokoh nasional datang untuk mencoba wedang tape tersebut.
Dia berkisah jika saat libur lebaran, jumlah pengunjung meningkat. Terutama pengunjung dari luar kota. Semarang, Surabaya, Jogja, Purwodadi dan Gresik merupakan kota yang paling sering berkunjung di tempatnya.
“85 persen orang-orang Tionghoa. Sebelum datang, biasanya pesan dulu melalui telpon.” Tuturnya.
Bojonegoro patut bersyukur akan keberadaan Warung Ireng beserta wedang tape ketan hitamnya. Sebab, banyak masyarakat luar kota, bahkan luar negeri, yang mengenal dan tahu Bojonegoro atas wasilah minuman khas tersebut.