Pernah ngga kamu mengalami sulit bertahan di lingkungan kerja hingga membuat kamu resign, pas dapet kerjaan baru, terus resign lagi? Terus, pernah juga ngga kamu merasa bingung dengan apa yang sebenernya pas untuk diri kamu ? Apa sih yang sebenernya diri kamu mau perihal teman, pekerjaan, kebiasaan, lingkungan, atau keluarga?
Nah, jika kamu adalah orang yang masih gatau arah mau ngapain diusia yang sudah menginjak 20-an ini atau kamu yang masih dibawah 20 tahun tapi sudah memikirkan mau ngapain dimasa depan. Semoga tulisan ini dapat membantu kamu setidaknya merubah mindset yang awalnya “you thought you don’t worth it in any situation or you always feel lost.” menjadi “I was sure about what I wanted to do for the rest of my life.”
Saya selalu berharap setidaknya menemukan sesuatu hal yang minimal bisa merubah cara pandang saya menjadi lebih baik sebelum usia saya 30 tahun. Kita pasti bisa mendapatkan banyak pelajaran selama kita hidup, kata Darius Foroux seorang Author & Investor, setidaknya ada 5 hal yang dapat mempersingkat waktu kamu untuk belajar mengenai hidup, sehingga diusia yang masih bisa dikatakan beranjak menjadi “dewasa muda” kamu sudah memiliki kedewasaan berpikir, bertindak layaknya orang-orang diusia 30an keatas.
Widiih, It’s so amazing!! Apa itu? Okay, yuk kita pelajari bareng !!
1. Tahu Batasan
“Kita sadar bahwa kita lebih mencintai diri sendiri dibanding orang lain, tapi kita cenderung mendengarkan pendapat orang lain terkait kita.” — Marcus Aurelius
Kamu selalu setuju dengan pendapat “you have to love yourself first, before you give a love for someone else.”
Berusaha mengutamakan diri sendiri, membahagiakan diri sendiri sebelum membantu atau membahagiakan orang lain. Tapi disisi lain, kita masih kepikiran kalau ada orang yang ngomongin kita, mengkritik kita.
Ada sahabat saya yang selalu meminta saya untuk ada bersamanya, kemana-kemana harus bareng dia, Apakah saya akan menolaknya? Tentu saja pada saat itu dengan berat hati saya akan menuruti kemauan sahabat saya itu, karena berat hati alias ga ikhlas tapi ga bisa marah juga, akhirnya saya pendam sendiri, saya jengkel sendiri, sahabat saya bagaimana?
Biasa saja, tidak merasa bersalah padahal tanpa ia sadari sudah menyakiti hati saya. Setelah membaca buku Set Boundaries, Find Peace: A Guide to Reclaiming Yourself karya Nedra Glover Tawwab.
Saya menyadari bahwa saya harus secara tegas memberi batasan bahwa saya tidak bisa menemaninya lagi karena saya sudah punya kesibukan sendiri, saya perlu berinteraksi dengan orang-orang baru selain dirinya. Tapi kita masih bisa menjadwalkan hari-hari khusus untuk main bareng seperti biasanya.
Dan apa responnya? Dia menjauhi saya, lalu mulai menggosipkan saya. Lalu bagaimana pendapat saya? Tentu saja saya mulai mencoba untuk tidak peduli.
Saya menyadari bahwa saya tidak bisa mengontrol orang lain, yang bisa saya lakukan adalah memberi batasan yang sehat, namun tetap menjaga pertemanan yang baik serta percaya kalau kewarasan emosinya akan segera kembali dalam hidupnya lagi. And then, hubungan kami kembali sebaik seperti semula.
2. Tahu Tujuan
“Tragedi terbesar dalam hidup bukanlah kematian, tapi hidup tanpa tujuan.” – Myles Munroe
I agree with Myles’s said!
Setiap orang memiliki Big goals-nya masing-masing, saya banyak menemui orang – orang yang menghabiskan sebagian besar waktunya untuk berpikir “Bagaimana jika.. “.
Kalau kamu pernah berada di posisi ini mungkin kamu akan ingat kalau pernah berpikir, contohnya, “Bagaimana jika aku menjadi seorang polisi?”, “Bagaimana jika aku menjadi seorang penulis ?”, “Bagaimana jika aku mulai berbisnis?”
Ya Tuhan!!
Sampai kapan pemikiran itu akan terus ada? Apakah selanjutnya saya akan meminta kamu untuk segera take action jika pertanyaan “Bagaimana jika…” itu sudah ada dipikiranmu? Tidak.
Saya ingin memberikan saran untuk sebaiknya mengubah pemikiranmu menjadi. “Apakah saya benar-benar menginginkan itu?”
Dengan kata lain, jika kamu tidak tahu apa yang kamu inginkan dari hidup, tidak ada yang akan membawa mu ke sana. Kamu bisa mendapatkan semua angin di dunia tetapi tetap tidak bisa kemana-mana.
Kalau mbah saya selalu bilang, “Ora ngalor, Ora Ngidul”. Tidak jelas.
Kunci untuk menjalani kehidupan yang memuaskan yang sejalan dengan nilai dan aspirasi kita adalah memahami diri kita sendiri.
Namun, memahami diri sendiri itu baru permulaan. Selanjutnya kita harus betah-betahin diri untuk merasakan gagal, kecewa, belajar & belajar.
3. Selalu mengasah skill & kreativitas
Lagi Booming tentang Chat-GPT, teknologi-teknologi AI yang lain membuat banyak orang akan merasa was-was karena beberapa pekerjaan akan banyak digantikan oleh teknologi canggih ini.
Mungkin mba-mas yang bekerja sebagai kasir di indo/alfa akan tergantikan dengan mesin canggih ini, pelanggan tinggal masuk dengan menggunakan card/apk lalu bayarnya pun menggunakan cashless seperti yang sudah dilakukan oleh Amazon.
Perusahaan sih pasti akan memilih menggunakan teknologi AI yah, karena lebih mengefisiensi biaya, tidak perlu bayar tunjangan-tunjangan yang biasa diberikan untuk sdm nya sementara robot tinggal dikasih oli / listrik dia udah bisa melakukan pekerjaan selayaknya manusia. Kalau udah digantikan robot begini kita para manusia mau kerja apa?? Salah satu solusi untuk mengatasi permasalahan ini adalah dengan terus belajar mengasah skill (keterampilan) & kreativitas.
Artificiall Intellegence, tidak memiliki kreativitas, mereka tidak bisa berfikiran Out of the box secara cepat seperti manusia. Jika ada sesuatu hal yang baru, mereka perlu waktu untuk belajar mengenali, beradaptasi, dan perlu banyak training agar menjadikan dia cerdas.
Dan sebenernya ini cuma masalah waktu saja, apakah kamu bersedia untuk segera take action sekarang / menunggu si robot ini menggantikan posisi kamu?
4. Tidak khawatir masa depan dan tidak terpuruk masa lalu
Coba diinget lagi, kapan terakhir kali kamu merasa benar-benar beristirahat? Beristirahat secara fisik, pikiran, maupun mental. Benar-benar berhenti tanpa melakukan apa-apa untuk sementara waktu ?
Huft, sepertinya banyak hal yang sudah menyita waktu kita seperti tugas-tugas dari tempat kerja, tugas rumah, ngurusin hidup orang, belum lagi kewajiban sosial yang lain. Saat kamu merasa waktu terasa begitu singkat, itu karena kamu banyak melakukan kegiatan.
Memang bagus sih, tapi akan menjadi buruk saat kebiasaan sibuk tersebut menjadikan kamu hanya fokus ke depan, merencanakan, membuat strategi, khawatir berlebihan untuk semaksimal mungkin tidak membuat kesalahan.
Terlalu fokus pada masa depan atau terjebak dalam masa lalu membuat kita lupa bahwa hidup sedang terjadi di sini, di depan kita. Seneca pernah berkata:
“Hidup sangat singkat dan cemas bagi mereka yang melupakan masa lalu, mengabaikan saat ini, dan takut pada masa depan.”
Yuk mulai take a rest for yourself. Cobalah meditasi, duduk diam, merenung. Kita dapat memberikan waktu dan ruang yang kita butuhkan untuk memproses segala sesuatu, dan membuat waktu terasa bergerak dengan kecepatan yang lebih terkendali.
5. Konsisten melakukan hal-hal kecil
Ada sebuah kalimat yang saya lupa siapa penuturnya, tapi kalimat ini sangat memberikan dampak positif bagi saya yang dulu selalu fokus pada tujuan besar saja. Kalimat tersebut kurang lebihnya seperti ini: If you focus on the small things, big things will happen
Dari situ, saya memang masih memiliki goals yang besar. Tapi untuk menuju kesana, sekarang saya hanya fokus ke hal-hal yang kecil.
Contoh: Saya memiliki impian besar menjadi pecinta buku, saya ingin sekali suka membaca buku.
Tapi saya menyadari bahwa selama 20 tahun ini saya tidak pernah bisa konsisten membaca buku, bisa baca 1 halaman tanpa ngantuk sudah alhamdulillah. Tapi sayangnya itu jarang terjadi.
Lalu apa yang saya lakukan sekarang ? Saya menanamkan mindset “yang penting sehari bisa baca buku setengah lembar aja.” terus konsisten dengan melakukan hal-hal yang kecil, ditambah pikiran “yang penting ini dulu deh”.
Alhasil sekarang, walaupun dalam sehari belum bisa menamatkan satu buku setidaknya saya akan merasa khawatir, gelisah, jika tidak membaca buku apapun.
Dan akhirnya saya mulai membaca buku walaupun hanya setengah lembar. Epictetus berkata: “Kemajuan tidak dicapai dengan keberuntungan atau kecelakaan, tetapi dengan bekerja pada diri sendiri setiap hari.”