Lagu yang menyuarakan kritik dan perjuangan tak bisa dilepaskan ketika mahasiswa melakukan aksi turun ke jalan. Apa saja lagu yang menyuarakan kritik dan perjuangan di Indonesia?
Beberapa waktu selang ulang tahunnya yang ke-74, Ibu Pertiwi dihadapkan dalam berbagai masalah pelik. Mulai dari masalah kemanusiaan, konflik dengan saudara kita di Papua Barat yang tak kunjung menemui titik terang.
Masalah alam, kebakaran hutan serta kepulan asap yang sampai diekspor ke negara tetangga. Hingga masalah korupsi reformasi. Ketika wakil rakyat justru menutup telinga dari masukan dan kritik rakyatnya.
Banyak cara yang bisa dilakukan untuk melawan. Turut berjuang untuk mengupayakan perbaikan. Para aktivis turun ke jalan menuntut kejelasan. Para penulis mengguratkan perlawanan melalui barisan kata. Para musikus menyanyikan lagu-lagu perlawanannya. Karena perjuangan tidak hanya dilakukan dengan satu cara.
Berikut ini, Jurnaba.co telah merangkum 5 lagu yang menyuarakan kritik dan perjuangan. Dengan berbagai genre, musikus Indonesia menyumbangkan suaranya untuk memperjuangkan kehidupan yang lebih baik di tanah ibu pertiwi.
1. Mosi Tidak Percaya – Efek Rumah Kaca
Jelas kalau kami marah, kamu dipercaya susah. Pantas kalau kami resah,
sebab argumenmu payah. Kamu tak berubah, selalu mencari celah. Lalu smakin parah, tak ada jalan tengah. Kamu ciderai janji, luka belum terobati. Janjimu pelan pelan akan menelanmu.
Pertama adalah lagu dari grup band indie yang dari namanya saja sudah membahas isu krisis lingkungan di era 2000an, Efek Rumah Kaca. Sejak awal kemunculannya di tahun 2001, band yang sering disebut ERK ini selalu khas dengan lirik-lirik yang satir dan menggugah pikiran. Mulai dari isu lingkungan, pencideraan hak asasi manusia, hingga mirisnya kondisi perpolitikan negeri.
Satu dari sekian banyak lagu perjuangan yang ditulis ERK. Mosi Tidak Percaya dapat dikatakan sebagai kritikan paling keras bagi pemerintah Indonesia. Lagu ini dirilis tahun 2009an. Dan sayangnya, di tahun 2019 lagu ini kembali relevan untuk menyoroti wakil rakyat dan penguasa yang ingkar janji.
2. Mafia Hukum – Navicula
Tertangkap bercinta dihukum penjara. Korupsi berjuta masih berkuasa. Prinsip imprasial tak berlaku lagi. Siapa punya modal takkan masuk bui. Mafia hukum, hukum saja. Karna hukum tak mengenal siapa
Navicula merupakan band beraliran psychedelic-grunge asal Bali. Sejak terbentuk tahun 1990, band ini membawa pesan soal isu lingkungan dan keadilan sosial. Band ini telah melanglang buana ke dunia internasional. Diantaranya Amerika Serikat, Kanada, dan Australia. Band yang mengaku terinspirasi oleh Nirvana ini juga sering berkolaborasi dengan organisasi lingkungan dan sosial.
Salah satu lagunya yang menyentil pemerintah adalah Mafia Hukum, dirilis pada tahun 2014. Mengisahkan tentang bagaimana hukum menjadi tajam pada yang lemah. Dan tumpul pada mereka yang punya kuasa dan uang.
Salah satu liriknya pun rasanya relevan untuk mengkritik isi RKUHP. Yakni penguatan hukuman untuk tindakan di ranah privat. Serta kelonggaran hukum untuk tindakan korupsi. Ah, semoga hal ini tidak akan benar-benar terjadi ya, Nabs.
3. La La Song – Trio Lestari
Aku bingung tak mengerti astaga apa yang terjadi. Kau di sana atas nama kami tapi entah apa yang kau mengerti. La la la la la nyanyikan lagu suara hati kami. La la la la la kami di sini selalu mengawasi. Mungkin ini saatnya kita untuk tak hanya diam saja. Ayo kamu kamu yang wangi. Jangan sampai kita tertipu lagi
Trio Lestari merupakan grup vokal yang dibentuk oleh tiga musikus kenamaan Indonesia. Siapa yang tak kenal Glenn Fredly, Tompi dan Sandhy Sondoro. Berangkat dari genre yang berbeda-beda, tiga musikus ini berhasil mencipta musik yang harmoni dan lirik yang menyentuh hati.
Tak hanya mendendangkan nada cinta, Trio Lestari juga memiliki lagu dengan nada kritik. Salah satunya adalah La La Song yang dirilis pada tahun 2014. Lagu ini dapat dikatakan sebagai lagu kritik dengan nada yang justru ceria namun sarkas.
Selain menyentil wakil rakyat dan banyaknya kasus korupsi. La La Song juga mengandung ajakan untuk terus mengawasi pemerintah. Serta terus menyuarakan kritik agar rakyat tak tertipu oleh para wakilnya di kursi pemerintahan.
4. Reformasi – Nasida Ria
Reformasi tuntutan zaman. Reformasi putaran zaman. Jernihkan kembali pola pikiran. Luruskan kembali tata aturan. Dengarkan suara rakyat jelata. Dengarkan suara rakyat jelata. Tegakkan hukum untuk semua. Tegakkan hukum untuk semua. Berantas semua penyelewengan
Kelompok qasidah yang digawangi oleh 9 orang ibu-ibu asal Semarang ini memang patut dijadikan panutan. Kelompok ini dibentuk pada tahun 1975, dan telah berganti-ganti personil hingga saat ini. Nasida Ria mengemas musik qasidah dengan modern, dan disisipi dengan lirik-lirik yang menyentil. Mulai dari perubahan pola hidup di era digital, isu lingkungan, nuklir, hingga kritik pemerintah.
Lirik-lirik dengan bahasa yang sederhana. Musik yang terinspirasi oleh gaya-gaya Timur Tengah. Serta video klip yang unik dan sarat makna. Lagu-lagu yang telah dirilis tahun 90an pun terasa relevan dan menyentil kehidupan di era sekarang.
Tak salah jika Nasida Ria sering disebut memiliki kemampuan untuk meramal kejadian masa depan. Salah satu lagunya yang relevan untuk mengkritisi pemerintahan saat ini adalah Reformasi. Dalam video klipnya, Nasida Ria pun menunjukkan poster-poster khas demonstrasi. Terdapat tulisan “Anda pesta pora rakyat sengsara”, “adili tikus-tikus berdasi”, dan “hapus monopoli”.
Menurut permenungan saya, Nasida Ria bisa menjadi panutan para perempuan yang ingin menjadi badass tanpa perlu terlihat garang. Badass maksudnya tangguh, berprinsip, dan berani menyuarakan aspirasinya gitu lho, Nabs. Heu.
5. Apati – Rara Sekar
Jika tuan telan semua. Mana untuk kita. Jika tanahpun tak bersisa. Adakah untuk kita? Suarakan rasa kecewa. Hingga pantulannya pecahkan. Dinding yang memisahmu dan kita.
Last but not least, sebuah lagu yang ditulis dan dinyanyikan oleh Rara Sekar. Mantan vokalis band indie Banda Neira yang kini berkiprah di dunia penelitian dan fotografi kritis. Lagu Apati ini merupakan musik yang digarap bersama Danilla Riyadi, Sandrayati Fay dan tim dalam format Daramuda Project.
Dengan nada yang menenteramkan hati, dan video klip yang menenangkan pikiran. Lagu Apati justru menyuarakan lirik yang menggugah dan mengkritik. Terutama tentang penguasa yang merampas hak rakyat. Serta ajakan untuk menyuarakan kekecewaan.
Itu tadi 5 lagu yang menyuarakan kritik dan perjuangan. Bahasa perjuangan tidak mengenal batasan genre dan gender. Mulai dari genre folk, grunge, pop-blues-jazz hingga qasidah. Semua bentuk karya seni bisa menjadi jalan untuk memperjuangkan keadilan untuk negeri.
Lima pilihan lagu ini tentu belum merangkum semua karya musik Indonesia yang menyuarakan kritik, Nabs. Masih ada ratusan hingga ribuan karya musik yang menjadi bentuk perjuangan melawan ketidakadilan. Semoga menginspirasi, membuatmu peduli, dan membuat wakil rakyat memahami. Panjang umur, perjuangan, Nabs!