Tak hanya untuk mereka yang patah hati, lagu ini juga ditujukan bagi mereka, oknum-oknum yang ingin membangun oligarki ~
Popularitas Lord Didi Kempot di kalangan milenial, membawa dampak bermunculannya musisi maknyus berbahasa lokal. Di antara banyak nama, satu yang wajib dicatat adalah Denny Caknan.
Official video klip Kartonyono Medot Janji diunggah ke YouTube sekira 4 bulan lalu. Namun, sudah lebih dari 48 juta kali ditonton. Dan ribuan kali dikomen. Saking boomingnya, yang mengcover lagu itu sak taek ndayak.
Dan karena sak taek ndayaknya yang mengcover, hampir tiap warkop dan persinggahan kopi yang saya singgahi, memutarnya dengan berbagai macam varian suara vokal. Saya baru tahu siapa penyanyi aslinya, justru belum lama ini.
Kartonyono Medot Janji adalah jenis lagu yang absurd sejak dari judul. Mengiris hati sejak di pembukaan lagu. Dan memicu sikap ikhlas, qonaah dan tawakal saat didengarkan hingga selesai.
Kalau bukan karena ada kata “Ngawi” dalam lagu itu, barangkali saya tak bakalan pernah tahu apa arti Kartonyono. Saya sempat mengira jika itu nama orang. Lha gimana, kata Kartonyono tak tercantum di Pepak Basa Jawa.
Saking penasarannya dengan kata Kartonyono, saya buru-buru menghubungi sejumlah kawan yang tinggal di Kota Ngawi. Dan akhirnya saya tahu jika Kartonyono itu nama perempatan.
Iya, Kartonyono itu nama perempatan yang ada di Kota Ngawi. Perempatan yang ada tugunya. Bukan nama orang, apalagi nama calon mertuamu.
Saya yakin jika folk yang sesungguhnya ya lagu semacam ini. Sebab, folk menampung imajinasi dari berbagai macam bahasa rakyat. Bukan monopoli syair satu bahasa yang hanya bermodal wajah melankolis belaka.
Coba dengar lagu Kartonyono Medot Janji secara seksama. Pakai headset biar nggak keganggu nyamuk yang sliweran. Lagu ini, kau tahu, membangun sikap tawakal melalui konspirasi pesimisme yang amat kurang ajar sekali.
Kok kebangeten men
Sambat blas raono perhatian
Jelas kubutuh atimu
Kubutuh awakmu
Kok kebangeten men ~
Dengan aransemen nada yang menyayat, syair sekaligus eksposisi pembuka semacam itu hanya mampu meluncur dari mulut seorang lelaki yang jeroannya mampus dikoyak-koyak penghianatan. Ibarate: dijak mumbul terus diceblokne teko nduwur Gedung Pemkab.
Loro ati iki
Tak mbarno karo tak nggo latihan
Sok nak wes oleh gantimu
Wes ra kajok aku
Mergo wes tau, wes tau jeruuu ~
Sampai pada bait ini, ketipung sudah masuk dan konflik sudah dimunculkan. Itu tandanya, sedih gak sedih pokoe headbang. Loro gak loro pokoe joget. Masuknya ketipung dibarengi dengan sebait lirik yang kurang ajar bangsatnya.
Coba perhatikan: loro ati atau sakit hati atau heartache and tormented cuma digawe latihan, Cuk. Ini masokis yang amat eksotis. Sakit hati dipakai latihan dasar memahami rasa sakit akibat pengkhianatan cinta. Dibumbui kalimat ambyar sisan: mergo wes tau jeruuu…
Kartonyono ning Ngawi medot janjimu
Ambruk cagakku nuruti angen-angenmu
Sak kabehane wes tak turuti
Tapi malah mblenjani ~
Tentu saja, bait ini menandai turning point. Ia menggambarkan klimaks dari rasa cedera akibat janji yang tak tertepati. Ambruk cagak nuruti angen-angenmu, bisa dimaknai sebagai besar pengkhianatan daripada tiang kesetiaan. Sehingga cintanya kukut di tengah jalan.
Sedangkan sak kabehane wes tak turuti tapi malah mblenjani, saya tak mau menjelaskan secara detail. Sebab, hampir semua lelaki yang pernah patah hati, pasti punya definisi yang berbeda-beda tapi tetap satu jua.
Saya sadar jika menafsir lirik lagu adalah pekerjaan sia-sia. Tapi, sebagai seorang mufassir lirik lagu amatir yang banyak nganggurnya, saya bangga dan salut dengan bait resolusi yang amat epic dan anti klimaks ini:
Budalo malah tak duduhi dalane
Metu kono belok kiri lurus wae
Rasah nyawang spionmu sing marai ati
Tambah mbebani ~
Di dunia nyata, saya kira, bait ini hanya bisa keluar dari mulut seorang lelaki yang memiliki spektrum thariqotuna thoriqotul muhabah (jalan kami jalan cinta). Mereka yang sudah “selesai” dengan diri sendiri dan lebih mementingkan cinta dan pemaafan dari pada membenci.
Bait ini juga menunjukkan sikap lelaki sejati. Lelaki yang jembar dadane. Jembar pengapurane. Lelaki yang punya kapasitas — besarnya cinta sebanding dengan sikap ikhlas. Meski, tentu saja, untuk menuju maqam tersebut, jeroan harus ambyar terlebih dahulu.
Waktunya Turun Aksi
Kartonyono Medot Janji juga layak dijadikan lagu kritik atas kesewenang-wenangan DPR. Siapa yang tak kandas dan ambyar kalau tiba-tiba dikhianati dengan aturan-aturan yang sama sekali tak mewakili, tapi justru terkesan membangun oligarki.
Sejak beberapa hari terakhir, mahasiswa melakukan aksi di sejumlah kota. Tentu, sebagai manusia yang ingin negaranya lebih baik. Tak ada alasan untuk tak berpihak pada para mahasiswa. Sebab tuntutannya murni demi masyarakat.
Mahasiswa mengumandangkan tuntutan yang bersih dari kepentingan partisan. Tak ada yang menunggangi. Sebab, mereka meminta penguatan gerakan anti korupsi, dan menentang pengesahan UU yang bakal mencekik kehidupan demokrasi.
Waktunya kita mendukung gerakan mahasiswa. Dengan sekecil-kecilnya dukungan. Yakni doa dan keberpihakan. Karena mereka tak sedang memperjuangkan kepentingan pribadi dan golongan. Tapi memperjuangkan masa depan anak-anak kita, generasi penerus kita.