Mestinya, bangkai kucing yang tertabrak motor harus dikubur dengan baik. Bahkan, si penabrak harus membungkus bangkai itu dengan pakaiannya sendiri.
Sial. Aku mangkel sekali kepada temanku yang bernama Feri. Ia memang penyayang kucing. Pacarnya yang bernama Fida itu juga penyayang kucing. Mereka berdua sama-sama penyayang kucing yang kebacut.
Setiap mereka berpacaran di sebuah cafe mereka berdua juga membawa kucingnya. Juga ketika kita bertiga bertemu di sebuah angkringan. Besok mari kalian ikut kami ngopi dan makan bakaran di angkringan itu, nanti bisa kalian lihat kucing itu mengendus bakaran yang kita pesan.
Setelah mengendus kucing itu akan bersikap manja, mereka akan memasang wajah lucu dan menempel pada kaki kita. Aku selalu tak tega bila kucing telah beradegan seperti itu.
***
Lho, aku pernah punya kucing. Jangan kira aku tak pernah punya kucing. Ia berwarna Kembang Telon. Aku beri nama ia Jerry, ia bermusuhan dengan Tom. Sebenarnya itu bukan nama aslinya. Ia selalu ku ganti nama. Nama Jerry ku berikan kepadanya sebab ia suka menemaniku menonton film kartun Tom and Jerry.
Di hari minggu yang malas aku dan Jerry selalu menatap layar televisi. Ia akan tidur di sampingku. Sesekali ia menguap, sesekali ia memolekkan tubuhnya, sesekali ia mengeong.
Jerry selalu menemaniku tidur. Ia akan tidur di samping kakiku dan menjilati tumitku ketika aku tak segera bangun tidur.
Lihatlah mata kuningnya. Ia akan memperhatikan detail gerak gerik Tom di televisi. Ia seperti tak rela bila Jerry yang di televisi kalah dalam mengejar Tom. Aku juga tak suka bila Tom menang.
Aku tak mungkin memelihara tikus. Tanpa ku pelihara mereka sudah berkembang biak sendiri dengan menjijikkan. Bila di plafon rumah tikus telah bikin rusuh Jerry akan dengan sigap mengejar mereka.
Tiba di sudut ruangan kuku Jerry akan menerkam kepalanya dan giginya menggigit leher tikus itu. tikus itu terkulai dan mati. Jerry membawanya ke hadapanku, setelah aku bilang “makanlah!” ia akan berlari keluar dan menghabiskan daging tikus segar itu.
Tapi, sebenarnya aku ingin mengganti judul film tersebut. Aku ingin mengganti dengan “Tom VS Jerry. Mereka harus bermusuhan. Ketika film itu tetap mempertahankan judulnya dengan “Tom and Jerry” maka selamanya mereka akan bersahabat.
Lihatlah sekarang, tikus menjadi merajarela dan kucing jijik memakannya. Begitulah argumenku jika Feri dan Fida mengataiku tak sayang kucing.
** **
“Lalu di mana kucingmu sekarang?”
Fida bertanya kepadaku dengan pandangan mata dari bawah ke atas sehingga aku menganggkat mukaku yang menceritakan Jerry dengan menunduk.
Aku memang bukan penyayang kucing yang kebacut. Aku hanya akan menyentuh Jerry bila aku tak merasakan geli. Pada hari minggu yang malas itu Jerry tak datang setelah ku panggil tiga kali. Aku mencarinya di kamar, ia tak ada. Aku mencarinya di ruang tamu barangkali ia telah siap melihat Tom and Jerry di televisi, tapi tak ku temukan ia.
Ibuku berteriak dari belakang rumah. Setelah ku hampiri aku melihat tubuh Jerry telah tergeletak. Mulutnya mengeong tak jelas dan mengeluarkan busa. Matanya melotot tapi kosong. Ibu bilang Jerry telah keracunan, ia makan ikan pindang yang telah dicampur dengan obat tikus oleh tetangga sendiri. Mestinya makanan itu buat Tom.
Jerry seperti orang yang sedang naza’, melihat malaikat Izroil telah berdiri di sampingnya dan menunggu maut. Tak berselang lama ia menenduskan nafas terakhirnya. Aku langsung memelukknya dan membawanya ke sebuah pekarangan. Di sana aku gali tanah itu buat kuburannya.
Setelah peristiwa itu aku tak lagi punya kucing. Tikus-tikus di plafon rumahku semakin berekembang biak, aku tak pernah melihat mereka mati atau ku temukan bangkainya.
Aku sempat punya keinginan mengadopsi kucing, tapi aku urungkan setelah aku menemui beberapa peristiwa sedih tentang kucing. Seperti malam itu, pada hari raya ke tiga aku dan Cahyo mengendarai sepeda motorku sehabis pulang dari rumah Eki. Di sana kita juga melihat kucing berwarna putih, giginya merah setelah mencabik tikus.
Di tengah perjalanan itu kita berdua dikagetkan dengan bangkai kucing yang remuk di tengah jalan, tubuhnya hancur, entah siapa yang menabraknya. Kita turun dari motor. Cahyo mengambil kresek di bak sampah.
Aku menemukan seng untuk menyerok bangkai kucing malang itu. aku menyeroknya tapi tak bisa. Tiba-tiba tanganku langsung meraup daging remuk itu dan membungkusnya. Kemudian kita membawanya ke sungai.
Di sungai kami bersimpangan dengan seorang pemancing ikan. Kita bilang hendak membuang bangkai kucing. Orang itu malam memarahi kami. Mestinya bangkai kucing yang tertabrak motor harus dikubur dengan baik.
Bahkan barangsiapa yang menabrak kucing hendaknya ia gunakan pakaiannya untuk membungkus bangkainya dan motornya harus dicuci dengan air kembang supaya ia tak apes.
Kita tak jadi membuangnya ke sungai. Kita mengendarai motor lagi dan mencari tanah lapang. Kemudian kita terhenti di sebuah tanah lapang, kita bertemu dengan seorang kuli bangunan yang seang meratakan tanah.
Kita meminjam cangkulnya, kita semayamkan kucing itu dengan tenang. Darahnya menempel di tanganku. Aku ingin muntah. Tapi aku semakin ingat Jerry.
Aku mengingat Jerry malam itu. seperti ketika ia bertengkar dengan kucing kurus milik anak kecil itu. Kucing kurus itu hampir saja mati sebab lehernya terluka, untung saja anak kecil itu segera membawanya pulang.
Aku juga mengingatnya ketika mendekati kucing betina milik tetanggaku. Di bawah pohon sawo kucing betina itu berhasil ia setubuhi. Selang beberapa bulan kucing itu melahirkan enam kucing kembar yang semuanya mirip dengan Jerry.
Aku pernah punya kucing!