Preman Pensiun 4 memberi banyak pelajaran. Pelajaran tentang dinamika sosiologi dan antropologi pasar, terminal, usaha mendapat sepatu Adinda yang gambarnya daun singkong tiga, dan sebagainya.
Sinetron Preman Pensiun kembali hadir di layar kaca. Setelah sukses dengan Preman Pensiun 1, 2, 3, dan movie; Preman Pensiun 4 kini tayang menemani santap sahur kita.
Selain mengobati kerinduan, sinetron itu menggambarkan dinamika sosial dan budaya preman di Kota Kembang (Bandung), antropologi terminal, dan ada satu yang menarik — dimana beberapa waktu yang lalu dan mungkin hingga sekarang menjadi pembicaraan warganet — yakni tentang sepatu yang tidak hanya sekadar sepatu, Adinda dengan gambar daun singkong tiga namanya.
Dalam hidup tidak bisa lepas dari yang namanya usaha. Entah nantinya gagal atau berhasil yang penting usaha terlebih dahulu. Begitupun dengan sepatu yang tiada dua, bukan hanya sekadar sepatu. dimana akhir-akhir ini sepatu Adinda dengan gambar daun singkong tiga, ramai dibicarakan netizen wabilkhusus Jam’iyyah Twitteriyah.
Mungkin pembaca bertanya-tanya? Apa gerangan sepatu Adinda yang gambarnya daun singkong tiga? Bagi yang baru kenal sepatu itu, mari ta’aruf dengan sepatu Adinda. Tenang saja Nabs, mari ngangsu kaweruh bersama-sama dalam rangka memahami sepatu Adinda, wqwqwq
Sekilas namanya hampir mirip dengan brand olahraga kenamaan dari Deutschland (Jerman) yang sering digunakan tim nasional Jerman “Der Panzer” dalam mengarungi berbagai kompetisi.
Namun sepatu Adinda plus gambar daun singkong tiga mengandung local wisdom atau kearifan lokal di dalamnya. Selain itu juga mengandung pelajaran yang bisa Nabsky peroleh.
Kalimat sepatu Adinda dengan gambar daun singkong tiga, akhir-akhir ini sering melintas dengan sendirinya. Entah itu dari status WA kawan, grup WA, dan beberapa gambar yang tersebar di berbagai sosial media.
Bagi penggemar sinetron Preman Pensiun 4 kalimat yang sering dilontarkan oleh Mertua Kang Mus (emak) tak asing lagi di telinga. Preman Penisun 4 karya Aris Nugraha bisa disaksikan sembari menemani santap sahur di Rajawali Citra Televisi Indonesia (RCTI), malam hari ba’da tarawih, streaming via You Tube, dan berbagai cara lain.
Preman Pensiun 4 merupakan kelanjutan dari series sebelumnya dan 2019 tayang dalam versi movie. Beberapa pemeran juga ganti, namun tidak mengurangi esensi.
Ada yang namanya Murad dan Firmansyah Pitra (Pipit) merupakan satu paket yang tidak bisa dipisahkan. Dimana ada Murad, pasti ada Pipit. Keduanya merupakan satuan pengamanan (Satpam) di sebuah tempat. Tak jarang laku dari duet maut itu mengundang tawa. Mulai dari tingkah laku Pipit, marahnya Pipit kepada Murad, cara Pipit bonceng, dan lain-lain.
Dari dua tokoh tersebut, ibrah yang bisa dipetik karena mampu menghibur penonton. Dimana laku membuat orang bahagia, juga tidak sembarang orang bisa melakukannya.
Selain itu ada penerus dari mereka yaitu Taslim dan Mawar. Taslim merupakan adik dari Murad, sedangkan Mawar merupakan adik dari Firmansyah Pitra (Pipit). Mawar yang memiliki nama lengkap Mawardi lebih suka dipanggil “Mawar” karena nama tersebut mengandung keindahan bak bunga mawar katanya, hehehe.
Satu Paket yang berjaga di sebuah pasar tradisional, tingkah lakunya kerap kali mengundang tawa juga. Hampir mirip dengan duet maut tetuanya, Murad dan Pipit.
Dari mereka, kita bisa belajar soal dinamika sosiologi dan antropologi pasar tradisional. Memberikan gambaran kehidupan sosial dan budaya masyarakat pasar, mulai dari pedagang, pembeli, preman, copet, dan lain-lain.
Selain itu ada Bohim. Dia begitu senang menggunakan pakaian warna hitam. Apabila menggunakan pakaian (kaos) selain warna hitam, bisa mengurangi kebohimannya. Mantan preman yang menggeluti dunia sablon, juga terkenal dengan salam khas yang seringkali keluar dari mulut Bohim: salam olahraga!
Salam olahraga untuk meningkatkan ghirah sebelum genderang perang ditabuh. Mengingat dalam dunia preman, konflik juga menghiasi seperti perkelahian antar kelompok preman. Bohim mengobarkan semangat dirinya dan kawan-kawannya dengan salam olahraga.
Sebab, berkelahi dalam mempertahankan harga diri dan eksistensi kelompok juga merupakan laku olahraga yang sesungguhnya, wqwqwq.
Bahkan beberapa cabang olahraga juga terangkum dalam kegiatan perkelahian. Mulai dari berlari, melompat, meloncat, melempar, dan sebagainya. Ambil yang menurutmu baik, dan buang yang kurang baik ya nabs, hehehe.
Juga ada Willy dengan jenggot yang khas, sementara waktu menjadi bos di terminal Cicaheum. Terminal itu menjadi setting/latar tempat pengambilan gambar dan adegan dalam film Preman Pensiun 4.
Di bawah kemudi Willy, terminal tersebut menjadi punya nada karena sebelum bertugas, anak buah Willy melakukan check sound menggunakan nada-nada yang menarik perhatian penghuni terminal, wabilkhusus penumpang.
Selain itu ada Jufri yang berjualan sepatu, Mang UU yang sering berbicara dengan bahasa Inggris, Ujang yang ikut Kang Muslihat dalam bisnis kicimpring, Cecep yang sempat kembali ke terminal, Ubed yang taubat dari dunia percopetan kemudian berjualan cilok, Bos Saeb yang masih meramaikan khazanah dunia percopetan di Bandung, dan lain-lain.
Sepatu Adinda yang gambarnya daun singkong tiga, bukan hanya sekadar sepatu. Di dalamnya terdapat pelajaran berupa usaha untuk mendapatkan.
Kang Mus selalu ditagih oleh emak (ibunda Esi) selaku mertua Kang Mus. Namun hingga episode yang diputar bertepatan dengan Hari Kebangkitan Nasional (20 Mei), Kang Mus belum bisa memenuhi keinginan emak dan masih menjadi tanda tanya.
Kira-kira, apakah Kang Mus bisa merealisasikan sepatu Adinda yang gambarnya daun singkong tiga? Dimana sepatu itu sangat dinanti-nanti oleh emak dan tak lupa saban waktu emak mengingatkan untuk membeli sepatu Adinda (original) pada Kang Mus. Sepatu itu diinginkan emak, kemudian digunakan olahraga bersama Susi.
Sebelumnya Kang Mus telah berusaha membelikan sepatu Adinda yang gambarnya daun singkong tiga. Kang Mus menyuruh Ujang untuk mencarikan sepatu itu.
Ujang kemudian menghubungi Jufri, dari Jufri sepatu Adinda bisa didapatkan. Bahkan Jufri memberikan secara cuma-Cuma sepatu itu kepada Kang Mus lewat Ujang sebagai perantara, mengingat mereka terikat dalam satu ikatan dan pernah berjuang bersama, jadi sepatu diberikan cuma-cuma alias gratis.
Mengingat kondisi usaha kicimpring Kang Mus yang masih berkembang, tentu hal tersebut memberikan keringanan, bantuan, plus kebahagian di hati Kang Mus karena memperoleh sepatu Adinda gratis dari Jufri.
Setelahnya, bukan kesenangan hati yang didapat Kang Mus dan keluarga seusai menyodorkan sepatu Adinda yang gambarnya daun singkong tiga ke emak. Sebab emak tahu, kalau sepatu yang diberikan Kang Mus bukan sepatu Adinda yang original alias tiruan (kw).
Harga sepatu Adinda yang original agak mahal menurut Kang Mus dan istrinya, maka Kang Mus mencoba mengakali emak dengan membelikan sepatu kw yang harganya lebih murah.
Lantas bagaimana kelanjutan kisahnya? Apakah Kang Mus bisa membelikan sepatu Adinda yang gambarnya daun singkong tiga yang asli? Mengingat bisnis kicimpring Family milik Kang Mus dan keluarga beberapa waktu yang lalu baru saja launching di acara Car Free Day (CFD) di Dago, Bandung, Jawa Barat.
Banyak pelajaran yang bisa nabsky peroleh dari sinetron itu. Dari mengetahui dinamika sosiologi dan antropologi pasar, terminal, usaha mendapatkan sepatu Adinda yang gambarnya daun singkong tiga, dan sebagainya.