Memasuki museum kehidupan dan melihat diorama sirkulasi hidup.
Semua bermula ketika Tuhan meletakkan ruh ke dalam gumpalan kecil yang ada di perut ibumu. Sejak saat itu, kamu hidup di dunia rahim. Dunia rokhim. Dunia yang dipenuhi sifat Ar-Rokhiim. Kasih sayang.
Kamu kecil sangat betah dan senang di dalam sana. Setiap hari makanan dan minuman selalu tersedia, tanpa repot-repot kamu memintanya. Mungkin saat ini kamu tak bisa mengingat banyak hal tentang apa yang kamu lakukan kala berada di sana. Tapi yang jelas, kamu sangat senang dan bahagia.
Saking betahnya, kamu tak mau kemana-mana, kamu sudah kadung senang di dalam sana. Bahkan ketika ada pengumuman perpindahan tempat hidup, kamu tak mau. Kamu diminta pindah. Dan kamu keukeuh tak mau.
“Saya sudah betah di sini. Saya tak mau kemana-mana.” Katamu kala itu.
“Lho, kamu harus pindah. Sudah waktunya kamu pindah tempat, Nak.”
Panitia Kehidupan berkata padamu, di dunia yang baru nanti, lebih besar daripada di dunia rahim. Lebih luas. Lebih unik. Di sana, nanti kamu bisa pilih makanan sendiri. Kamu akan mengenal orang tua. Mengenal benda-benda, dan tentu saja, mengenal cinta.
Tapi kamu masih enggan. Kamu nggak mau pindah tempat. Kamu sudah betah dan kerasan. Kamu nggak mau kemana-mana. Kamu pegang rapat-rapat tali ari-ari, dan enggan untuk melepasnya.
“Nak, di dunia nanti, kamu nggak sendirian. Kamu punya banyak teman. Kamu bisa main-main. Saat dewasa, kamu akan mengenal uniknya perasaan jatuh cinta. Kalau di sini kan kamu sendirian.” Kata Panitia Kehidupan memperdalam penjelasannya.
“Dunia itu,” kata Panitia Kehidupan sekali lagi, “Besarnya berkali-kali lipat dari besarnya rumahmu saat ini (rahim ibu). Jadi kamu jangan takut. Kamu pasti senang di sana, kamu bakal punya banyak teman di sana.”
Kamu masih terus merasa bahwa rahim ibunda adalah satu-satunya tempat paling nyaman. Tapi mendengar ucapan Panitia Kehidupan, kamu mulai penasaran. Kamu jadi kepikiran tempat baru itu.
Kamu pun, dengan amat terpaksa, akhirnya mau berpindah. Pelan-pelan kamu lepas pegangan tanganmu pada tali ari-ari. Kamu keluar dari rahim dengan perasaan aneh bercampur asing dan ketakutan.
Kamu menangis kencang sekali. Itu terjadi karena kamu merasa takut. Merasa khawatir. Dan bermacam hal-hal baru yang membuatmu merasa terasing. Itu membuatmu menangis kencang sekali. Tapi aneh, orang-orang di dekatmu, justru tersenyum bahagia.
Kamu mulai punya teman. Punya referensi tentang banyak hal yang memicu rasa senang. Usia kecilmu, kau habiskan dengan banyak bermain, belajar dan bermanja-manja dengan orang tua.
Kamu beranjak remaja. Kamu mulai mengenal beragam jenis jatuh. Mulai jatuh dari sepeda, jatuh dari pohon mangga, hingga jatuh yang lebih absurd, yakni jatuh cinta. Kamu mulai mengenal sikap mengalah. Kamu kian menjadi dewasa.
Kedewasaan membuatmu berani hidup berpasangan. Kamu berpasangan, berarti banyak hal yang harus dikompromikan. Kamu tak bisa hidup dengan kehendakmu sendiri. Semua harus kamu bicarakan dengan pasangan.
Saking telatennya kamu hidup berpasangan, Tuhan menitipkan kepadamu sejumlah buah hati. Tuhan menitipimu buah hati-buah hati yang kelak menjadi dirimu dalam wujud dan momentum yang berbeda.
Kamu melihat anak-anakmu tumbuh kian besar dan kian dewasa. Anak-anakmu melahirkan anak-anak kecil, mereka adalah cucumu. Kamu kian tua. Tak terasa, kamu telah menjadi kakek dan semakin berusia senja. Kamu bahagia sekali. Dan kamu sangat betah sekali hidup di dunia.
** **
Saking betahnya, kamu tak mau kemana-mana, kamu sudah kadung senang hidup di dunia. Bahkan ketika ada pengumuman perpindahan tempat hidup, kamu tak mau. Kamu diminta pindah. Dan kamu tetap tak mau.
“Saya sudah betah di sini. Saya tak mau kemana-mana.” Katamu kala itu.
“Lho, kamu harus pindah. Sudah waktunya kamu pindah tempat, Nak.”
Panitia Kehidupan berkata padamu, di dunia yang baru nanti, lebih besar daripada di dunia saat ini. Lebih luas. Lebih unik. Di sana, nanti kamu bisa pilih makanan sendiri. Kamu akan mengenal banyak hal. Menemui imbalan. Menemui keinginan-keinginan yang tak sempat terealisasi di dunia yang saat ini.
Mendengar itu, kamu masih tetap enggan. Kamu nggak mau pindah tempat. Kamu sudah betah dan kerasan di dunia. Kamu nggak mau kemana-mana. Kamu pegang rapat-rapat nyawamu, dan kamu nggak mau kemana-mana.
“Nak, di dunia yang baru nanti, kamu nggak akan sendirian. Kamu punya banyak teman. Kamu bisa ketemu kakek dan nenek moyang yang dulu tak pernah kamu temui.” Kata Panitia Kehidupan memperdalam penjelasan.
“Dunia yang baru nanti,” kata Panitia Kehidupan sekali lagi, “Besarnya berkali-kali lipat dari besarnya duniamu saat ini. Dunia yang baru nanti, perbandingan skalanya mirip dengan ukuran rahim ibu dan dunia yang saat ini kau tempati. Jadi kamu jangan takut. Kamu pasti senang di sana, kamu bakal punya banyak teman di sana. Bisa jalan-jalan kemana-mana.”
Dari Panitia Kehidupan, kamu tahu bahwa dunia yang akan datang itu besar sekali. Jika dibanding dunia yang saat ini, perbandingan luasnya mirip dengan dunia rahim dan dunia nyata.
Tapi kamu masih terus merasa bahwa duniamu saat ini adalah satu-satunya tempat paling nyaman. Tapi mendengar ucapan Panitia Kehidupan, kamu mulai penasaran. Kamu jadi pengen merasakan dunia yang baru itu.
Kamu pun, dengan amat terpaksa, akhirnya mau berpindah. Pelan-pelan kamu lepas pegangan tanganmu pada nyawa dan episode hidup. Kamu keluar dari dunia saat ini dengan perasaan aneh bercampur asing dan sedikit ketakutan.
Pelan-pelan kamu merasa tenteram. Itu terjadi karena kamu dijemput banyak orang-orang baik. Orang-orang baik yang dulu hanya kamu tahu melalui buku dan cerita, kini menampakkan wujudnya padamu.
Kakek moyangmu beserta orang-orang yang dulu sangat kamu kagumi dan belum pernah kamu temui, menemuimu dengan senyum bahagia. Itu membuatmu merasa lega dan bahagia. Tapi aneh, orang-orang di dekatmu merasa bersedih.
Di atas adalah episode hidup yang diam-diam kita semogakan bersama.