Sebuah riset menunjukan bahwa e-learning bakal jadi masa depan pendidikan tinggi di tengah fenomena new normal life. Lalu, bagaimana pendidikan dasar dan menengahnya?
Keterpaksaan berkomunikasi tanpa tatap muka selama pandemi ini, berpotensi menjadi kebiasaan yang kelak — pasca pandemi — terasa normal dan tak ada yang aneh sama sekali. Nah, pertanyaanya, apakah rasa yang sama juga bakal terjadi di dunia pendidikan?
Seperti kita semua ketahui, dunia pendidikan jadi satu ranah terdampak Covid-19 yang terpaksa harus mengikuti cara dan metode baru seusai adanya pandemi ini. Belajar tanpa tatap muka. E-Learning.
Meski awalnya berat dan memicu kebosanan, toh pada akhirnya itu semua tetap disetujui dan dilakukan demi lancarnya proses belajar mengajar. E-Learning, pelan-pelan jadi kenormalan baru di dunia pendidikan.
New normal life, kondisi normal baru, pelan-pelan sedang kita rasakan bersama. Penggunaan masker yang sebelumnya hanya dilakukan para pengendara motor jarak jauh, misalnya, kini jadi wajib saat berada di ruang publik.
Adanya aturan jarak atau pembatasan jumlah pengunjung dalam sebuah restoran atau tempat hiburan, misalnya, mungkin tak pernah kita bayangkan sebelumnya. Sebab itu aneh dan, tentu saja, tak menguntungkan manusia.
Tapi toh hari ini semua itu terjadi juga. Dan fenomena new normal life memang selalu tampak aneh di awal, untuk berikutnya terasa biasa-biasa saja dan, sekali lagi, tak melulu harus menguntungkan manusia.
Perkara di atas menunjukan Covid-19 benar-benar mengubah cara hidup manusia. Sesuatu yang sebelumnya tidak lumrah dilakukan, kini jadi sebuah kewajaran dan bahkan kewajiban.
Kondisi normal baru, memang tak bisa dihindari, ketika manusia pada akhirnya harus hidup berdampingan dengan ancaman virus penyebab Covid-19.
Kondisi normal baru di dunia pendidikan
Riset terbaru dilakukan Elisabeth Rukmini dan Maria Magdalena dari Unika Atma Jaya Jakarta menunjukkan bahwa E-Learning bisa jadi masa depan pembelajaran perguruan tinggi di Indonesia, selepas pandemi.
Kesimpulan tersebut didapat pasca melakukan survei yang melibatkan 682 responden dari beberapa perguruan tinggi negeri dan juga swasta di Pulau Jawa, Sumatra, Sulawesi, Kalimantan, Maluku, dan Papua.
Riset dilakukan pada April lalu tersebut, menunjukan lebih dari 70% responden adalah mahasiswa (71%), sisanya adalah dosen (16%), dan sisanya adalah petinggi universitas.
Mayoritas responden (94%) mengapresiasi dengan baik keputusan manajemen perguruan tinggi dalam melakukan pembelajaran melalui metode daring selama pandemi.
Dalam survei itu, lebih dari separuh responden (58%) menilai perencanaan dan pelaksanaan online learning di lingkungan kampus mereka sudah sangat baik (rata-rata memberikan skor 7 atau 8 dari skor maksimal 10).
Hampir 60% dari separuh responden mengatakan, kualitas pembelajaran online learning sama baiknya dengan kelas biasa. Mayoritas responden (62%) juga menyepakati bahwa tujuan pembelajaran tercapai dengan baik meski dilakukan lewat pembelajaran daring.
Sementara mengenai persentase mata kuliah yang perlu dipertahankan lewat e-learning, mayoritas responden (50%) memilih antara 50-75% dari seluruh mata kuliah, bisa disampaikan melalui e-learning. Hasil survei tersebut menunjukkan bahwa e-learning bisa menjadi masa depan pendidikan tinggi di Indonesia.
Ya, pendidikan tinggi. Respon-respon new normal life sangat cocok untuk pendidikan tinggi. Tapi untuk pendidikan dasar dan menengah, tampaknya new normal life masih harus menyesuaikan diri agar tetap dianggap normal.