Faktor Habibie adalah satu dari sekian banyak warisan mantan Presiden Habibie. Serupa pesawat, ia menerbangkan mimpi masyarakat Indonesia untuk menjadi manusia berteknologi.
Presiden ke-3 Republik Indonesia, Bacharuddin Jusuf Habibie meninggal di usia 83 tahun pada Rabu (11/9/2019), pasca dua pekan terakhir dirawat di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Subroto, Jakarta.
Tentu saja, meninggalnya mantan Presiden Habibie menjadi kabar duka bagi segenap masyarakat Indonesia. Habibie menjadi presiden Indonesia yang tak hanya dihormati, tapi juga identik kecerdasan dan inovasi. Tak ayal jika dia berjuluk Bapak Teknologi.
Selain itu, Habibie punya setia serupa Hatta. Kisah cintanya bersama Ainun kerap menjadi pengingat bagi siapa saja tentang bagaimana memelihara setia. Pasangan Habibie-Ainun masyhur melalui berbagai macam cerita.
Nabs, saat menjadi presiden, BJ Habibie mewariskan beberapa kebijakan penting. Satu paling penting adalah Undang-Undang Nomor Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Sebuah tonggak kebebasan Indonesia pasca runtuhnya rezim orde baru.
Kecintaannya pada riset dan teknologi membuat sosoknya sebagai presiden, menjadi amat berbeda dan spesial. Sebab, tak hanya bermodal kharisma, tapi juga ketelatenan untuk terus melakukan riset dan belajar.
Pada 1990, Habibie menulis sebuah riset berjudul Sophisticated technologies: taking root in developing countries. Sebuah pemikiran tentang cita-cita mandiri secara teknologi. Bayangkan, 29 tahun lalu, Habibie sudah berpikir soal keharusan berpijak pada riset dan teknologi.
Habibie dan teknologi memang serupa sepasang sepatu yang sulit dipisahkan. Kesukaannya pada teknologi, dia seriusi pada 1954 dengan memilih belajar di Fakultas Teknik Universitas Indonesia Bandung (sekarang Institut Teknologi Bandung ITB).
Setahun berikutnya, atau 1955 hingga 1965, dia melanjutkan studi teknik penerbangan spesialisasi konstruksi pesawat terbang di Rhein Westfalen Aachen Technische Hochschule (RWTH), Jerman Barat. Di tempat inilah, Habibie menempa diri untuk belajar sekaligus membangun identitas sebagai sosok insinyur pesawat terbang.
Pasca lulus dari Rhein Westfalen Aachen Technische Hochschule (RWTH), Habibie memulai karir kerja di Firma Talbot, sebuah industri kereta api Jerman. Di Firma Talbot, dia mendesain sebuah wagon untuk mengangkut barang-barang dalam volume besar. Hebatnya, rancangan Habibie untuk 1000 wagon Firma Talbot diselesaikan dengan pendekatan teknologi kontruksi sayap pesawat terbang.
Habibie, disela-sela proses bekerja, masih melanjutkan studi untuk gelar doktor di Rhein Westfalen Aachen Technische Hochschule. Kerja keras dan ketekunannya membuahkan hasil membanggakan. Pada 1965, Habibie mendapat gelar Dr. Ingenieur dengan predikat summa cumlaude (Sangat Sempurna) dengan nilai rata-rata 10.
Faktor Habibie, warisan yang abadi.
Saat Habibie menjadi engineer di Jerman, dia mempelajari fenomena fatigue (kelelahan) pada kontruksi pesawat. Tak hanya mempelajari, Habibie mencetuskan rumus menghitung keretakan atau crack progression on random.
Rumus temuan Habibie ini, dia beri nama “Faktor Habibie”. Sebuah rumus yang mampu menghitung crack progression hingga skala atom material konstruksi pesawat terbang. Sebuah penemuan yang membuatnya dijuluki Mr. Crack.
Faktor Habibie menjadi sebuah penemuan yang diakui dunia. Bahkan, berbagai macam lembaga internasional seperti; Gesselschaft fuer Luft und Raumfahrt (Lembaga Penerbangan dan Angkasa Luar) Jerman, The Royal Aeronautical Society London (Inggris).
Tak hanya itu, The Royal Swedish Academy of Engineering Sciences (Swedia), The Academie Nationale de l’Air et de l’Espace (Prancis) hingga The US Academy of Engineering (Amerika Serikat) juga mengakui kejeniusannya.
Pada tahun 1967 Habibie mendapatkan penghargaan menjadi Profesor kehormatan (guru besar) di ITB (Institute Teknologi Bandung) Disisi lain HAbibie juga memperoleh penghargaan Edward Warner Award dan Theodore Van Karman Award.
Sebagai seorang presiden, Habibie sosok amat beda dari yang lain. Dia menembus puncak pemerintahan bukan dari loby maupun kelincahan berpolitik. Melainkan hasil dari ketelatenannya belajar dan melakukan riset. Hingga dia dikenal sebagai sosok jenius.
Siapa yang tak rindu punya presiden yang punya semangat belajar menggebu seperti Habibie. Siapa yang tak rindu punya presiden yang kesetiaannya seperti jam beker di pagi hari. Tentu saja kami rindu. Kami rindu pada Eyang Habibie.
Selamat jalan, Eyang Habibie. Terimakasih atas inspirasi dan semangat berinovasi yang terus mengepak dan terbang tiada henti.