Batik simbol kecerdasan dan keindahan. Akal dan jiwa. Pikir dan sukma. Batik adalah manunggalnya ciptaan Tuhan berupa pola dengan akal budi manusia, sebagai modalitas lahiriah perekayasa kode nan selaras dan paralel.
Sembari menulis ini, aku membayangkan sebuah gambar(-ku, -mu, kita) saat kecil dulu: Pemandangan dua buah gunung dengan matahari terlihat separuh saja di bagian pertemuan antar kedua gunung, burung-burung terbang.
Terbentang horizon jalan yang lebar lantas menyempit paralel dengan makin mendekat ke arah gunung. Tentu tidak lupa area persawahan dengan padi menghijau dan aliran sungai berkelok-kelok mengalir sepanjang persawahan.
Alam secara natural menghadirkan sebuah fakta empirik dalam aneka bentuk pola-pola dan bentuk geometri yang unik dan menarik. Aneka ciptaan yang muncul di alam menunjukkan ciri, corak, dan bentuk yang berbeda-beda.
Meski tidak selalu tampak statik dan kaku, gunung tampak sebagai pola bangun segitiga. Bulan dan matahari dalam wujud lingkaran. Begitu pula pada sarang laba-laba membentuk heksagon, gelombang air laut naik-turun.
Kelopak bunga mawar melengkung, biji bunga matahari mengerucut, tulang pada ikan, gerak planet pada orbitnya melingkar, bentuk paru-paru, dan aneka bentuk lain di alam dengan pola tertentu dan khas. Pola di alam muncul dan hadir sebagai bagian dari manifestasi kehendak Tuhan.
Menariknya, alam yang begitu memikat, ternyata mampu mengulik secara dinamis kemampuan manusia untuk terus memahami dan membaca-ilmui. Untungnya lagi, kemauan manusia itu didukung oleh peranti yang canggih, built-in semenjak lahir. Klop. Cocok.
Pola-pola yang ada di alam dicoba-pahami manusia dalam bentuk kode-kode matematika dan kemantapan teori fisika. Tidak hanya itu, rumus-rumus dan teori-teori yang senantiasa berkembang adalah upaya manusia menghubungkan kode-kode yang ditampilkan di alam.
Teori, ilmu, dan teknologi adalah hasil kecerdasan manusia dalam memecah kode-kode yang diperoleh dari pola-pola yang berjalan di alam semesta. Kode-kode adalah hasil kecerdasan manusia menangkap pola-pola yang dihadirkan Tuhan pada alam.
Filosofi Batik
Batik, di satu sisi menunjukkan kecerdasan. Sisi lainnya adalah soal keindahan. Di dalam batik menyatu antara budi manusia: Akal dan jiwa. Batik mampu mereplika bentuk-bentuk di alam semesta melalui canting.
Aneka bentuk dari pola geometri, baik dari makhluk bernyawa maulun tidak, mampu direplika manusia menjadi sebuah karya. Namun, pola geometri batik tidak kaku, tegas, dan statis seperti bentuk aslinya.
Bentuk geometri batik, tidaklah poin utama yang menjadi ide pencipta batik. Melainkan soal rasa, jiwa, makna, dan filosofi di balik bentuk-bentuk dan pola-polanya.
Dinamisasi bentuk batik dengan filosofi dan makna tertentu menjadi elan keindahan yang melampaui bentuk geometri aslinya yang dicerap dari aneka inspirasi di alam semesta.
Bahkan, tidak jarang, bentuk geometri batik dinilai tidak berpola dan acak. Bentuk geometri yang demikian dinamakan geometri fraktal.
Bayangkan kita memiliki sayur brokoli yang bercabang. Salah satu cabang brokoli kita lepas dari bagian utamanya, lantas kita lepas cabangnya lagi. Terus-menerus sehingga tampak bahwa “ada sebagian di dalam keseluruhan” atau “ada keseluruhan dalam sebagian.”
Begitu pula saat kita mengiris tahu menjadi dua bagian, lalu masing-masing bagian kita iris lagi menjadi dua bagian, dan seterusnya. Tampak seolah bentuk dan pola geometri yang seolah berasal dari bentuk yang tidak berpola. Tidak berpola, tetapi itulah polanya.
Batik adalah simbol kecerdasan dan keindahan. Akal dan jiwa. Pikir dan sukma. Lebih dari itu, batik adalah manunggalnya antara ciptaan Tuhan di alam semesta dalam bentuk pola dengan akal budi manusia sebagai modalitas lahiriah perekayasa kode. Selaras. Paralel.
Bukankah salah satu mandatori kekhalifahan manusia adalah mempelajari pola untuk mencipta kode bagi keberlangsungan hidup?