Dua belas tahun saya habiskan untuk belajar. Selama itu banyak hal yang saya dapatkan. Baik ilmu maupun pengetahuan. Misalnya, baca, tulis dan berhitung. Itu semua berkat jasa para guru di sekolah. Hingga saatnya saya lulus dan menerima ijazah kelulusan.
Seorang guru bukan hanya sebagai pengajar. Ia juga seorang pendidik. Mengajar dan mendidik itu tentu berbeda. Mengajar bisa dikatakan sebagai hal praktis dalam pendidikan. Sedangkan mendidik lebih menekankan pada hal substansif.
Pendidikan yang saya dapatkan bukan hanya dari sekolah. Sudah dua belas tahun juga saya mengikuti perguruan pencak silat. Dari perguruan ini saya merasakan nilai lebih. Terutama dalam pendidikan yang dalam istilah jawa disebut ‘elmu urip’ atau ilmu kehidupan.
Berlatih pencak silat bukan hanya belajar jurus dan teknik bertarung. Terdapat pendidikan untuk melatih karakter seseorang. Sifat dan sikap seorang pendekar harus dibentuk. Karena itu, saya juga belajar tentang kesabaran, ketenangan, welas asih dan kebijaksanaan. Sebenarnya, lebih banyak lagi yang lainnya.
Belajar kehidupan tentu melalui berbagai macam pengalaman. Seperti yang ada di dalam latihan pencak silat. Misalnya, tahapan ujian yang dilakukan tengah malam di area makam. Tentu ini memiliki maksud dan tidak sembarangan. Maksudnya, mendidik agar manusia ingat tentang kematian dan asal usulnya.
Selain itu, pemakaman dianggap sebagai tempat yang menakutkan. Seperti itulah anggapan masyarakat umum. Apakah kematian itu menakutkan? Tentu tidak. Setiap yang hidup pasti mati. Karena itu, saya dididik untuk tidak takut. Terlebih pada apa yang dianggap menakutkan tanpa dasar.
Pencak silat memiliki banyak aliran. Menurut saya itu mirip seperti jurusan di perguruan tinggi. Pada intinya, setiap perguruan pencak silat mengajarkan hal yang sama. Bahwa kehidupan ini harus dihadapi dengan bijaksana. Tujuannya mencapai keselamatan di dunia. Seperti halnya orang Jawa yang mengajarkan Eling lan Waspodo.
Ilmu kehidupan sangat luas. Jauh lebih luas ketimbang samudra di lautan. Jauh lebih banyak dibanding lembaran halaman tiap buku di perpustakaan. Bahkan, untuk belajar tentang diri sendiri tidak cukup seumur hidup. Karena itu, butuh pemahaman tentang manusia yang meluas.
“Ilmunya Pencak Silat itu tentang kehidupan. Ilmu kehidupan itu seperti samudra. Mau kamu nimba air laut? Sampai kapan itu akan habis jika kamu timba?” pesan seorang guru silat saya.
Jadi, banyak ilmu yang juga saya pelajari dari perguruan pencak silat. Baik ilmu budaya, ilmu sastra, ilmu sejarah dan lainnya. Semua terangkum dalam istilah ilmu kehidupan.
Ilmu kehidupan tersebut bagi saya adalah bagian dari mendidik diri sendiri. Mendidik menjadi seorang manusia yang memanusiakan. Baik diri sendiri maupun orang lain dan alam semesta.
Selamat hari guru kepada para guru dan pelatih Pencak Silat. Secara umum, untuk semua perguruan. Termasuk semua guru kehidupan yang banyak mendidik saya. Atas segala jasa, saya ucapkan banyak terima kasih meskipun selalu tidak cukup.