Kehidupan ini akan selalu dinamis. Segala sesuatu akan berubah. Akan tergantikan oleh yang baru. Semua hanya menunggu waktu.
Senin, bagi saya menjadi hari yang paling menggelisahkan. Ia menghantui pikiran banyak orang. Di sekeliling saya, banyak orang cenderung ngersulo untuk malas melewatinya, termasuk saya sendiri. Heheii
Saya harus dihadapkan dengan beberapa persoalan. Termasuk tugas kuliah, menulis laporan sampai menulis hal-hal yang berat; seperti halnya menulis yang kalian baca ini, Nabs. Heheii
Betapa tidak ngoyonya saya menulis ini, sebab biasanya saya hanya menulis secukup dan semau saya, itupun hanya di status WhatsApp. Sekarang saya harus memulai menulis panjang, agar lihai untuk membuali lawan. Eh, agar lihai menghadapi kehidupan, ding.
Senin, hari di mana kebanyakan orang memulai aktivitasnya. Baik di sekolah, kuliah, mengajar hingga bekerja. Karena itu, Senin terkesan sebuah momok yang menegangkan bagi sebagian orang.
Senin datang, pertanda libur telah usai. Waktu berkumpul dengan keluarga telah selesai. Saatnya kembali ke peradaban — bagi mereka yang berkelakar di kota orang. Juga, saatnya para siswa kembali ke sekolah dan mahasiswa kembali ke kampus.
Senin kali ini, berbeda dengan sebelumnya. Jika di senin-senin lalu, orang-orang melaluinya dengan santai dan biasa. Tidak untuk hari ini. Senin hari ini, diwarnai berbagai fenomena.
Mulai dari banyaknya tumpeng di atas meja sekolah, kue tart pewarna Senin, serta merdekanya penjual bunga sebab banyak pembeli. Bahkan, terlihat beberapa balon bertebaran santai dari sudut sekolah di disepanjang kota Ledre.
Itu semua tak lain karena adanya Hari Guru Nasional yang jatuh 24 November 2019 ini.
Di luar itu, banyaknya syiar-syiar Hari Guru beredar di tiap-tiap laman medsos. Semua anak manusia, mengucap selamat Hari Guru pada siapa saja yang telah mendedikasikan dirinya untuk sesama. Semarak Hari Guru juga digembar-gemborkan sejumlah kalangan.
Nabs, sudah sepatutnya kita memuliakan guru-guru kita, ya. Sebab, tanpa jasa mereka, kita tak akan mengenal baca-tulis-hitung (Calistung).
Tanpa pelita bernama guru; dokter, polisi, pilot, pramugari tak akan pernah ada. Mereka ada sebab guru telah berada. Begitu luar biasanya peran guru dalam memberdayakan manusia. Dari yang awalnya tak berdaya menjadi terperdaya.
Pantaslah jika hari ini, keistimewaan terhadap guru digaung-gaungkan. Ucapan selamat kepada guru pun diagung-agungkan.
Peran guru tak hanya sekadar mengajar di tengah-tengah teknologi yang kian mutakhir ini, dari berbagai perubahan. Guru dituntut membentuk karakter generasi bangsa yang memiliki budi pekerti.
Perubahan terjadi di mana-mana; dari bermacam aspek hidup. Dari zaman entah sampai detik ini, perubahan terus terjadi. satu hal yang belum berubah: Nasib guru yang kurang diperhatikan.
Banyak di antara guru-guru kita yang sudah memasuki usia senja mereka rela kepayahan demi kemajuan anak bangsa dan negeri ini.
Keberadaan guru di pedalaman, perlu mendapatkan lirikan yang menghangatkan. Bukan hanya hangatnya pelukan dari keluarga dan murid-muridnya, tapi juga kehangatan dari kacamata pemerintah.
Guru ibarat akar dalam pohon, tanpa akar tidak akan tercipta daun, batang, dan buah.
Begitulah, orang-orang di lingkungan saya memeriahkan Hari Guru sebagai bentuk apresiasi terhadap Pahlawan Tanpa Tanda Jasa. Berbagai versi dan kolaborasi tercipta.
Lalu, bagaimana cara kamu mengapresiasi Hari Guru Nasional, Nabs?