Haji mabrur atau haji ghurur?
Istilah haji dan hajah baliho tercipta dari sebuah perjalanan yang menyenangkan. Maka dari itu, selamat membaca tulisan ini dengan hati yang senang juga.
Momen hari besar Islam, salah satu di antaranya Idul Fitri. Bukan hanya sekadar momen bermaaf-maafan. Lebih dari itu, bisa membuat pepohonan menangis kesakitan dan menertawakan anak turun Adam dan Hawa.
Di tengah era sosial media sebagai panglima, masih jamak dijumpai baliho-baliho yang gagah berdiri di sekitar jalan _wa bil khusus_ di area trotoar.
Nabs, trotoar bukan hanya berfungsi sebagai tempat pejalan kaki. Melainkan juga tempat bercokolnya foto haji dan hajah baliho. Pejalan eksistensi, penganjur sekte propaganda dan agitasi harga mati, dan lain sebagainya.
Ada yang memberi label pada diri sebagai perwakilan korporat, eh perwakilan rakyat, ding, wqwq. Konon haji dan hajah baliho menjadi penyambung lidah korporat, eh..rakyat atau korporat, ya? Dan yang lebih menggelikan lagi, ada yang mengatasnamakan “agama” secara vulgar untuk kepentingan duniawi.
Hmm…, sah-sah saja, apabila haji dan hajah baliho mengurus bahliho sesuai dengan prosedur. Dan benar-benar memiliki iktikad yang kuat untuk menjalankan program-program yang dikampanyekan ( _elingono kontestasi pilihan mung gak lingkup kampus utawi RT, wes lingkup kabupaten, provisi, lan negara_ ).
Namun, jika haji dan hajah baliho hanya pamer foto saja, dan tidak sesuai prosedur atau bahasa dinasnya mal administrasi, niscaya mampu membuat tiang-tiang baliho menertawakan foto haji dan hajah baliho yang terpampang. Tidak akan didoakan ikan-ikan kecil ‘jatul’ yang berada di selokan, dan mungkin juga menjadi bahan pergunjingan burung-burung yang melintas di sekitar baliho, Nabs.
Atau bisa juga dijadikan bahan diskusi penjual kopi, pegiat warung kopi, dan lain-lain. Tanggung jawab haji dan hajah baliho amat sangat besar. Selain rentan mengidap penyakit batin yang bernama “ghurur” atau “tipu daya” seperti tipu daya harta, tahta, dan wanita (open BO), Nabs. Juga tipu daya urusan ukhrawi namun diorientasikan untuk kepentingan dunia yang fana dan penuh tanda tanya ini.
Sebagai rakyat jelata _cum_ pegiat warung kopi hingga dini hari menyapa plus pagi buta, hanya bisa berargumen, “semoga dan semoga kata-kata yang digunakan oleh haji dan hajah baliho, berbanding lurus dengan perbuatan mereka.”
Atau dalam kalimat lain, “semoga..mereka mampu bertindak sesuai dengan kata-kata yang mereka pakai atau kampanyekan di baliho”. Tolong!, apresiasi pengrajin baliho, dengan tindakan yang sesuai dengan kata-kata yang terpampang di baliho.
Selamat menikmati sisa-sisa liburan hari raya Idul Fitri 1444 H, Nabs. Mari sambut tahun politik 2024 dengan cerdas dan bahagia.
Gulo santen, gulo Jowo, nek
wonten lepat kulo nyuwun pangapuro.