Bumi bukan tempat terwujudnya segala damba. Tapi langit tak akan lupa. Ia merengkuh erat segala pinta.
Saat masih tinggal di asrama Pondok Jati Sidoarjo, saya punya teman cukup aneh. Tiap melihat atau mendengar istilah berbahasa asing, atau tiap kali melihat nama-nama benda yang berbau teknologi dengan bahasa yang tak dipahami, dia selalu pusing dan kepingin muntah.
Pernah suatu hari, saat saya sedang ngantuk berat akibat kurang tidur, saya iseng menyanyikan lagu System of a Down berjudul I.E.A.I.A.I.O secara ngawur tepat di depannya. Entah karena mata saya mirip Daron Malakian atau karena suara saya sangat buruk; alih-alih terhibur, dia mengira saya sedang kesurupan.
Dia menarik sarung yang saya pakai hingga hampir melorot dan dengan semangat penuh heroisme, dia berupaya menyadarkan saya dengan menyemprot muka saya pakai selang air keran yang saat itu sedang dia pegangi.
Kawan yang sering saya panggil Barun itu memang amat lugu. Meski sering menebar ekspresi lucu saat menemui istilah-istilah asing, dia punya laku dan komitmen yang sangat kuat dalam hal siram-siram bunga di depan balai asrama.
Hampir tiap pagi dan sore, bisa dipastikan, dia tak pernah lupa dan hampir selalu membawa selang air untuk menyirami bunga-bunga yang ada di dekat asrama. Tak banyak yang tahu, apa alasan dia melakukan itu.
Saya, sesungguhnya tak abai-abai amat pada urusan bebungaan. Di rumah saya, banyak sekali tanaman bunga. Saya membeli dan merawat bunga-bunga itu saat saya sedang pulang ke rumah. Diam-diam, saya punya hobi merawat tanaman bunga.
Tapi, di depan Barun, pemahaman dan ketelatenan saya merawat bunga, tak ada apa-apanya. Dia sangat rajin menyirami dan membersihkan bunga yang ada di lingkungan asrama. Dia hapal betul kapan harus menyiram dan kapan harus membersihkannya.
Pernah suatu hari saya bertanya padanya, apa yang memicu dia sangat suka siram-siram bunga. Dengan santai, dia menjawab, “Sayangilah yang ada di bumi, niscaya yang ada di langit akan menyayangimu,” jawabnya sambil tertawa.
Tentu saja, Barun mengutip sebuah hadis yang sangat populer di kalangan para santri: Irhamuu man fil ardhi yarhamukum man fis samaa. Bunga, bagi dia, tergolong “penduduk” bumi yang harus disayangi.
Saya tak pernah lagi mendengar kabar Barun sejak memutuskan kembali pulang ke rumah beberapa tahun silam. Sejak saat itu pula, kami belum pernah sekalipun bertemu.
Semalam, saya coba-coba mencari tahu tentang kabarnya. Saya terkaget kala mendapati sebuah fakta yang membahagiakan dan mencengangkan dan membuat saya merenungi banyak hal tentang nikmat Tuhan yang penuh kejutan.
Setelah saling menanyakan kabar, Barun, kawan saya yang amat lucu dan sering mual dan pusing saat ketemu istilah menyusahkan itu, tiba-tiba menceritakan sesuatu yang, bagi saya, mampu mengubah sosoknya menjadi amat mengagumkan.
Kini, kawan yang hanya mau ngempak rokok kretek 76 itu menjadi seorang ahli memodifikasi komputer, laptop, CCTV, printer, soundsistem, hingga networking, maintenance, instalasi, dan apapun yang berupa aplikasi rumit lainnya.
Tak tanggung-tanggung, dia sudah membangun tempat usaha dengan sejumlah karyawan di kota kelahirannya, Ngawi. Tempat usaha itu dia beri nama: Laroiba, yang dalam bahasa Arab berarti tak ada keraguan.
Barun yang dulu sering mual-mual saat melihat istilah asing dan benda-benda berbau teknologi, kini berubah menjadi seorang ahli software yang sangat dekat dengan istilah asing dan teknologi. Bahkan, namanya mampu menjamin sebuah kepercayaan orang lain.
Saya merenungi banyak hal tentang Barun. Kawan yang amat dekat kala kami hidup di Sidoarjo dulu. Saya percaya, apa yang didapat Barun saat ini, tentu tak lepas dari betapa dia sangat telaten menyayangi dan merawat bunga yang ada di depan asrama.
Meski begitu, hasrat dan kehendak Barun untuk menjadi seorang ahli software memang tampak sejak lama. Meski hanya berwujud cita-cita, ucapan atau bahkan kelakuan yang bahkan tak sempat disadarinya.
Saat siram-siram bunga, tanpa disadari, barangkali dia juga sedang berharap dan berdoa. Sehingga tak hanya dia saja yang berdoa. Tapi, bunga-bunga dan kerikil dan selang air yang ada di dekatnya pun, ikut membantunya berdoa.
Hal-hal demikian yang kerap membawa ingatan saya pada kalimat yang tertera di dinding tembok kamar rumah saya: Bumi bukan tempat terwujudnya segala damba. Tapi langit tak akan lupa. Ia merengkuh erat segala pinta.
Law of Attraction
Dalam novel berjudul Al Chemist karya Paulo Coelho, ada sebuah kutipan yang sangat populer bagi para penebar motivasi hidup: saat kau menginginkan sesuatu, seluruh alam semesta bersatu padu membantumu meraihnya.
Apa yang dialami kawan saya, tentu mirip dengan maksud dari kutipan novelis asal Brasil tersebut. Meski, tentu saja, konteks dan tema yang diusung boleh saja berbeda.
Saya percaya jika Law of Attraction (hukum tarik menarik) sangat bekerja dalam hidup manusia. Dan alam semesta, seperti yang disinggung Paulo Coelho dalam The Alchemist, bersikap sangat netral.
Saat kita berkeinginan berbuat jahat atau menyakiti orang lain atau mencuri uang di sebuah bank, misalnya, kita akan mudah melakukannya. Sebab, seluruh alam semesta diam-diam mendukungnya.
Saat kita berkeinginan berbuat baik atau membahagiakan orang lain atau bersedekah ke sebuah panti, misalnya, kita juga akan mudah melakukannya. Sebab, diam-diam seluruh alam semesta mendukungnya.
Michael J. Losier, Penulis buku Law Of Attraction menyatakan, ada getaran hebat yang sedang bekerja dalam diri manusia. Ia serupa magnet yang mampu menarik benda-benda atau hal-hal yang didamba dan menolak apapun yang tak diinginkan. Inilah prinsip kerja Law Of Attraction.
Jika kita mendamba sesuatu yang jahat dan menyakiti orang lain, percayalah, kita akan sangat mudah melakukannya, bahkan hanya cukup mengedipkan mata. Sebaliknya, jika kita mendamba berbuat menyenangkan, kita juga akan mudah melakukannya, meski tak melulu dengan cara mengedipkan mata.