Meski namanya tak terlalu dikenal penduduk bumi, tapi penghuni langit mengetahui keberadaan perguruan tinggi ini.
Di tengah gempuran kapitalisme, pendidikan juga terkena imbasnya. Salah satu di antaranya komersialisasi pendidikan.
Dari TK sederajat yang seyogianya lebih banyak permainan yang konstruktif, sudah dicecar oleh materi-materi yang “asing” bagi anak TK itu sendiri.
Tidak diajari bahasa daerah malah diajari bahasa engsuweng.
Begitupun dengan tingkatan pendidikan selanjutnya, maka tak jarang lahir peserta didik yang bukannya membumi malah melangit. Melangit gak po’o, cah! Tapi yo ojo lali carane balik nek bumi, wqwq.
Buah pikir Ki Hadjar Dewantara sebagai founding parents dalam dunia pendidikan wa bil khusus di Indonesia, hanya sekadar eksistensi belaka.
Sedangkan buah pikir Herman William Deandles di dunia pendidikan Indonesia, bagaikan slogan eksistensi “no” dan esensi “yes”. Tak terkecuali perguruan tinggi.
Perguruan Tinggi dari Sabang hingga Merauke, sedang mengejar World Class University (WCU) .
Standarisasi pendidikan ditingkatkan, namun permasalahan sosial seperti tindak amoral seperti kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi juga mengalami peningkatan.
Kerja-kerja pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat digencarkan, namun “niat” sebagai “fondasi” dalam melakukan kerja sering terabaikan.
Di Indonesia, untuk mengetahui jenis-jenis perguruan tinggi, bisa dilakukan dengan berbagai cara. Bagai caraku untuk mendekatkan diri kepadamu.
Tidak selalu tanya ke Mbah Google, atau tanya ke rumput yang bergoyang yang tidak akan pernah mendapat jawaban, melainkan amatilah Mbak Intan! Eh. . , bukan Mbak Intan tetanggamu itu, lho, ya!
Melainkan Mbak Intan Pariwara, sahabat setia penghujung SMA~waseek.
Gak percaya? Coba kawan-kawan lihat di sampul belakang buku detik-detik Ujian Nasional (UN) wa bil khusus tahun 2017.
Di buku apa ya? Hmm. . . Lupa! Singkat pengetahuan saya di buku rumpun ilmu sosial.
Di sampul bagian belakang, disebutkan ada 5 jenis perguruan tinggi yang ada di Indonesia: universitas, akademi, politeknik, sekolah tinggi, dan institut.
Kalau universitas, you know lah. . . . , ada Universitas Indonesia (UI), Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Airlangga (Unair), Universitas Hasanuddin (UNHAS), Universitas Sumatera Utara (USU), Universitas Cendrawasih, Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (UNUSIA), Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), Universitas Bojonegoro (Unigoro), UT, UNU Sunan Giri, dan lain-lain.
Kemudian kalau akademi atau “konon” katanya perguruan tinggi idaman mertua, ada Akademi Kepolisian (AKPOL), Akademi Militer (AKMIL).
Selanjutnya ada politeknik, seperti Politeknik Negeri Jember (Polije), Politeknik Negeri Malang (Polinema), dan lain-lain.
Kemudian ada Sekolah Tinggi. Seperti Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Jentera adalah salah satu di antara beberapa perguruan tinggi yang genre-nya sekolah tinggi.
Eh, ada juga lho! Sekolah tinggi yang dzatnya bersifat sirr atau bisa dibilang agak rahasia yaitu Sekolah Tinggi Intelijen Negara (STIN).
Lha. . .nek. . . Institut? Exampli gratia: perguruan tinggi yang digunakan main film Koboy Kampus “Institut Teknologi Bandung (ITB)”, arek-arek Suroboyo mana suaranya “Institut Teknologi Sepuluh November aka ITS”, Institut Pertanian Bogor (IPB), dan lain-lain.
Mayoritas penduduk bumi wa bil khusus penduduk Indonesia, sudah tidak asing dengan nama-nama perguruan tinggi di atas.
Namun penghuni langit asing dengan nama-nama perguruan tinggi di atas.
Terus bukan semuanya perguruan tinggi baik yang disebutkan di atas maupun tidak, tidak ada potensi dikenal penghungi langit.
Tetap bisa, bahkan dikenal penduduk langit plus bumi, asalkan “niat” atau “fondasi” untuk mencari ilmunya benar.
Niat mencari ilmu karena Allah, bukan karena ingin menjadi presiden, tukang seblak, menteri, pegawai bank, buzzer, dan lain-lain.
Yang penting niat aja dulu, karena Allah. Urusan nanti jadi apa? Ya. . . . agak dicoba untuk pikir keri.
Namun bukan terus pasrah total atau pasrah bongko’an ala Jabariyah (fatalisme), wqwq.
Atau gaya “super duper ambis” atau free act ala Qadariyah, melainkan yang tengah-tengah ala Ahlusunnah wal Jama’ah.
Latihan untuk niat dulu karena Allah, jadi apa saja diterima. Takutnya, niat sudah tidak karena Allah, kemuadian cita-cita tidak tergapai, malah bunuh diri, hmmm. Yang terpenting, niat karena Allah.
Jika niat karena Allah ditanamkan dalam tradisi akademik di perguruan tinggi, hasilnya akan berbeda.
Salah satu di antara beberapa jenis perguruan tinggi yang tidak terlalu dikenal penduduk bumi, namun dikenal penghuni langit adalah Ma’had Aly.
Apa? Ma’had Aly? Jam’iyyah Jurnabiyah, nampaknya yang tahu tentang Ma’had Aly bisa dihitung jari, bisa-bisa malah gak ada? Coba, tulis nama “Ma’had Aly” di pencarian Jurnaba.co, nihil bro. Eh, ada atau tidak ya? Wqwq
Memang benar ya? Kayaknya perguruan tinggi yang lebih dikenal oleh penghuni langit, bernama Ma’had Aly, wqwq.
Eits, tetapi Ma’had Aly tidak boleh dipandang sebelah mata. Perguruan tinggi yang lebih mengedepankan “esensi” dari pada “eksistensi”, telah memberi warna pada perkembangan peradaban yang bukan hanya di Indonesia, melainkan juga di jagat raya.
Merujuk pada Undang-Undang (UU) Nomor 18 tahun 2019 tentang Pondok Pesantren terkandung definisi Ma’had Aly.
Yaitu pendidikan pesantren jenjang pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh Pesantren dan berada di lingkungan Pesantren dengan mengembangkan kajian keislaman sesuai dengan kekhasan Pesantren yang berbasis kitab kuning secara berjenjang dan terstruktur.
Jumlah Ma’had Aly dari Sabang hingga Merauke dari Pulau Miangas hingga ke Pulau Rote, berjumlah 74 pada tahun 2022-2023 semester Genap (data emispendis.kemenag).
Secara kuantitatif, terdapat 35 dosen dan 113 mahasantri. Jika di perguruan tinggi secara umum, peserta didik disebut mahasiswa, sedangkan jika di perguruan tinggi “Ma’had Aly” dinamakan mahasantri.
Selain bisa menjadi agent of change, social control, iron stock, agen pulsa, agen sosis, maupun agen LPG, mahasantri tentu sebagai agen ilahi.
Ada Ma’had Aly Situbondo, Ma’had Aly Krapyak (Yogyakarta), Ma’had Aly Sumatera Thawalib Parabek yang berada di Sumatera Barat, Ma’had Aly Fadhlul Jamil yang berada di Sarang (Rembang, Jawa Tengah).
Kemudian juga ada Ma’had Aly Lirboyo (Kediri), Ma’had Aly Hasyim Asy’ari Tebuireng (Jombang), Ma’had Aly Raudhatul Muhibbin Bogor.
Di Kota Udang ‘Cirebon’ ada Ma’had Aly Kebon Jambu, Di Bumi Wali ‘Tuban’ ada Ma’had Aly As-Syamsurriyah, Ma’had Aly Al-Hasaniyyah, dan lain-lain.
Tuan Rumah Muktamar Pemikiran Mahasantri Nusantara 2023 ‘Ma’had Aly Nurul Jadid (Probolinggo). Selain itu, ada Ma’had Aly Sengkang. Dan Ma’had Aly yang berada di Ibu Kota ‘Ma’had Aly Sa’iidusshiddiqiyah’.
Selain itu juga, ada Ma’had Aly lain yang tersebar dari Sabang hingga Merauke.
Saban Ma’had Aly memiliki karakteristik masing-masing. Kegiatan Mahasantri beragam. Ada kegiatan pengembangan soft skill dan hard skill di ekstrakurikuler.
Pengembangan kemampuan organisasi di Dewan Eksekutif Mahasantri (DEMA) maupun dalam lingkup nasional “DEMA AMALY”.
Beberapa program studi atau takhassus di Ma’had Aly antara lain: Akidah dan Filsafat Islam (Aqidah Islamiyyah wa Falsafatuhu), Al-Qur’an dan Ilmu Al-Qur’an (Al-Qur’an wa ‘ulumuhu), Bahasa dan Sastra Arab (Lughah ‘Arabiyyah wa Tsaqafatuhu).
Selain itu ada takhassus Fikih dan Ushul Fikih (Fiqh wa Ushuluh), Hadits dan Ilmu Hadits (⁰p0pppppppp0pppHadits wa ‘Ulumuhu), Ilmu Falak (Ilmu Falak),
Dan juga ada takhassus dalam bidang Peradaban Islam (Islamy wa Tsaqafatuhu), Tafsir dan Ilmu Tafsir (Tafsir wa ‘Ulumuhu). Dan juga ada takhassus di bidang Tasawuf dan Tarekat (Tashawwufa Thariqatuhu).
Selain mayoritas Ma’had Aly di Indonesia menyelenggarakan pendidikan sarjana atau Marhalah Ula, di beberapa Ma’had Aly juga ada yang sudah membuka jenjang untuk studi S2 atau Marhalah Tsaniyah. Apapun jenjang atau jenis pendidikannya, niat yang benar adalah yang utama.
Wallahua’lam bis shawab