Tubuhmu mati rasa diterpa tajamnya hujan. Demi menyampaikan kecemburuan, kamu rela disiksa alam.
Hari masih siang dan langit tampak cerah meniadakan awan hitam. Dia telah mengirimkan pesan singkat. Kamu pun langsung menarik nafas panjang. Seolah kamu akan mendapat berita buruk pada sabtu malam itu.
“Kak,” ucapnya berkali-kali dalam pesan singkat.
Saat itu, kamu tak langsung membalas. Pesan singkat itu, kau biarkan agak lama berwarna biru. Karena, dalam hati sudah timbul perasaan kecewa. Hingga kamu berpikir, dia akan membatalkan rencana seminggu lalu.
“Iya kenapa dek?,” Kamu bersikap tenang seolah baik-baik saja.
“Aku mau pamitan sebentar,” katanya dalam pesan itu.
“Kemana dek, mau keluar dengan pacarmu ya?,” tanyamu.
“Bukan, aku mau pamit buat tidur sebentar hehe,” ucapnya sambil memakai emot senyum.
Kamu masih belum berani membalas senyum yang ia berikan. Karena, kamu tak mau terjebak dalam ilusi. Dia sudah mempunyai kekasih, sedangkan kamu harus menghargai keberadaan kekasihnya itu.
Ya, kamu berjanji akan membangunkannya tepat pukul tiga. Kemudian, kalian akan bertemu di suatu tempat buat pergi ke rumah teman.
“Dek sudah bangun belum, sebentar lagi aku mau perjalanan,” katamu sambil mengenakan jaket berwarna biru.
Dia tidak langsung membalas, kemungkinan masih tidur atau sedang mandi. Tapi, kamu berfikiran positif bahwa dia menepati janji.
Tanpa menunggu lama, kamu berjalan sambil memegang layar kecil di tangan. Karena, rencana pertemuan kalian cukup jauh, kamu menggunakan Google Maps sebagian petunjuk jalan.
Kemudian di setengah perjalanan. Pesan singkat muncul di bagian atas handphone. “Sampai mana kak?” katanya. “Baru separuh perjalanan dek.” sambil nyetir, kau berusaha membalasnya.
“Aku tunggu depan bank ya,” ucapnya.
Sesampai di perbatasan desa, langit menunjukkan kemurungannya. Jalan beraspal terlihat basah oleh air hujan. Dan rintik hujan masih menghiasi sepanjang jalan.
Kamu tak peduli. Meskipun basah tak mengapa. Tubuhmu seperti mati rasa saat diterpa tajamnya hujan. Demi menyampaikan kecemburuan, kamu rela disiksa alam. Daripada hati gelisah tak karuan.
Akhirnya, kamu sampai, dan melihat dia menunggu di pinggir jalan. Dan entah kenapa, kamu benci. Karena selalu ada getar dan desir aneh di dada, saat kamu mendengar suaranya, apalagi diperdengarkan langsung di depanmu.
Wajahnya tampak cerah dan lembab sore ini. Baju yang dia pakai, tampak serasi dengan tubuh yang dia miliki. Pas. Terlihat sangat anggun saat ia memakai rok dan jaket itu. Kamu semakin cemburu dan tersadar bahwa dia bukan milikmu. Namun, apa salah jika sebatas cemburu.
Kemudian, kau ikuti dia dari belakang. Meski tadi tak berani menatap utuh wajah manisnya. Karena kau tahu, perasaan mengganggu itu langsung datang saat kau tatap wajahnya.
Tapi, dengan melihat dia dari belakang, semuanya bisa kembali jadi tenang. Betapa mudahnya menjadi pecundang yang sekadar cuma teman di kala kesepian.