Kehidupan menghadirkan beragam kejutan. Satu di antaranya ihwal perjumpaan.
Gerimis membasahi dedaunan Bojonegoro kota. Besi-besi yang berkarat semakin menunjukkan kekaratannya. Fenomena alam dan sosial terhampar di depan mata.
Ketika melihat sejenak lalu-lalang orang dan deru mesin kendaraan di Jalan Kartini dan jalan terpendek di Bojonegoro kota, daerah Karang Menjangan (Karmen) bak hadir di depan mata.
Ketika asyik berdialektika di sebuah taman yang berada di Bojonegoro kota. Teringat, kalau malam ini di Maktabah akan ada belajar bersama tentang manakib Jacques Derrida.
Lagi dan lagi, ingatan membawa saya ke Surabaya. Di sebuah gedung bertingkat warna putih, dekat dengan kantin yang terkenal kemurahan dan cita rasa makanannya berbintang lima se-antero kampus B Universitas Airlangga.
Masa ta’aruf dengan filusuf Prancis itu ibarat menyaksikan daun-daun yang berguguran dari balik kaca, terkandung kesukaran untuk menyentuhnya.
Namun sedkit demi sedikit, pemahaman ihwal Jacques Derrida terbantu oleh kawan-kawan yang berdialektika tentang tokoh yang terkenal dengan teori dekonstruksinya itu.
Waktu demi waktu terus berlalu. Tidak jarang ketika perjalanan dari Bojonegoro ke Surabaya atau sebaliknya, merenungi kembali ilmu dan pengetahuan yang telah diperoleh di perguruan tinggi.
Selain itu, juga melakukan pemahaman dengan berbagai cara. Salah satu di antaranya, membaca buku Muhammad Al-Fayyadl ihwal Derrida. Namun juga belum sepenuhnya selesai, wqwqwq.
Tidak terasa, perjumpaan dengan Jacques Derrida, memperkuat landasan teori dalam laku kehidupan. Dekonstruksi, membuat cara pandang berbeda dalam laku kehidupan.
Beberapa waktu yang lalu, ketika ngopi dengan Mas Rizky, diperjelas lagi ihwal gambaran dekonstruksi. Ibarat kalau orang nyruput kopi menggunakan lepek, namun tidak ada salahnya kalau kita nyruput kopi dengan gayung atau asbak, xixixi.
Selain itu, di tengah derasnya berbagai macam arus informasi, dijumpai berbagai macam media. Salah satu di antaranya, tentu saja, Jurnaba. Dari hari ke hari, membaca Jurnaba. Secara sadar maupun tidak, terkandung dekonstruksi di dalamnya.
Setiap hari kita akan berjumpa dengan sesuatu yang baru, suasana baru, dan perasaan-perasaan yang baru. Disadari atau tidak, dari perjumpaan-perjumpaan itu kita tahu, bahwa ada banyak hal di dunia ini bisa berbeda hanya karena sudut pandang yang tidak sama.