Jurnaba
Jurnaba
No Result
View All Result
Jurnaba
Home Cecurhatan

Jurnalektika 4; Ngobrol Santai perihal Perempuan, Kesadaran Sosial, dan Ekologi

Yogi Abdul Gofur by Yogi Abdul Gofur
09/05/2021
in Cecurhatan
Jurnalektika 4; Ngobrol Santai perihal Perempuan, Kesadaran Sosial, dan Ekologi
Bagikan ke FacebookBagikan ke TwitterBagikan Ke WA

Di masa rezim pembangunan yang berorientasi pada pasar daripada kelestarian lingkungan, kesadaran sosial dan ekologi amat sangat diperlukan.

Pada suatu pagi di bulan yang penuh rahmat, magfirah, dan dinanti-nanti umat muslim di berbagai penjuru bumi, dimana lagi kalau bukan di bulan Ramadhan, jurnalektika ke-empat terjadi. Di sebuah saung yang berada di tengah kebun. Perempuan berdarah Sunda mengenakan hoodie hijau dan jilbab berwarna cokelat susu berjalan dengan santai menuju saung.

Sinar mentari, tumbuhan selada hijau, caisin, pakcoy, arugula, bit, wortel, padi, dan kicauan burung menjadi saksi jurnalektika.

Perempuan tersebut bernama Siti Aisyah. Santriwati Pondok Pesantren Agroekologi Biharul Ulum tersebut berkenan meluangkan waktunya untuk berjurnalektika di tengah kesibukannya melakukan penelitian ihwal tanaman padi.

Perempuan kelahiran 6 November 1997 tersebut mencurahkan pemikirannya tentang perempuan, kesadaran sosial, dan ekologi. Aisyah mengutarakan bahwa perempuan, kesadaran sosial, dan ekologi merupakan tiga hal yang berdekatan.

Sebagai perempuan seyogianya harus semangat dalam menjalani kehidupan wabilkhusus yang bergerak di bidang pertanian karena menyangkut hajat hidup orang banyak.

Perempuan bukan hanya sekadar mempercantik diri, melahirkan, dan masak saja. Namun perempuan harus menjadi garda terdepan dalam perubahan lingkungan (masyarakat) menuju ke arah yang lebih baik.

Perempuan yang juga merupakan mahasiswi Universitas Terbuka (UT) tersebut, memiliki pandangan bahwa belajar tidak harus di ruang kelas. Melainkan bisa belajar dari alam. Seperti berdinamika langsung dengan masyarakat.

Karena banyak ilmu, pengetahuan, dan pengalaman yang akan diperoleh. Sebelum belajar dengan masyarakat di suatu tempat, Aisyah menekankan pentingnya mengetahui sejarah tempat (kampung) dimana raga berpijak. Selaras dengan kalimat dari begawan sejarah Indonesia ‘Kuntowijoyo’, “dengan sejarah, kita belajar jatuh cinta”.

Dengan mengetahui sejarah kampung, akan menambah rasa cinta terhadap kampung. Setelah jatuh cinta, pergerakan dalam berdinamika di suatu kampung tentu berbeda dengan yang tidak mengetahui sejarah sebuah kampung.

Dan ketika berdinamika bersama masyarakat dalam mengarungi samudera kehidupan yang fana plus tanda tanya ini, seyogianya memiliki kesadaran sosial. Apabila tetangga mengalami musibah seperti penggusuran, kita bisa membantu menganalisis apakah penggusuran yang dilakukan sudah sesuai dengan prosedur plus alasan yang logis?

Atau penggusuran hanya dilakukan hanya sekadar untuk memenuhi nafsu serakah manusia? Selain itu, misalnya apabila tetangga membutuhkan bantuan, dalam bidang pendidikan, kawan-kawan yang mengaku konon sebagai agen perubahan harus turun tangan.

Melihat pencemaran air, udara, ataupun tanah, harus mengambil sikap. Karena manusia merupakan khalifah di muka bumi. Kondisi alam raya tidak bisa lepas dari ulah tangan manusia.

Aisyah juga mengutarakan pentingnya kesetaraan gender dalam kehidupan masyarakat agar tidak terjadi penindasan dalam bidang pertanian, pendidikan, ekonomi, politik, dan lain sebagainya. Bukan rahasia lagi, dalam bidang pertanian (bercocok tanam) yang merupakan aktivitas yang tua di muka bumi ini terjadi penindasan yang dimaklumkan.

Diskriminasi upah terhadap buruh (tani) perempuan dan laki-laki. Hal tersebut terjadi di beberapa daerah, dan bahkan terjadi di sebagian besar wilayah yang ada di negara agraris ini.

Perempuan yang suka belajar di alam raya tersebut mengutarakan bahwa manusia harus bisa merawat tanah dengan sebaik-baiknya. Karena di dalam tanah juga ada kehidupan. Manusia harus bisa merawat tanah bak anak sendiri.

Banyak cara untuk merawat tanah, salah satu di antaranya dengan bertani. Berbagai ilmu, pengetahuan, dan pengalaman bisa diperoleh dari kegiatan bertani karena bertani merupakan soko guru kehidupan. Wabilkhusus bertani secara organik. Dari alam, oleh alam, dan untuk kelestarian alam.

Dari tatapan mata Aisyah, terdapat pendar kegelisahan mengenai dunia pertanian. Wabilkhusus mengenai krisis ekologi. Salah satu diantaranya disebabkan karena penggunaan pestisida kimia yang mengancam kelestarian lingkungan karena hal itu bisa mengakibatkan pencemaran air, udara, dan tanah. Maka dari itu, seyogianya petani kembali ke alam dengan bertani secara organik.

Misalnya menggunakan pupuk organik padat (POP) yang terbuat dari campuran kotoran hewan (kohe), sekam, dan serabut kelapa atau cocopeat . Selain itu, juga bisa menggunakan pupuk organik cair (POC), dan melakukan pengendalian terhadap hama plus penyakit dengan pestisida nabati (pesnab) yang bisa dibuat dari daun pepaya, tembakau, lengkuas, dan lain sebagainya.

Dengan bertani secara organik, banyak sekali ilmu dan pengetahuan yang akan diperoleh seperti mengetahui siklus hidup dan karaktersitik hama. Dimana hal tersebut jarang ditemukan apabila bertani secara non organik.

Di era revolusi industri 4.0, pertanian lebih berorientasi pada pasar. Bagaimana memperoleh laba sebesar-besarnya. Dan kurang mengindahkan keberlanjutan ekologi. Hal tersebut juga tidak bisa lepas dari pendidikan. Dimana komersialisasi pendidikan mendarah daging di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Menurut Aisyah, seyogianya pendidikan itu membebaskan. Bukan menekan. Semakin tinggi (gelar akademik) seseorang akan ahli dalam bidang tertentu. Terjadi penyempitan. Namun apabila belajar dari alam, apapun bisa diperoleh asalkan _ngangsu kaweruh_ dengan bijak.

Selain itu melakukan penolakan terhadap pembangunan yang tidak ramah lingkungan yang memberikan dampak dalam jangka pendek, menengah, dan panjang.

Sebagai kaum yang konon terdidik, seyogianya mengetahui bagaimana menggunakan ilmunya. Berpihak pada yang menindas atau yang tertindas? Disinilah pendidikan merupakan senjata. Benar apa yang pernah dikatakan Nelson Mandela, bahwa pendidikan merupakan senjata untuk mengubah dunia.

Aisyah juga mengungkapkan bahwa perempuan dan ekologi merupakan dua hal yang berdekatan. Hal tersebut tersirat dalam lagu kebangsaan Indonesia Raya. Aisyah juga menggunakan sudut pandang agama Islam, bahwa dalam agama Islam ada fiqih ekologi. Yang membahas tentang fiqih dan lingkungan.

Selain itu, ada yang namanya hubungan manusia dengan Tuhan (hablumninallah), hubungan manusia dengan manusia (habluminannas), dan hubungan manusia dengan alam (habluminalalam). Perlu dipertanyakan kembali keislaman seseorang apabila tidak memilik kepedulian yang tinggi terhadap lingkungan.

Jika hanya diam melihat penindasan, maka hal tersebut tidak sesuai dengan nilai-nilai agama Islam yang berorientasi pada kesejahteraan. Karena spirit dalam agama Islam adalah spirit pembebasan. Selain membebaskan diri dari nafsu yang membelenggu, juga melakukan pembebasan terhadap kawan-kawan dari berbagai latar belakang yang mengalami penindasan.

Tags: AgrariaJurnaletikaKesadaran Sosial

BERITA MENARIK LAINNYA

Stop! Perempuan Bukan Objek Kekerasan
Cecurhatan

Stop! Perempuan Bukan Objek Kekerasan

16/05/2022
Bukan Tutorial Move On Bagi Yang Patah
Cecurhatan

Bukan Tutorial Move On Bagi Yang Patah

15/05/2022
Cegah Pungli dan Gratifikasi, Bapenda Bojonegoro mulai Terapkan Cashless
Cecurhatan

Cegah Pungli dan Gratifikasi, Bapenda Bojonegoro mulai Terapkan Cashless

14/05/2022

REKOMENDASI

Politik Hukum Kebangkitan Nasional

Politik Hukum Kebangkitan Nasional

21/05/2022
Semangat Al-Birru: Pelajaran Kesepuluh dari Kiai Ahmad Dahlan

Semangat Al-Birru: Pelajaran Kesepuluh dari Kiai Ahmad Dahlan

20/05/2022
Kisah Para Penggerak Dunia Pendidikan dari Bumi Wali

Kisah Para Penggerak Dunia Pendidikan dari Bumi Wali

19/05/2022
Milad Aisyiyah dan Semangat al-‘Ashr

Milad Aisyiyah dan Semangat al-‘Ashr

18/05/2022
Hiperrealitas Norma dalam Film KKN Desa Penari

Hiperrealitas Norma dalam Film KKN Desa Penari

17/05/2022
Stop! Perempuan Bukan Objek Kekerasan

Stop! Perempuan Bukan Objek Kekerasan

16/05/2022

Tentang Jurnaba - Kontak - Squad - Aturan Privasi - Kirim Konten
© Jurnaba.co All Rights Reserved

No Result
View All Result
  • HOME
  • PERISTIWA
  • KULTURA
  • DESTINASI
  • FIGUR
  • CECURHATAN
  • ALTERTAINMENT
  • FIKSI AKHIR PEKAN
  • SAINSKLOPEDIA
  • TENTANG
  • KONTAK

© Jurnaba.co All Rights Reserved